Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nilai dan Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam Klasik - Faidah Ke 5

Kabeldakwah.com

Faidah Dari Ceramah Ust. Dr. Zaenal Abidin, Lc., M.M.

Judul: Jejak Sejarah Penyebaran Islam Di Nusantara

Nilai dan Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam Klasik

Konsep guru dalam tradisi pendidikan Islam klasik bukan hanya sebatas pengajar yang mentransfer ilmu, tetapi juga figur moral, spiritual, dan sosial yang membentuk akhlak peserta didik. Dalam pandangan ulama dan para wali terdahulu, guru merupakan sosok yang memiliki tanggung jawab besar terhadap pembinaan manusia secara utuh—akal, hati, dan amal. Pemaparan mengenai 13 kriteria guru yang ideal sebagaimana dikemukakan dalam naskah ini memperlihatkan pandangan komprehensif tentang hakikat pendidik sejati yang berorientasi kepada keselamatan dunia dan akhirat.

Pertama, kompetensi utama guru adalah penguasaan ilmu hukum Islam (fikih). Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang syariat, mengetahui batas antara yang wajib, yang haram, yang dianjurkan, dan yang tercela. Ilmu fikih menjadi fondasi moral dalam setiap keputusan dan perilaku pendidik. Tanpa pengetahuan tentang hukum Islam, tindakan guru akan mudah terjebak dalam kesalahan moral dan praktik yang menyalahi etika Islam. Maka, penguasaan syariat bukan hanya dimaknai sebagai kemampuan kognitif, tetapi juga sebagai landasan spiritual dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Kedua, kejujuran dan keteladanan merupakan prinsip dasar dalam perilaku guru. Guru dituntut untuk mengikuti cara hidup kaum muslim yang lurus dan tidak melindungi kemaksiatan atau kemurtadan dalam bentuk apa pun. Integritas pribadi ini mencerminkan nilai ihsan, di mana setiap tindakan guru didasari oleh kesadaran akan pengawasan Allah. Dalam konteks ini, guru bukan hanya menjadi pengajar, tetapi juga teladan yang hidup—model etika bagi murid-muridnya.

Ketiga, guru harus berbudi luhur dan berhati-hati dalam beragama. Kebijaksanaan dalam bertindak menjadi ciri khas guru yang memahami posisi dan tanggung jawabnya di tengah masyarakat. Ia tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan mampu menempatkan dirinya dengan bijak. Kecermatan dan kebijaksanaan inilah yang melahirkan wibawa moral seorang pendidik.

Keempat, sifat dermawan dan kasih sayang menempati posisi penting dalam karakter seorang guru. Kedermawanan bukan sekadar dalam bentuk materi, tetapi juga dalam perhatian, waktu, dan kepedulian. Guru yang memperhatikan murid yang kesulitan, baik secara ekonomi maupun sosial, merupakan cerminan akhlak mulia yang menumbuhkan empati dan ikatan emosional di antara guru dan murid. Nilai kasih sayang ini menjadi landasan bagi keberhasilan pendidikan, sebab murid akan lebih mudah menerima ilmu dari hati yang penuh kasih dibanding dari sikap keras yang menakutkan.

Kelima, guru hendaknya memperlakukan murid seperti anak sendiri. Sikap ini melahirkan empati, tanggung jawab, dan kepedulian yang tulus. Guru perlu memperhatikan kondisi lahir dan batin murid, baik dari segi kebutuhan fisik, emosional, maupun spiritual. Dalam sistem pendidikan tradisional Islam, hubungan guru dan murid bersifat paternalistik dan penuh kasih, sebagaimana hubungan antara orang tua dan anak. Prinsip ini juga menegaskan bahwa pendidikan sejati tidak berhenti di ruang kelas, tetapi berlangsung secara menyeluruh dalam pembentukan karakter.

Keenam, hubungan guru dengan murid atau karyawan didasarkan pada kasih sayang dan keadilan. Jika terjadi kesalahan, guru hendaknya memberikan peringatan dengan lembut dan tidak langsung menghukum. Prinsip ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah proses pembimbingan, bukan pemaksaan. Pendekatan kasih sayang menumbuhkan rasa aman dan hormat, yang menjadi dasar bagi munculnya motivasi intrinsik dalam belajar.

Ketujuh, orientasi utama guru adalah akhirat, bukan dunia. Pengajaran harus dilandasi niat tulus untuk mencari keridaan Allah, bukan sekadar mencari gaji atau status sosial. Pandangan ini sejalan dengan prinsip ikhlas dalam Islam, di mana amal hanya bernilai jika dilakukan karena Allah. Guru yang berorientasi akhirat akan mengajar dengan penuh dedikasi, meskipun tanpa imbalan besar, karena menyadari bahwa keberkahan ilmu terletak pada keikhlasan niat.

