Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 31 – Pergaulilah Mereka dengan Cara yang Patut
Allah berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِٱلْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah
dengan mereka menurut cara yang patut.” (QS. An Nisaa': 19)
Ini adalah kaidah Qur`āniy dan keimanan yang erat
hubungannya dengan realitas sosial manusia, terlebih khusus di bidang interaksi
sosial. Kaidah Qur`āniy ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ālā:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ
لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ
مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ
فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
«Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.» (QS. An-Nisā`: 19)
Untuk membantu memahami kaidah ini maka kita akan menyebutkan sebab turunnya ayat yang mulia ini. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dahulu jika ada laki-laki yang meninggal dunia maka para walinya lebih berhak mewarisi istrinya. Jika mereka berkeinginan maka sebagian mereka boleh menikah dengannya, menikahkannya, atau tidak menikahkannya. Mereka lebih berhak daripada keluarga wanita itu. Maka ayat ini pun turun. (HR. Bukhari: 4303)
Kaidah Qur`āniy yang baku ini disebutkan dalam
konteks pengarahan rabani yang agung. Allah Ta’ālā berfirman terkait hal itu,
“Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi
kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An-Nisā`: 19)
Ayat ini
memerintahkan para suami untuk mempergauli istri-istri mereka dengan cara yang
patut (baik). Di antara cara yang patut itu adalah memberikan maharnya, nafkah,
pembagian giliran, tidak menyakitinya dengan perkataan kasar, tidak berpaling
darinya atau lebih condong kepada wanita lain, dan tidak cemberut di hadapannya
tanpa ada sebab kesalahan yang dilakukannya.
Orang yang merenungkan dan mencermati dalalah
kaidah yang agung ini: “
Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang
patut” akan mendapati bahwa Al-Qur`ān ini semuanya benar-benar firman Allah.
Hal ini bisa dijelaskan melalui beberapa aspek:
Apsek pertama, kaidah ini meskipun sedikit kalimatnya,
sebagaimana Anda lihat hanya dua kata saja, namun mengandung makna-makna yang
agung, penjelasannya bisa panjang. Yang kita bicarakan di sini hanya merupakan
pembahasan sekilas dan isyarat saja.
Aspek kedua, Allah mengembalikan masalah pergaulan tersebut
kepada ‘urf (adat kebiasaan) dan tidak membatasinya dengan sesuatu pun, karena
kebiasaan dan adat istiadat antara negara berbeda-beda sebagaimana sudah
dimaklumi, juga karena perbedaan kedudukan para suami yang ditinjau dari segi
harta, status sosial, dan berbagai bentuk level kehidupan lainnya yang menjadi
sunatullah pada makhluk-Nya.
Karena begitu agungnya posisi makna yang
ditunjukkan oleh kaidah Qur`āniy ini: “Dan bergaullah dengan mereka menurut
cara yang patut” maka Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menegaskan hak-hak ini
dalam perkumpulan teragung yang dikenal dunia pada saat itu, yaitu ketika
berkhotbah kepada manusia di hari Arafah.
Namun kondisi yang sangat menyedihkan seorang
mukmin adalah ketika dia melihat banyak yang menerobos kaidah ini dan tidak
memerhatikan batasanbatasannya. Anda lihat sebagian laki-laki hanya menghafal
dan mengulang ayatayat serta hak-hak yang menguntungkannya saja, dan tidak
membicarakan nas-nas yang menegaskan hak-hak istrinya. Maka sungguh celakalah
orang yang tidak adil dalam bersikap.
Sebaliknya, seorang istri hendaknya bertakwa
kepada Allah terkait suaminya. Hendaknya dia melaksanakan hak-hak suami
semampunya. Jangan sampai kekurangan suami dalam memenuhi hak-haknya membuat
dia membalas kekurangan tersebut terhadap hak-hak suaminya, dan hendaknya dia
bersabar serta mengharapkan pahala darinya.
Para ulama salaf dahulu sangat memahami dengan
benar makna-makna yang terkandung dalam nas-nas yang agung ini, di antaranya
adalah kaidah Qur`āniy yang baku ini: “Dan bergaullah dengan mereka menurut
cara yang patut.” Ibnu Abbas, ulama besar umat ini sekaligus mufasir Al-Qur`ān,
mengatakan, “Saya suka berhias untuk istri saya sebagaimana saya juga suka dia
berhias untukku, karena Allah Ta’ālā berfirman, “Dan mereka (para perempuan)
mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.” Saya tidak
suka meminta penuh semua hak saya darinya, karena Allah Ta’ālā berfirman,
“Tetapi para suami, mempunyai kelebihan di atas mereka.”
Yahya bin Abdurrahman Al-Ḥanẓaliy berkata, “Saya
pernah menemui Muhammad bin Al-Ḥanafiyyah. Dia pun keluar menemui saya dengan
jubah bagus dan jenggotnya meneteskan parfum. Saya berkata kepadanya, ‘Ada apa
ini?’ Dia menjawab, ‘Jubah ini dipakaikan oleh istri saya dan dia melumuri saya
dengan wewangian. Sesungguhnya para wanita menyukai dari kita apa yang kita
sukai dari mereka’.”
Inilah pandangan Islam yang sangat mendalam
terkait hubungan suami istri, yang diringkas oleh kaidah Qur`āniy yang baku
ini: “Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut.” Demikian juga oleh
kaidah: “Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut.” Jadi, hubungan tersebut dibangun di atas pergaulan
yang patut dan kesabaran dalam menghadapi kekurangan yang bisa timbul dari
salah satu pihak. Jika hubungan suami istri tersebut tidak bisa lagi
dilanjutkan, maka datang perintah untuk berpisah dengan cara yang patut juga,
cara yang menjaga kehormatan kedua belah pihak. Semua ini membuat seorang
muslim bangga dan memuji Allah atas petunjuk-Nya dan juga atas afiliasinya
terhadap syariat agung ini yang sempurna dari segala aspek. Dia akan melihat
dengan mata kemarahan kepada pena-pena kotor, seruan-seruan jahat yang membuat
wanita jika melihat sesuatu yang tidak disukai dari suaminya, dan juga
membisikkan kepada suami jika melihat sesuatu yang tidak disukai dari istrinya,
untuk menyimpangkan hatinya dari alur syariat untuk melakukan hubungan
terlarang bersama wanita ini atau lelaki itu.
(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah
Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al
Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 31 – Pergaulilah Mereka dengan Cara yang Patut"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.