Memakai Peci Hitam Haram ? Menyerupai Ahlul Bid'ah ?
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ. ح وحَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ
يَعْنِي ابْنَ عِيسَى، عَنْ شَرِيكٍ، عَنِ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي زُرْعَةَ، عَنِ
الْمُهَاجِرِ الشَّامِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ فِي حَدِيثِ شَرِيكٍ
يَرْفَعُهُ، قَالَ: " مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ زَادَ، عَنْ أَبِي عَوَانَةَ ثُمَّ تُلَهَّبُ فِيهِ
النَّارُ "،
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، قَالَ: ثَوْبَ مَذَلَّةٍ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Iisaa(1): Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah(2) (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Iisaa, dar Syariik(3), dari ‘Utsmaan bin Abi Zur’ah(4), dari Al-Muhaajir Asy-Syaamiy(5), dari Ibnu ‘Umar, ia berkata (secara mauquuf) – dan dalam hadits Syariik ia memarfu’kannya – beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat” – dan dalam riwayat Abu ‘Awaanah terdapat tambahan: “kemudian akan dibakar padanya di dalam neraka”.
Telah menceritakan kepada kami Musaddad: Telah
menceritakan kepada kami, ia berkata: “Yaitu pakaian kehinaan” (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 4029).
Abu Haatim Ar-Raaziy mentarjih bahwa riwayat
mauquuf lebih shahih.(6) 'Utsmaan bin Abi Zur'ah dalam periwayatan marfuu'
telah diselisihi oleh Al-Laits bin Abi Sulaim, sedangkan ia seorang yang dla'iif.
Oleh karena itu, riwayat marfuu’ ini mahfuudh. Wallaahu a'lam.
Mengomentari hadits di
atas, As-Sindiy rahimahullah berkata:
مَنْ لَبِسَ
ثَوْبًا يَقْصِد بِهِ الِاشْتِهَار بَيْن النَّاس ، سَوَاء كَانَ الثَّوْب
نَفِيسًا يَلْبَسهُ تَفَاخُرًا بِالدُّنْيَا وَزِينَتهَا ، أَوْ خَسِيسًا
يَلْبَسهُ إِظْهَارًا لِلزُّهْدِ وَالرِّيَاء
“Yaitu: Orang yang
memakai pakaian dengan tujuan kemasyhuran/kepopuleran di antara manusia. Sama
saja, apakah pakaian itu bagus yang dipakai untuk berbangga-bangga dengan dunia
dan perhiasannya, atau pakaian itu hina/jelek yang dipakai untuk menampakkan
kezuhudan dan riyaa’ (di hadapan manusia)” (Hasyiyyah As-Sindiy ‘alaa Sunan
Ibni Maajah, sumber: http://www.yanabi.com/Hadith.aspx?HadithID=30403).
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata:
قال ابن الأثير:
الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم
فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir berkata: ‘Asy-Syuhrah adalah
tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang
berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia
menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur” (Nailul-Authaar,
2/111 – via Syamilah).
Para ulama telah
menjelaskan bahwa salah satu bentuk terlarang pakaian syuhrah ini adalah
pakaian yang berbeda dari adat kebiasaan orang-orang setempat. Perhatikan dua riwayat di bawah:
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ، عَنِ الْحُصَيْنِ،
قَالَ: كَانَ زُبَيْدٌ الْيَامِيُّ يَلْبَسُ بُرْنُسًا، قَالَ: فَسَمِعْتُ
إِبْرَاهِيمَ عَابَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ كَانُوا
يَلْبَسُونَهَا، قَالَ: " أَجَلْ ! وَلَكِنْ قَدْ فَنِيَ مَنْ كَانَ
يَلْبَسُهَا، فَإِنْ لَبِسَهَا أَحَدٌ الْيَوْمَ شَهَرُوهُ، وَأَشَارُوا إِلَيْهِ
بِالأَصَابِعِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari
Al-Hushain, ia berkata: Dulu Zubaid Al-Yaamiy pernah memakai burnus (sejenis
tutup kepala). Lalu aku mendengar Ibraahiim mencelanya karena perbuatannya yang memakai
burnus tersebut. Aku berkata kepada Ibraahiim: “Sesungguhnya orang-orang dulu
pernah memakainya”. Ibraahiim berkata: “Ya. Akan tetapi orang-orang yang
memakainya sudah tidak ada lagi. Apabila ada seseorang yang memakainya hari
ini, maka ia berbuat syuhrah dengannya. Lalu orang-orang berisyarat dengan
jari-jari mereka kepadanya (karena heran)” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
no. 25655; sanadnya shahih).
