Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 32 – Allah Pasti Menepati Janji-Nya

Allah berfirman:

وَعۡدَ اللّٰهِ‌ؕ لَا يُخۡلِفُ اللّٰهُ وَعۡدَهٗ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ

"(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar Ruum: 6)

Ini merupakan kaidah Qur`āniy dan keimanan yang erat hubungannya dengan realitas kehidupan umat Islam saat ini secara khusus, umat yang hidup di tengah perubahan yang sangat cepat, yang dikira oleh sebagian orang telah berada di luar sunatullah. Padahal sebenarnya tidak demikian adanya.

Kaidah mulia ini disebutkan dalam konteks ancaman terhadap orang-orang kafir yang menentang dakwah Islam dengan pendustaan, pengingkaran, olokolokan, dan pelecehan. Allah Ta’ālā berfirman:

“Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan engkau (Muhammad), maka begitu pulalah kaum-kaum yang sebelum mereka, kaum Nuh, ‘Ād, dan Ṡamūd (juga telah mendustakan rasul-rasul-Nya), dan (demikian juga) kaum Ibrahim dan kaum Lut,…” sampai firman Allah, “Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Ḥajj: 42 – 47, Lihat: https://tafsirweb.com/5778-surat-al-hajj-ayat-42.html)

Maksudnya, bahwa orang-orang kafir itu mengatakan, “Kalau seandainya Muhammad itu jujur terkait ancamannya maka pasti ancaman tersebut akan disegerakan untuk kita.” Jadi, sambil berolok-olok mereka meminta azab itu segera diturunkan.

Kemudian datang jawaban atas ucapan mereka yang penuh dosa tersebut dengan kaidah ini yang menyiramkan keyakinan dan ketenangan ke dalam jiwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan jiwa para pengikutnya, orang-orang mukmin yang terusir, di mana telinga mereka sudah penuh dengan kata-kata penghinaan dari orang-orang kafir tersebut. Maka Allah yang paling jujur dalam berjanji dan paling jujur dalam menunaikan janji-Nya berfirman, “Dan Allah tidak menyalahi janji-Nya.”

Kaidah Qur`āniy ini: “Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya” tidak khusus terkait dengan makna yang disebutkan dalam konteks ayat itu saja, yaitu memberikan azab kepada orang-orang kafir, tetapi kaidah ini berlaku umum untuk setiap janji Allah, karena tidak ada yang bisa memaksa Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak ada pula yang bisa menolak perintah dan keinginan-Nya. Namun yang jadi masalah adalah tindakan para hamba dalam merealisasikan sebab-sebab yang berkaitan dengan janji Allah tersebut.

Kepastian makna ini menjadi sebab utama yang membangkitkan asa dalam jiwa orang-orang Islam untuk tetap kukuh dalam agama dan manhaj mereka yang benar, bahkan bisa menambah keyakinan mereka terkait orang kafir dan penganut keyakinan yang batil bahwa mereka berada dalam kesesatan dan penyimpangan. Maksudnya, seorang mukmin akan senantiasa melihat, baik dengan penglihatan mata atau penglihatan hati, kebenaran apa yang dijanjikan oleh Allah untuk para wali-Nya di dunia. Bagaimana tidak demikian, padahal dirinya senantiasa membaca contoh-contoh mencerahkan dalam Kitabullah?!

Bukankah kita membaca firman Tuhan kita dalam surah Āli ‘Imrān terkait pembicaraan tentang perang Uhud:

وَلَقَدۡ صَدَقَكُمُ اللّٰهُ وَعۡدَهٗۤ اِذۡ تَحُسُّوۡنَهُمۡ بِاِذۡنِهٖ‌ۚ

“Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.” (Āli ‘Imrān: 152)

Di pembukaan surah Ar-Rūm terdapat isyarat tentang sebab terbesar dalam melemahkan keyakinan terhadap janji rabani, yaitu ketergantungan dengan dunia dan keinginan meraihnya. Oleh karena itu, kalau Anda merenungkannya maka Anda akan mendapatkan bahwa manusia yang paling lemah keyakinannya dengan janji Allah adalah orang-orang yang terpedaya dengan dunia dan berkeinginan meraihnya; dan orang yang paling kuat keyakinannya adalah para ulama rabani dan pencari akhirat. Semoga dengan rahmat dan karunia-Nya, Allah menjadikan kita termasuk bagian dari mereka.

Hal ini tidaklah menjadi masalah bagi pembaca yang melewati beberapa ayat yang kadang dipahami bahwa dalam ayat tersebut terdapat semacam kebimbangan dan keragu-raguan dalam membenarkan janji Allah, seperti firman Allah Ta’ālā:

“Atau apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214, Lihat: https://tafsirweb.com/841-surat-al-baqarah-ayat-214.html)

Sesungguhnya ayat ini dan ayat-ayat lain yang semisal dengannya hanyalah menceritakan kejadian insidentil yang menimpa manusia karena kelemahannya atau karena ketergesa-gesaannya, dan bukan merupakan kondisi yang berkesinambungan. Jika keragu-raguan tidak boleh dinisbahkan kepada salah seorang mukmin, tentu hal itu lebih tidak boleh lagi dinisbahkan kepada para Nabi dan Rasul. Akan tetapi, karena hikmah yang agung, ayat-ayat tersebut disampaikan untuk menenangkan orang-orang beriman dari umat ini, bahwa kondisi-kondisi keputusasaan yang kadang-kadang menimpa seorang hamba hanyalah kejadian sejenak karena kuatnya tekanan pengusung kebatilan atau kekuasaan orang-orang kafir. Namun, itu semua tidak memengaruhi keimanannya dan juga tidak merusak kejujuran dan keyakinannya.

Seorang mukmin tidak mengusulkan waktu tertentu untuk kehancuran orangorang kafir, atau waktu untuk kemenangan Islam, atau janji-janji lainnya yang dibaca dalam nas-nas syariat. Tetapi yang menjadi tugasnya adalah berusaha menolong agamanya sesuai dengan kesanggupannya, tidak hanya menunggu berlakunya sunatullah, karena Allah tidak memerintahkan kita untuk melakukan hal ini. Oleh karena itu, hendaklah dia memeriksa kadar keberadaan syarat-syarat yang berkaitan dengan janji-janji tersebut. Jika misalnya dia membaca firman Allah,

وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fath: 7)

Maka hendaknya dia memeriksa sebab-sebab kemenangan yang diperintahkan oleh Allah. Apakah sebab-sebab tersebut sudah terealisasikan secara pribadi atau dalam umat ini secara bersama? Sehingga dia bisa menemukan jawaban pertanyaan ini, “Kenapa umat ini belum mendapat kemenangan menghadapi musuh-musuhnya?”

Kalau seseorang berusaha untuk menyebutkan ayat-ayat yang menjelaskan kaidah Qur`āniy yang baku ini: “Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya” maka itu akan membutuhkan waktu yang panjang. Akan tetapi, kita cukup menyampaikan apa yang sudah disebutkan. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menolong agama-Nya dan berdakwah di jalan-Nya.

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 32 – Allah Pasti Menepati Janji-Nya"