Saling Sindir Tapi Tetap Elegan, Beginilah Adab Para Ulama
![]() |
| Kabeldakwah.com |
Perbedaan pendapat antar
para ulama adalah sesuatu lumrah terjadi. Diantara perbedaan itu ada yang
sampai ke tingkat persaingan atau rivalitas. Bahkan di level ulama senior
sekalipun.
Hanya sayangnya, ada yang
mempertontonkan perbedaan itu dalam bentuk yang tak sejalan dengan ilmu yang
mereka miliki. Walau tak sedikit juga yang mengekspresikan perbedaan itu dengan
cara yang elegan dan berkelas.
Contohnya apa yang terjadi antara Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (Syafi’iyyah) dan Imam Badruddin al-‘Aini (Hanafiyyah).
Raja al-Mu`ayyad membangun sebuah masjid
di daerah Ghoriyah – Kairo. Tokoh yang ditunjuk untuk menjadi pengajar ilmu
hadits di masjid itu adalah Badruddin al-‘Aini.
Menara masjid tidak
dibangun dengan kokoh. Menara itu miring dan membahayakan orang-orang yang
lewat di bawahnya. Hal ini pun menjadi pembicaraan masyarakat.
Ibnu Hajar ikut
mengomentari hal ini dengan sebuah syair:
لِجَامِعِ مَوْلاَنَا
الْمُؤَيَّدِ رَوْنَق
مَنَارَتُهُ
بِالْحُسْنِ تَزْهُوْ وَبِالزَّيْنِ
تَقُوْلُ وَقَدْ
مَالَتْ عَنِ الْقَصْدِ: أَمْهِلُوْا
فَلَيْسَ عَلىَ
جِسْمِيْ أَضَرُّ مِنَ الْعَيْنِ
Masjid Maulana (Raja)
begitu megah
Menaranya dihias dengan
sangat indah
Karena miring, ia pun
berkata: hati-hatilah
Tak ada yang lebih
membahayakan tubuhku selain ‘mata’
Sindiran dalam syair ini
ada pada kata العين (mata). Secara zahir,
yang dimaksud dengan ‘mata’ disini adalah mata orang yang melihat menara dengan
hasad sehingga menara pun miring karena terkena ‘ain.
Tapi makna yang
tersembunyi dibalik kata ‘ain ini adalah العيني yaitu Badruddin al-‘Aini
yang ditunjuk oleh Raja untuk menjadi pengajar di masjid itu. Seolah-olah
al-‘Aini adalah penyebab kesialan (فأل سيء) terhadap masjid dan
menaranya.
Ketika syair ini sampai
ke telinga Imam al-‘Aini, ia pun membalas dengan syair:
مَنَارَةٌ كَعَرُوْسِ
الْحُسْنِ إِذْ جُلِيَتْ
وَهَدْمُهَا بِقَضَاءِ
اللهِ وَالْقَدَرِ
قَالُوْا أُصِيْبَتْ
بِعَيْنٍ قُلْتُ وَيْحَكُمُ
مَا أَوْجَبَ الْهَدْمَ
إِلاَّ خِسَّةُ (الْحَجَرِ)
Menara seperti pengantin
cantik ketika dilihat
Rusaknya karena qadha
Allah dan qadar-Nya
Kata mereka ia terkena
‘ain, aku katakan: apa-apaan kalian
Tidak ada yang membuatnya
rusak melainkan buruknya batu bata
Sindiran dalam syair ini
terdapat dalam kata الحجر (batu). Secara zahir,
yang dimaksud dengan batu disini adalah batu bata yang menjadi bahan untuk
membangun menara.
Tapi makna yang
tersembunyi dari kata ini adalah ابن حجر yaitu Ibnu Hajar yang
mencoba menyindir Imam al-‘Aini sehingga layak dibalas dengan cara seperti itu.
Munafasah (persaingan)
antara Imam Ibnu Hajar dan Imam al-‘Aini sudah sangat masyhur.
Tapi keduanya tak kehilangan kehormatan ketika mengekspresikan rivalitas itu.
Ini yang disebut dengan
at-tauriyah dalam ilmu balaghah. Gaya tauriyah ini membuat perbedaan pendapat
keduanya -yang sampai ke tahap rivalitas- terlihat begitu indah dan tetap
memberikan faidah ilmu bagi murid-muridnya dan para pecinta ilmu secara umum.
Andaikan saja perbedaan
pendapat antar para ulama kita juga diekspresikan dengan cara yang elegan.
Ditulis oleh: YJ

Posting Komentar untuk "Saling Sindir Tapi Tetap Elegan, Beginilah Adab Para Ulama"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.