Kedelapan, ketertiban dan ketaatan terhadap peraturan agama menjadi fondasi bagi ketaatan terhadap peraturan lainnya. Seorang guru yang berdisiplin dalam agama akan secara otomatis taat terhadap tata tertib sekolah dan masyarakat. Imam al-Mawardi menegaskan bahwa inti kehidupan yang sejahtera terletak pada tiga hal: pribadi yang mau diatur, hidup yang rukun, dan materi yang cukup. Prinsip ini relevan bagi pendidik modern, di mana kedisiplinan dan kepatuhan moral menjadi kunci terciptanya tatanan pendidikan yang harmonis.

Kesembilan, keberanian dalam menyampaikan kebenaran merupakan karakter penting guru sejati. Guru tidak boleh takut terhadap tekanan sosial ketika menyampaikan kebenaran. Prinsip “qulil haqq walau kana murrah” (katakanlah kebenaran walau pahit) menjadi pedoman moral dalam menjaga integritas profesi pendidik. Keberanian ini bukan bentuk arogansi, melainkan ekspresi dari komitmen terhadap kebenaran dan tanggung jawab moral terhadap murid dan masyarakat.

Kesepuluh, kesabaran dan kemampuan memaafkan adalah ciri khas guru yang matang spiritual. Dalam dunia pendidikan, murid sering kali berbuat kesalahan, lambat memahami pelajaran, atau menunjukkan perilaku yang tidak diharapkan. Guru sejati tidak mudah marah, melainkan memahami bahwa setiap murid sedang berada dalam proses tumbuh dan belajar. Prinsip ini sejalan dengan konsep tarbiyah—proses mendidik yang menumbuhkan jiwa secara bertahap.

Kesebelas, ketawakalan atau pasrah kepada Allah menjadi sikap spiritual yang menenangkan. Guru harus berusaha dengan sungguh-sungguh, namun menyerahkan hasilnya kepada Allah. Keberhasilan atau kegagalan dalam mendidik bukan semata hasil usaha manusia, tetapi bagian dari takdir Ilahi. Sikap ini mencegah guru dari keputusasaan dan menumbuhkan keikhlasan dalam setiap amalnya.

Keduabelas, tujuan akhir dari segala tindakan guru adalah keselamatan dunia dan akhirat. Guru sejati tidak hanya ingin mencetak murid yang cerdas, tetapi juga yang selamat secara moral dan spiritual. Pendidikan bukan sekadar membentuk intelektualitas, tetapi juga menyelamatkan jiwa dari kebodohan dan penyimpangan.

Ketigabelas, guru hendaknya menerima setiap hasil usaha dengan lapang dada. Baik murid cepat atau lambat memahami pelajaran, guru harus tetap sabar dan penuh kasih. Sikap menerima ini menumbuhkan ketenangan hati dan menjauhkan guru dari sifat frustrasi atau marah terhadap murid. Dengan demikian, pendidikan menjadi proses yang berlandaskan cinta dan rahmat, bukan tekanan dan paksaan.

Keseluruhan prinsip ini menunjukkan bahwa guru dalam pandangan Islam bukan hanya agen pembelajaran, melainkan juga penjaga moral dan penuntun spiritual. Keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari capaian akademik, tetapi dari terbentuknya akhlak dan kesalehan sosial. Pandangan ini selaras dengan visi pendidikan Islam yang menempatkan tujuan akhir bukan pada duniawi semata, tetapi pada keselamatan dan kebahagiaan abadi di akhirat.

Disadur Oleh: Tim Kabeldakwah.com

-------------------------------------------------

Judul Utama: Jejak Sejarah Penyebaran Islam Di Nusantara

Chapter 1 - Ajaran Wali Songo dan Sinergi Ulama dengan Umara dalam Perspektif Sejarah Islam Nusantara

Chapter 2 - Analisis Historis dan Teologis Sarasehan Wali Songo di Giri Kedaton

Chapter 3 - Telaah Historis dan Etis Tentang Makna Spiritual dan Moral dalam Ajaran Kesalehan Syekh Maulana Malik Ibrahim

Chapter 4 - Refleksi Historis dan Moral atas Tradisi Keulamaan Nusantara Tentang Etika Kesalehan dan Pendidikan dalam Wejangan Syekh Maulana Malik Ibrahim

Chapter 5 - Nilai dan Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam Klasik

Chapter 6 - Makna Moral dan Spiritual dalam Ajaran Etika Guru dan Mukmin Sejati Menurut Ulama Klasik

Chapter 7 - Distorsi Sejarah Wali Songo dan Tantangan Pemurnian Narasi Dakwah Islam di Nusantara

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Apa Saja (Ryzen Store), Jasa Pembuatan Barcode BBM, Jasa Pembuatan NPWP, Jasa Pembuatan Aplikasi Raport, Service Laptop, Melayani Se-Nusantara Indonesia. (Hub. via E-mail: erfanagusekd@gmail.com)

Posting Komentar untuk "Nilai dan Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam Klasik - Faidah Ke 5"