Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 35 – Allah Itu Dekat, Semangatlah untuk terus Berdo'a Kepada-Nya

Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat” (QS. Al Baqarah: 186)

Ini adalah kaidah Qur`āniy dan keimanan yang memiliki hubungan erat dengan ibadah paling agung, yaitu ibadah doa.

Kaidah ini berkaitan dengan doa yang disebutkan setelah beberapa ayat tentang puasa. Mari sejenak kita renungkan beberapa petunjuk kaidah Qur`āniy ini:

1. Al-Qur`ān berisi empat belas pertanyaan, semuanya dimulai dengan kalimat “yas`alūnaka (Mereka bertanya kepadamu).” Kemudian jawabannya dimulai dengan kata “Qul (Katakanlah)” kecuali dalam satu ayat yang dimulai dengan kata “Faqul (Maka katakanlah)” dalam surah Ṭāha; kecuali di sini satu-satunya tempat di mana pertanyaannya dimulai dengan kalimat syarat: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku.” Dan jawaban syaratnya datang tanpa ada perantaraan fi’il Qul (kata kerja “katakanlah”), tetapi Allah langsung mengatakan, “Maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” Keberadaan pembatas meskipun singkat, yaitu kata Qul, seolaholah menjauhkan jarak yang dekat antara orang yang berdoa dengan Tuhannya, maka jawabannya disebutkan tanpa memakai perantara tersebut, tetapi langsung “Maka sesungguhnya Aku dekat.” Ini sebagai peringatan bahwa hamba sangat dekat dengan Tuhannya ketika berdoa. Ini merupakan jawaban yang paling pas tentang sebab turunnya ayat ini, jika riwayatnya sahih, yaitu ketika Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik kepada-Nya, atau jauh sehingga kita perlu memanggil-Nya?”

2. Renungkan firman Allah: “hamba-Ku”. Betapa lafal ini mengandung kasih sayang terhadap para hamba, di mana Allah menyandarkan mereka kepada diri-Nya yang Mahatinggi, Dia Mahasuci dan Maha Terpuji. Maka di manakah orang-orang yang mau berdoa? Di mana orang-orang yang mau mengetuk pintu karunia-Nya?

3. “Maka sesungguhnya Aku dekat.” Dalam kalimat ini terdapat penetapan kedekatan Allah, yang Mahamulia lagi Mahatinggi, dari hamba-hamba-Nya. Ini merupakan kedekatan khusus bagi orang-orang yang menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya. Ini, demi Allah, merupakan motivasi yang paling agung bagi seorang mukmin untuk bersemangat ketika berdoa kepada Tuhannya.

4. Firman Allah: “Aku kabulkan”, menunjukkan kemampuan Allah dan kesempurnaan pendengaran-Nya Subḥānahu. Ini tidak bisa dilakukan oleh siapa pun selain Allah Subḥānahu.

Raja mana pun di dunia ini, dan hanya bagi Allah permisalan tertinggi, berapa pun kekuatan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya tidak akan mungkin untuk melaksanakan semua apa yang diminta darinya, karena dia adalah makhluk yang lemah. Dia tidak bisa menolak sakit dan kematian dari dirinya, apalagi dari orang lain. Mahaberkah Allah yang Mahakuat lagi Mahaperkasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

5. Juga firman Allah: “Apabila dia berdoa kepada-Ku” mengandung isyarat bahwa di antara syarat doa dikabulkan adalah orang yang berdoa harus menghadirkan hatinya ketika berdoa kepada Tuhannya, jujur dalam berdoa kepada Maulanya, dengan cara ikhlas dan merasakan kefakiran diri kepada Tuhannya, memperlihatkan dirinya membutuhkan kemuliaan dan kedermawanan Allah.

6. Inti sari petunjuk yang langsung berkaitan dengan salah satu kaidah ibadah ini: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku” adalah Anda dapat melihat salah satu rahasia agung agama ini, yaitu tauhid. Dialah Tuhanmu, wahai orang mukmin, Raja segala raja, Maha Perkasa lagi Maha Sombong. Tidak ada kerajaan yang menyerupai kerajaan-Nya, tidak ada kekuasaan yang menyerupai kekuasaanNya. Anda tidak butuh membuat janji jika ingin berdoa kepada-Nya, juga tidak membutuhkan perizinan dan berbagai sarana lainnya. Anda cukup mengangkat kedua tangan, disertai hati yang jujur, dan meminta kebutuhan Anda. Sebagaimana dikatakan oleh Bakar bin Abdullah Al-Muzaniy, salah seorang tokoh tabiin, “Siapa lagi yang seperti Anda wahai anak Adam? Anda cukup berada di mihrab dan masuk ke dalamnya jika ingin bertemu Tuhanmu. Tidak ada pembatas dan penerjemah antara Anda dengan-Nya.” Sungguh, betapa besar nikmat ini, yang nilainya tidak diketahui kecuali oleh orang-orang yang mendapatkan taufik. Kalau tidak maka dia akan melihat apa yang terjadi dengan sebagian besar orang-orang muslim yang bodoh, yang bertawasul dengan para wali dan orang-orang saleh, atau mereka mengira bahwa doa tidak diterima kecuali melalui wali tertentu, atau sayyid tertentu.

Jika sudah jelas kedudukan kaidah ini, maka Anda akan menyadari bahwa kegagalan hakiki bagi seorang hamba adalah ketika dia terhalangi untuk mengetuk pintu Tuhannya, dan dirinya membuatnya lupa terhadap jalan yang agung ini. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Ḥāzim, “Saya kalau dihalangi untuk berdoa lebih saya takuti daripada saya dihalangi mendapatkan pengabulan.”

Di antara petunjuk kaidah ini yang berhubungan dengan kontesknya adalah anjuran untuk berdoa ketika berbuka puasa di bulan Ramadan dan hari lainnya. Ini ditunjukkan oleh makna lahir ayat Al-Qur`ān, amalan para salaf, dan dalam Sunnah yang marfū’ ada beberapa hadis yang dikuatkan oleh sebagian ulama. Namun demikian, Anda melihat makna lahir Al-Qur`ān menguatkan pendapat ini. Sisi pendalilannya dari ayat tersebut untuk pendapat ini adalah bahwa Allah Ta’ālā menyebutkan ayat ini, yakni ayat doa, pas setelah ayat-ayat tentang puasa, dan sebelum ayat-ayat tentang kebolehan menggauli istri di malam Ramadan. Ibnu Kaṡīr mengatakan, “Dalam penyebutan Allah Ta’ālā terhadap ayat yang memotivasi untuk berdoa ini, diselingi dengan hukum-hukum puasa, terdapat isyarat untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa setelah menyelesaikan hitungan (hari puasa), dan bahkan ketika setiap kali berbuka puasa.”

Alangkah indahnya seorang hamba ketika memperlihatkan kefakiran dan penghambaannya dengan berdoa kepada Maulanya, menangis di hadapan Sang Pencipta dan Pemberinya rezeki, di hadapan Pemilik ubun-ubunnya.

Alangkah bahagianya dia ketika bersungguh-sungguh berdoa pada waktuwaktu pengabulan doa untuk memohon kepada Tuhannya, meminta-Nya untuk memberikan sebagian dari karunia-Nya yang luas terkait kebaikan dunia dan akhirat.

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 35 – Allah Itu Dekat, Semangatlah untuk terus Berdo'a Kepada-Nya"