Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksistensi Surga Part 1


Para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, para tabi'in dan tabi' tabi'in, Ahlus-Sunnah dan Ahlul Hadits seluruhnya termasuk para fuqaha', pengikut aliran tasawuf dan orang-orang yang zuhud meyakini eksistensi surga dan mengesahkannya berdasarkan nash-nash (teks-teks) Al-Qur'an, Sunnah dan informasi para rasul terdahulu dan terakhir. Para rasul tanpa terkecuali mengajak umat manusia kepada surga. Mereka membeberkan profil surga dengan utuh kepada mereka hingga kemudian muncul pendapat nyeleneh dari sekte Qadariyah dan Mu'tazilah yang memungkiri eksistensi surga untuk saat sekarang ini. Mereka berpendapat bahwa surga baru diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala pada Hari Kiamat kelak. Mereka berpendapat seperti itu berpatokan kepada prinsip mereka yang rancu yang dipakai sebagai standart (syariat) terhadap apa saja yang dikerjakan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala harus mengerjakan ini dan Ia tidak boleh mengerjakan itu. Mereka menganalogikan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap makhluk-Nya seperti amal perbuatan mereka. Mereka menganggap bahwa mereka memiliki kesamaan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam tingkah laku. Kemudian pengikut sekte Jahmiyah bergabung ke dalam sekte Qadariyah dan Mu'tazilah dan ikut-ikutan menafikan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kata mereka, "Penciptaan surga sebelum Hari Pembalasan tidak ada manfaatnya karena dengan demikian surga berarti kosong tidak berpenghuni dalam jangka waktu yang sangat lama."

Kata mereka lagi, “Logiskah seorang raja membangun istana dan menyediakan di dalamnya berbagai macam makanan, perabotan dan fasilitas lainnya lalu raja tersebut mengkosongkannya tanpa penghuni dan rakyatnya tidak diperkenankan masuk ke dalamnya dalam jangka waktu yang lama? Pasti tindakan raja tersebut dikategorikan tidak bijaksana dan memberi peluang kepada para kaum cerdik pandai memprotesnya!” Setelah itu, mereka membatasi ruang gerak Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan otak mereka yang kacau dan pendapat mereka yang

ngawur tersebut! Mereka menyamakan perilaku Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan perilaku mereka dan menolak nash-nash yang bertentangan dengan standart (syariat) produk mereka yang batil tadi yang mereka susun untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala atau merubahnya dari tempat aslinya, mengotak-atiknya dan menuduh bid'ah orang-orang yang tidak sependapat dengan pendapatnya. Mereka konsekwen dengan pendiriannya hingga membuat geli para cendekiawan.

Oleh karena itu, para Salafush-Shalih menegaskan dalam aqidahnya bahwa surga dan neraka telah diciptakan dan sekarang keduanya sudah ada. Dinyatakan dalam tulisan-tulisan mereka bahwa inilah pendapat Ahlus-Sunnah dan Ahlul Hadits dan mereka tidak berbeda pendapat di dalamnya.

Abul Hasan Al-Asy'ari berkata dalam bukunya Kitab Maqaalatil Islamiyyin wa Ikhtilafil Mudhillin, mengungkapkan sejumlah prinsip Ahlul Hadits dan Ahlus-Sunnah berupa keyakinan adanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan apa saja yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan apa yang diriwayatkan para perawi yang jujur dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka semua menyepakati bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Mahaesa dan Berdiri Sendiri serta tidak mempunyai istri dan anak. Bahwa Muhammad adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Surga adalah benar adanya dan neraka adalah benar adanya. Hari Kiamat akan datang pada hari H-nya tanpa ada keragu-raguan di dalamnya. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala membangkitkan orang-orang yang ada dalam kubur dan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bersemayam di atas Arasy-Nya seperti yang la firmankan:

Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arasy." (Thaha: 5)

Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai dua tangan tanpa pertanyaan bagaimana bentuk kedua Tangan-Nya tersebut, seperti yang La firmankan,

"Aku ciptakan dengan kedua Tangan-Ku." (Shaad: 75). "(Tidaklah demikian), tetapi kedua Tangan Allah terbuka.” (Al-Maidah: 64)

Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai dua mata, dan tidak perlu ditanyakan bagaimana bentuk kedua Mata-Nya, seperti yang la firmankan,

“Perahu tersebut berlayar dengan kedua Mata-Ku.” (Al-Qamar. 14)

Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala juga mempunyai wajah, seperti yang difirmankan-Nya,

"Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (Ar-Rahman: 27)

Bahwa asma'-asma' (nama-nama) Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak bisa dinisbatkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti yang dikatakan oleh sekte Mu'tazilah dan Khawarij. Ahlus-Sunnah dan Ahlul Hadits juga menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai ilmu seperti yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan,

“Dan tidak seorang perempuan pun mengandung dan tidak pula melahirkan melainkan dengan ilmu-Nya.” (Fathir: 11)

Ahlus-Sunnah dan Ahlul Hadits juga meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai telinga dan mata. Mereka tidak menafikan bahwa keduanya juga dimiliki selain Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti yang diyakini sekte Mu'tazilah. Ahlus-Sunnah dan Ahlul Hadits juga meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai kekuatan seperti yang la firmankan,

"Ia menurunkannya dengan ilmu-Nya." (An-Nisa': 166)

“Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Allah yang mencip takan mereka itu lebih kuat daripada mereka.” (Fushshilat: 15)

Ahlus Sunnah dan Ahlul Hadits menegaskan bahwa di bumi ini tidak ada kebaikan dan kejelekan kecuali seperti yang telah dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala, seperti yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan,

“Dan kalian tidak mampu menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.” (Al-Insan: 30)

Atau seperti yang dikatakan kaum Muslimin bahwa apa yang dike hendaki Allah Subhanahu wa Ta'ala, pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya mustahil terjadi.

