Disunnahkan Berpakaian dengan Pakaian Penduduk Negerinya dan Tidak Mesti Harus Jubah atau Gamis
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ لَبِسَ
ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
“Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, niscaya
Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat” (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 4029, Ibnu Maajah no. 3606-3607, dan yang lainnya; shahih).
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata:
قال ابن الأثير:
الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم
فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir berkata: ‘Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur” (Nailul-Authaar, 2/111 – via Syamilah).
Beberapa ulama
menjelaskan bahwa diantara syuhrah yang dilarang dalam hadits adalah
menyelisihi pakaian penduduk negerinya tanpa ‘udzur.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ، عَنِ الْحُصَيْنِ،
قَالَ: كَانَ زُبَيْدٌ الْيَامِيُّ يَلْبَسُ بُرْنُسًا، قَالَ: فَسَمِعْتُ
إِبْرَاهِيمَ عَابَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ كَانُوا
يَلْبَسُونَهَا، قَالَ: " أَجَلْ ! وَلَكِنْ قَدْ فَنِيَ مَنْ كَانَ
يَلْبَسُهَا، فَإِنْ لَبِسَهَا أَحَدٌ الْيَوْمَ شَهَرُوهُ، وَأَشَارُوا إِلَيْهِ
بِالأَصَابِعِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari
Al-Hushain, ia berkata: Dulu Zubaid Al-Yaamiy pernah memakai burnus (sejenis
tutup kepala). Lalu aku mendengar Ibraahiim mencelanya karena perbuatannya yang memakai
burnus tersebut. Aku berkata kepada Ibraahiim: “Sesungguhnya orang-orang dulu
pernah memakainya”. Ibraahiim berkata: “Ya. Akan tetapi orang-orang yang
memakainya sudah tidak ada lagi. Apabila ada seseorang yang memakainya hari
ini, maka ia berbuat syuhrah dengannya. Lalu orang-orang berisyarat dengan
jari-jari mereka kepadanya (karena heran)” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
no. 25655; sanadnya shahih).
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata:
فالذى ينبغى
للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى زيهم ضرب
من الشهرة
“Yang seharusnya dilakukan seseorang adalah ia
berpakaian di setiap masa dengan pakaian orang-orang yang hidup di masa
tersebut sepanjang tidak terkandung dosa, karena penyelisihan terhadap pakaian
yang dipakai oleh orang banyak termasuk syuhrah” (Syarh Shahih Al-Bukhaariy,
17/144 – via Syamilah).
Al-Mardawiy rahimahullah berkata:
يكره لبس ما فيه
شهرة, أَو خلاف زي بلده من الناس, على الصحيح من المذهب
“Dimakruhkan memakai sesuatu yang menimbulkan
syuhrah/popularitas atau menyelisihi pakaian penduduk negeri setempat
berdasarkan pendapat yang shahih dari madzhab (Hanaabilah)” (Al-Inshaaf, 2/263).
As-Safaariiniy rahimahullah berkata:
ونص الإمام أحمد
رضي الله عنه على أنه لا يحرم ثوب الشهرة ، فإنه رأى رجلا لابسا بردا مخططا بياضا
وسوادا ، فقال: ضع هذا ، والبس لباس أهل بلدك ، وقال: ليس هو بحرام ، ولو كنت بمكة
، أو المدينة لم أعب عليك . قال الناظم رحمه الله: لأنه لباسهم هناك
“Dan Al-Imaam Ahmad radliyallaahu ‘anhu bahwa
beliau tidak mengharamkan pakaian syuhrah.(1) Beliau pernah melihat seorang
laki-laki yang memakai kain dengan motif garis-garis putih dan hitam, lalu
berkata: “Lepaskanlah kain ini dan pakaialah pakaian penduduk negerimu”. Beliau
kembali berkata: “Memakainya tidaklah haram. Seandainya engkau berada di Makkah
atau di Madiinah, maka tidak mengapa engkau memakainya”. An-Naadhim (Abu
‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdil-Qawiy Al-Mardawiy Al-Hanbaliy) rahimahullah
berkata: “Karena ia merupakan pakaian mereka di sana” (Ghidzaaul-Albaab, 2/126).