أَخْبَرَنَا
يَحْيَى بْن ثابت بْن بندار، نا أبي الْحُسَيْن بْن عَلِيّ، نا أَحْمَد بْن منصور
البوسري، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مخلد، ثني مُحَمَّد بْن يوسف، قَالَ: قَالَ عَبَّاس
بْن عَبْدِ العظيم العنبري: قَالَ بِشْر بْن الحارث: إن ابْن الْمُبَارَك "
دخل المسجد يوم جمعة وعليه قلنسوة فنظر الناس ليس عليهم قلانس فأخذها فوضعها فِي
كمه "
Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa bin
Tsaabit bin Bundaar: Telah mengkhabarkan kepada kami ayahku (: Telah mengkhabarkan
kepada kami ) Al-Husain bin ‘Aliy: Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin
Manshuur Al-Buusiriy: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Makhlad:
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Yuusuf, ia berkata: Telah berkata
‘Abbaas bin ‘Abdil-‘Adhiim Al-‘Anbariy: Telah berkata Bisyr bin Al-Haarits:
Sesungguhnya Ibnu Mubaarak pernah masuk ke dalam masjid pada hari Jum’at, dan
ia memakai peci. Lalu ia melihat orang-orang tidak ada yang memakai peci. Maka
Ibnul-Mubaarak melepas dan menyimpannya di balik bajunya” (Diriwayatkan oleh
Ibnul-Jauziy dalam Talbiis Ibliis, hal. 184).
Al-Mardawiy rahimahullah
berkata saat menjelaskan posisi madzhabnya:
يُكْرَهُ لُبْسُ
مَا فِيهِ شُهْرَةٌ ، أَوْ خِلَافُ زِيِّ بَلْدَةٍ مِنْ النَّاسِ عَلَى الصَّحِيحِ
مِنْ الْمَذْهَبِ
“Dimakruhkan memakai sesuatu yang menimbulkan
syuhrah/popularitas atau menyelisihi pakaian penduduk negeri setempat
berdasarkan pendapat yang shahih dari madzhab (Hanaabilah)” (Al-Inshaaf, 2/263).
Oleh karena itu, syari’at
menganjurkan kita berpakaian dengan pakaian yang dipakai oleh penduduk negeri
tempat kita tinggal, selama tidak ada hal-hal yang menjadi larangan syari’at.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah berkata ketika menjelaskan tentang
masalah ‘imamah (surban):
والسنة لكل
إنسان أن يلبس ما يلبسه الناس ما لم يكن محرماً بذاته ، وإنما قلنا هذا ؛ لأنه لو
لبس خلاف ما يعتاده الناس لكان ذلك شهرة ، والنبي صلى الله عليه وسلم نهى عن لباس
الشهرة ، فإذا كنا في بلد يلبسون العمائم لبسنا العمائم ، وإذا كنا في بلد لا
يلبسونها لم نلبسها
“Yang disunnahkan bagi setiap orang adalah
memakai pakaian yang dipakai oleh orang-orang kebanyakan selama dzatnya tidak
diharamkan. Hanyalah kami mengatakan demikian karena seandainya ia memakai pakaian yang
berbeda dengan kebiasaan orang-orang, itu merupakan syuhrah. Dan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakai pakaian syuhrah. Seandainya
kita berada di negeri yang orang-orangnya memakai ‘imamah (surban), maka kita
memakai ‘imamah. Namun apabila kita berada di negeri yang orang-orangnya tidak
mamakai ‘imamah, maka kita pun tidak memakainya....” (Liqaa Al-Baab Al-Mafttuh,
23/160).
Termasuk hal yang
mengherankan, ada sebagian saudara kita yang melarang – atau bahkan mencela –
pemakaian peci hitam sebagaimana lazim dipakai penduduk negeri kita. Padahal
telah menjadi pengetahuan jamak bahwa peci hitam merupakan salah satu atribut
pakaian kaum muslimin negeri kita (indonesia). Tidak ada pula dalil yang melarangnya. Peci
hitam tidak ubahnya seperti peci putih, hijau, biru, atau warna-warna yang
lainnya.
Apakah peci hitam itu
dilarang karena warna hitamnya?. Jika inii alasannya, maka salah satu sifat
‘imamah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah berwarna hitam
sebagaimana riwayat:
حدثنا عَلِيُّ
بْنُ حَكِيمٍ الْأَوْدِيُّ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَمَّارٍ الدُّهْنِيِّ،
عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ، وَعَلَيْهِ
عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin
Hakiim Al-Audiy: Telah mengkhabarkan kepada kami Syariik, dari ‘Ammaar
Ad-Duhniy, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir bin ‘Abdillah: Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam memasuki pada hari penaklukan Makkah dengan
memakai ‘imaamah (surban) berwarna hitam (Diriwayatkan oleh Muslim no. 1358).