Mereka berkata bahwa orang tidak mungkin mampu mengerjakan sesuatu sebelum Ia mengerjakannya. Atau ia sanggup keluar dari ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Atau ia bisa mengerjakan sesuatu yang te lah diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa ia tidak akan mampu mengerjakannya. Mereka menandaskan bahwa tidak ada Pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bahwa segala perbuatan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menciptakannya dan bahwa manusia tidak sanggup menciptakan sesuatu. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi hidayah kepada kaum Mukminin sehingga mereka taat kepada-Nya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala membuat hina kaum kafir. Allah Subhanahu wa Ta'ala bersikap lembut dan ramah terhadap kaum Mukminin, mengawasi mereka dan meluruskan mereka dan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak bersikap lembut terhadap kaum kafir, tidak memberi petunjuk kepada mereka dan tidak meluruskan mereka. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala meluruskan kaum kafir, maka pasti mereka menjadi orang-orang yang shalih. Apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi hidayah kepada mereka, maka mereka menjadi orang-orang yang mendapat petunjuk. Allah Subhanahu wa Ta'ala mampu memperbaiki kaum kafir dan bersikap lembut terhadap mereka hingga mereka menjadi orang-orang Mukmin. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala berkehendak menjadikan mereka sebagai orang-orang kafir seperti yang Ia ketahui dan Allah Subhanahu wa Ta'ala membuat hina mereka, me nyesatkan mereka dan mengunci hati mereka. Kebaikan dan kejelekan adalah qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Mereka beriman kepada qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala; baik buruknya dan pahit manisnya. Mereka meyakini bahwa mereka tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat bagi diri mereka kecuali atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka mengembalikan segala permasalahan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, amat membutuhkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam setiap saat dan merasa perlu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam setiap kondisi.

Mereka berkata bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bukan makhluk-Nya. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bisa dilihat dengan mata kepala pada Hari Kiamat, seperti halnya bulan bisa dilihat pada saat bulan purnama. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bisa dilihat oleh kaum Mukminin dan tidak bisa dilihat oleh kaum kafir karena mereka terhalang dari melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala,

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Al-Muthaffifin: 15)

Bahwa Musa Alaihis-Salam memohon bisa melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dunia kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menampakkan diri-Nya kepada gunung dan menjadikan gunung tersebut hancur berkeping-keping. Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan kepada Nabi Musa Alaihis-Salam bahwa Ia tidak bisa dilihat di dunia dan hanya bisa dilihat di akhirat kelak.

Mereka tidak mengkafirkan seorang pun dari Ahlul Qiblat hanya karena dosa yang diperbuatnya, seperti: Zina, mencuri dan dosa-dosa besar lainnya. Status mereka tetap sebagai orang-orang yang beriman meskipun mengerjakan dosa-dosa besar. Keimanan yang mereka maksudkan adalah keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan takdir-Nya; baik dan buruknya atau manis dan pahitnya. Kesalahan mereka bukan berarti musibah

bagi mereka dan musibah yang ditimpakan kepada mereka tidak berarti untuk menyengsarakan mereka. Masuk Islam adalah dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti yang disinyalir dalam hadits dan bahwa Islam berbeda de ngan keimanan. Mereka menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala membolak-balik hati manusia dan menegaskan syafa'at bagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bahwa syafa'at tersebut diperuntukkan bagi umatnya yang telah mengerjakan dosa-dosa besar. Mereka mengimani adanya siksa kubur. Bahwa al-haudhu (kolam) adalah benar adanya. Shirat (titian) adalah benar adanya. Hari Kebangkitan setelah kematian adalah benar adanya. Hisab (penilaian) oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya adalah benar adanya dan berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah benar adanya. Mereka mene gaskan bahwa iman adalah ucapan dan tindakan. Bahwa iman itu bertambah dan berkurang dan tidak mengatakannya sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala atau bukan makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Mereka mengatakan bahwa asma’-asma'Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala itu sendiri. Mereka tidak memvonis orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa besar sebagai penghuni ne raka dan tidak memvonis orang-orang yang bertauhid sebagai penghuni surga hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri yang berwenang me nempatkan mereka di tempat mana yang dikehendaki-Nya. Mereka mengatakan bahwa segala urusan adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki, maka Ia menghukum mereka atau memberi ampunan kepada mereka. Mereka yakin sepenuhnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengeluarkan kaum yang bertauhid dari neraka sesuai dengan riwayat yang berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mereka menolak debat dan berbantah-bantahan dalam masalah agama dan silang pendapat dalam masalah takdir. Mereka tidak hanyut dalam debat seperti halnya pecandu debat dan berselisih paham tentang agamanya. Mereka lebih suka menerima riwayat-riwayat yang shahih dan atsar yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang tsiqah hingga mata rantainya (sanad) sampai kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan tidak bertanya bagaimana ini dan kenapa itu? Karena pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah bid'ah.

Mereka mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak memerintahkan tindak kejahatan. Justru Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang segala bentuk kriminalitas dan memerintahkan perbuatan yang baik dan tidak meridhai segala bentuk kesyirikan meskipun la menghendakinya.

(Haadil Arwaah Ilaa Bilaadil Afraah, Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah)

Next:

EksistensiSurga Part 1

EksistensiSurga Part 2

EksistensiSurga Part 3


Posting Komentar untuk "Eksistensi Surga Part 1"