Seks atau Berhubungan Intim pada Waktu Berpuasa di Bulan Ramadhan
![]() |
Kabeldakwah.com |
Pertanyaan:
Dari hamba Allah di Cilacap.
Ustadz, bagaimana hukumnya berhubungan intim suami istri di siang hari atau di saat waktu berpuasa di bulan Ramadhan?
Jawaban:
Pada asalnya berhubungan intim dengan pasangan sah adalah halal hukumnya. Namun ketika kita sedang berpuasa, maka bersetubuh atau berhubungan intim saat itu adalah terlarang dan dapat menjadikan puasanya BATAL. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, bulan kehormatan, sehingga bersetubuh pada waktu berpuasa dibulan ramadhan maka ini merupakan sebuah pelanggaran dan pelanggaran tadi dihukumi dengan hukuman yang berat dalam kafaroh.
Didalam sebuah hadits
yang panjang disebutkan,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا
صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً
تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ
مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ،
فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ
فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ
أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ
مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ
الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ :»أَطْعِمْهُ
أَهْلَكَ»
“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai
Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang
terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang
puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah
engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi
menjawab, “Tidak.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,
“Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab,
“Tidak.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah
engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab,
“Tidak.” Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam.
Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, “Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas
menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah
akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi
Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota
Madinah dari keluargaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa
sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari, no. 1936 dan Muslim, no. 1111)
Menurut
mayoritas ulama, jimak bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadhan
(di waktu berpuasa) dengan sengaja dan atas kehendak sendiri (bukan paksaan),
mengakibatkan puasanya batal, wajib menunaikan qadha’, ditambah dengan
menunaikan kafarat. Terserah ketika itu keluar mani ataukah tidak. Wanita yang diajak hubungan
jimak oleh pasangannya (tanpa dipaksa), puasanya pun batal, tanpa ada
perselisihan di antara para ulama mengenai hal ini. Namun yang nanti jadi
perbedaan antara laki-laki dan perempuan apakah keduanya sama-sama dikenai
kafarat.
Pendapat yang tepat adalah pendapat yang
dipilih oleh ulama Syafi’iyah dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya bahwa
wanita yang diajak bersetubuh di bulan Ramadhan tidak punya kewajiban kafarat,
yang menanggung kafarat adalah suami. Alasannya, dalam hadits di atas, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kepada wanita yang bersetubuh
di siang hari untuk membayar kafarat sebagaimana suaminya. Hal ini menunjukkan
bahwa seandainya wanita memiliki kewajiban kafarat, maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tentu akan mewajibkannya dan tidak mendiamkannya. Selain itu,
kafarat adalah hak harta. Oleh karena itu, kafarat dibebankan pada laki-laki
sebagaimana mahar.
Kafarat yang harus dikeluarkan adalah dengan urutan
sebagai berikut:
1. Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari
cacat.
2. Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
3. Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang
miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud makanan.
Jika orang yang melakukan
jimak di siang hari bulan Ramadhan tidak mampu melaksanakan kafarat di atas,
kafarat tersebut tidaklah gugur, namun tetap wajib baginya sampai dia mampu.
Hal ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan bentuk utang-piutang dan hak-hak yang
lain. Demikian keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Minhaj Syarh
Shahih Muslim, 7:224. (https://rumaysho.com/20231-matan-abu-syuja-akibat-hubungan-seks-di-siang-hari-ramadhan.html)
Bagaimana jika hubungan
intim tersebut dilakukan berkali-kali di bulan Ramadhan?
Asy Syairozi berkata,
“Jika hubungan intim dilakukan dalam dua atau beberapa hari di bulan Ramadhan,
maka setiap harinya wajib dikenakan kafarah. Karena setiap hari puasa adalah
ibadah tersendiri. … Sedangkan jika hubungan intim tersebut diulangi dalam sehari
dua kali, maka untuk hubungan intim yang kedua tidak dikenai kafarah sebab
hubungan intim yang kedua tidak dianggap sedang berpuasa.” (Al Majmu’, 6: 239).
Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Menurut madzhab Syafi’i, orang yang mengulangi hubungan intim
dalam satu hari, maka kafarahnya cuma sekali yaitu untuk membayar kafarah jima’
(hubungan intim) yang pertama.” (Idem, 6: 240).
Beliau juga berkata,
“Sedangkan jika jima’ dilakukan di hari yang berbeda, maka kafarah yang berlaku
adalah untuk masing-masing hari.” (Idem).
Disusun oleh: Abdullah
Posting Komentar untuk "Seks atau Berhubungan Intim pada Waktu Berpuasa di Bulan Ramadhan"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.