أنه يكره له لبس
غير زي بلده بلا عذر كما هو منصوص الإمام
“Dibenci baginya memakai pakaian yang bukan
model pakaian (penduduk) negerinya tanpa ‘udzur, sebagaimana dikatakan oleh
Al-Imaam (Ahmad)” (idem, 2/182).
Ibnul-‘Utsaimiin rahimahullah berkata:
أن موافقة
العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى
الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة
“Bahwasannya mencocoki kebiasaan yang tidak
mengandung keharaman merupakan sunnah, karena penyelisihan terhadap kebiasaan
menjadikannya syuhrah. Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang pakaian
syuhrah” (Asy-Syarhul-Mumti’, 6/67 – via Syamilah).
Satu hal penting yang perlu digarisbawahi
dalam hal berpakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri
adalah tidak mengandung keharaman.(2)
Berkenaan dengan penjelasan para ulama di
atas, maka nampaklah kekeliruan sebagian saudara kita yang melarang dan
membenci berpakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri kita, baik dalam
shalat ataupun di luar shalat. Kesesuaian pakaian dengan pakaian penduduk Saudi(3) atau
Pakistan(4) dipandang sebagai bentuk kesesuaian terhadap Islam dan/atau manhaj
salaf. Bahkan yang dianjurkan adalah berpakaian dengan pakaian penduduk negeri
kita, seperti misal: kemeja, batik, sarung, songkok, celana panjang, kaos, dan
yang lainnya sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur syari’at. Jika memang
mengandung keharaman, maka kita dapat memodifikasinya agar sesuai dengan
syari’at. Misalnya: celana/pantalon kita buat lebih longgar dan kita potong di
atas mata kaki, motif batik kita pilih yang soft dan tidak bergambar makhluk
hidup, kaos kita pilih yang longgar dan lebih tebal, dan yang lainnya.(5)
Berikut ada penjelasan
menarik dari Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri hafidhahullah terkait tema(6):
Semoga artikel singkat
ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
Silakan baca artikel
terkait: Peci Hitam Haram ?? dan Dimanapun berada, Pakaiannya Harus Seragam Salafi ? - Bantahan atas Kejumudan Sebagian Teman Salafi.
Footnote:
(1) Pembahasan hukum
pakaian syuhrah perlu pembahasan tersendiri, karena sebagian ulama berpendapat
haram sesuai dhahir hadits yang dibawakan di awal artikel.
(2) Seperti misal:
menampakkan aurat, tipis/transparan, isbaal, bergambar makhluk hidup, dan yang
lainnya.
(3) Seperti model berikut:
(4) Seperti model berikut:
(5) Pun seandainya
rekan-rekan ingin tetap mengenakan pakaian gamis model Saudi atau Pakistan,
sangat dipersilakan jika memang di tempat antum pakaian tersebut tidak dianggap
asing. Hanya saja menjadi aneh ketika ada sebagian rekan yang terlalu ofensif
dalam mengkritik orang yang tidak berpakaian seperti dirinya dan mencapnya
sebagai kelompok Sururiy yang ‘terlalu ingin’ dakwahnya diterima masyarakat.
(6) Sayangnya, penjelasan
beliau yang begitu jelas ini pun mesti disalahpahami sebagian orang yang salah
paham, baik dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Mereka katakan bahwa beliau
telah mencela sebagian ikhwan yang memakai gamis panjang dan mengatakan telah
tasyabbuh dengan Amitab Bachan, selebriti Hindustan. Laa haula walaa quwwata
illaa billaah.
Coba perhatikan
baik-baik, dengar pelan-pelan, dan kalau perlu diulang 10 kali ulangan.
وكم من عائب
قولا صحيحا و آفته من الفهم السقيم
“Betapa banyak orang yang
mencela perkataan yang benar
dan sebabnya adalah
pemahaman yang salah/buruk”.
Oleh: Abul Jauzaaa' Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Disunnahkan Berpakaian dengan Pakaian Penduduk Negerinya dan Tidak Mesti Harus Jubah atau Gamis"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.