Bahkan para ulama kita
terdahulu telah ada yang memakai peci berwarna hitam. ‘Abdurrahmaan bin Muhammad bin Al-Mughiirah
rahimahullah berkata:
رأيت أبا حنيفة
شيخاً يفتي الناس بمسجد الكوفة عليه قلنسوة سوداء طويلة
“Aku pernah melihat Abu Haniifah seorang
syaikh yang memberikan fatwa kepada manusia di Masjid Kuufah, dimana (waktu
itu) ia memakai peci hitam panjang” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 6/399).
حدثنا أَبُو
مُسْهِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، قَالَ: " رَأَيْتُ عَلَى
الْأَوْزَاعِيِّ قَلَنْسُوَةً سَوْدَاءَ فِي أَيَّامِ ابْنِ سُرَاقَةَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khaalid, ia berkata: “Aku
pernah melihat Al-Auza’iy memakai peci hitam pada peristiwa Ibnu Suraaqah” (Diriwayatkan
oleh Abu Zur’ah dalam Taariikh-nya no. 368 & 2319; shahih).
أَخْبَرَنَا
الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، قَالَ: " كُنْتُ إِذَا رَأَيْتُ دَاوُدَ الطَّائِيَّ
لا يُشْبِهُ الْقُرَّاءَ، عَلَيْهِ قَلَنْسُوَةٌ سَوْدَاءُ طَوِيلَةٌ مِمَّا
يَلْبَسُ التُّجَّارُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin
Dukain, ia berkata: “Dulu jika aku melihat Daawud Ath-Thaa’iy, ia tidak
menyerupai qurraa’, karena ia memakai peci hitam panjang yang dipakai para
pedagang” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 6/536; shahih).
Hadits, penjelasan ulama,
dan contoh-contoh di atas semoga dapat menjadi kejelasan bagi kita tentang
diperbolehkannya memakai peci hitam. Bagi yang lebih senang memakai peci putih
haji, ya silakan. Bebas memilihnya.
Ini saja yang dapat
dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
Footnote:
(1) Muhammad bin ‘Iisaa
bin Najiih Al-Baghdaadiy, Abu Ja’far bin Ath-Thabbaa’; seorang yang tsiqah lagi
faqiih, termasuk orang yang paling tahu hadits Husyaim. Termasuk thabaqah
ke-10, lahir tahun 150 H, dan wafat tahun 224 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy
secara mu’allaq, Abu Daawud, At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 886-887 no. 6250).
(2) Al-Wadldlaah bin
‘Abdillah Al-Yasykuuriy, Abu ‘Awaanah Al-Waasithiy Al-Bazzaar; seorang yang
tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 175/176 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1036 no. 7457).
(3) Syariik bin ‘Abdillah
bin Abi Syariik An-Nakha’iy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang yang
shaduuq, namun banyak salahnya dan berubah hapalannya ketika menjabat qaadliy.
Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 177 H/178 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy
secara mu’allaq, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah
(Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2802).
(4) ‘Utsmaan bin
Al-Mughiirah Ats-Tsaqafiy, Abul-Mughiirah Al-Kuufiy Al-A’syiy – ia adalah
‘Utsmaan bin Abi Zur’ah; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-6. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 669 no. 4552).
(5) Muhaajir bin ‘Amru
An-Nabbaal Asy-Syaamiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar: maqbuul. Termasuk
thabaqah ke-4. Dipakai oleh Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 975 no. 6971).
Namun yang benar ia
seorang yang shaduuq, hasanul-hadiits. Ibnu Hibbaan telah mentsiqahkannya, dan
beberapa perawi tsiqaat pun meriwayatkan darinya (Tahriirut-Taqriib, 3/422 no.
6922).
(6) Ibnu Abi Haatim berkata:
وَسألت أبي عَنْ
حديث رَوَاهُ شَرِيكٌ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ مُهَاجِرٍ
الشَّامِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ ". قَالَ أَبِي: هَذَا الْحَدِيثُ
مَوْقُوفٌ أَصَحُّ
“Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang
hadits yang diriwayatkan Syariik, dari ‘Utsmaan bin Abi Zur’ah, dari Muhaajir
Asy-Syaamiy, dari Ibnu ‘Umr, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan
memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat’. Ayahku berkata:
“Hadits ini dalam periwayatan mauquuf lebih shahih” (Al-‘Ilal, no. 1471).
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
2 komentar untuk "Memakai Peci Hitam Haram ? Menyerupai Ahlul Bid'ah ?"
Semoga antm menjadi penerus jalan perjuangan kami..
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.