Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 22 – Allah Tidak Menyia-nyiakan Pahala Orang yang Berbuat Baik
Allah Berfirman:
اِنَّهٗ مَنۡ يَّتَّقِ وَيَصۡبِرۡ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيۡعُ اَجۡرَ
الۡمُحۡسِنِيۡنَ
“Sesungguhnya orang yang
bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang
yang berbuat baik” (QS. Yusuf: 90)
Ini adalah salah satu
kaidah Qur`āniy yang baku terkait interaksi dengan Allah dan interaksi dengan
makhluk. Ini merupakan kaidah dan sarana mengadu bagi orang-orang yang tidak
dihargai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.
Kaidah ini disebutkan
dalam kisah Yusuf ‘alaihiṣṣalātu wassallām, yaitu ketika saudara-saudaranya datang:
“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata, ‘Wahai Al-’Azīz! Kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tidak berharga, maka penuhilah jatah (gandum) untuk kami dan bersedekahlah kepada kami. Sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang yang bersedekah.’ Dia (Yusuf) berkata, ‘Tahukah kalian (betapa buruknya) apa yang kalian telah lakukan kepada Yusuf dan adiknya, semasa kalian masih jahil (tentang buruknya perbuatan yang demikian)?’. Mereka lalu bertanya (dengan keheranan), ‘Apakah engkau Yusuf?’. Ia menjawab, ‘Akulah Yusuf dan ini adikku (Bunyamin). Sesungguhnya Allah telah mengaruniakan nikmat-Nya kepada kami. Sesungguhnya orang yang bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik’.” (QS. Yūsuf: 88-90, Lihat: https://kalam.sindonews.com/ayat/88/12/yusuf-ayat-88)
Betapa sering kita
menghafal pengertian takwa, bahkan sebagian kita mungkin hafal beberapa
pengetian takwa dan sabar, bahkan hafal pembagian sabar, akan tetapi kita
sering gagal di ujian pertama menghadapi kesabaran, atau sangat lalai dalam
menerapkan makna-makna syariat ini sebagaimana mestinya ketika dibutuhkan.
Saya tidak mengatakan
bahwa kita harus maksum dari dosa, akan tetapi maksud saya adalah kita semua
kecuali orang yang dirahmati oleh Allah, kadangkadang gagal dalam mewujudkan
takwa dan kesabaran ketika sangat diperlukan dan datang waktu untuk
merealisasikannya.
Setiap kita hafal bahwa
takwa adalah mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi semua
larangannya.
Semua kita juga menyadari
bahwa semua itu membutuhkan kesabaran, ketabahan, dan pengekangan diri dalam
batas-batas apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tetapi yang jadi
masalah adalah keberhasilan dalam menerapkan kedua sifat agung tersebut pada
waktunya.
Kaidah Qur`āniy yang
mulia ini memiliki medan penerapan yang sangat banyak dalam kehidupan seorang
mukmin, bahkan terdapat juga dalam Kitab Allah yang dibacanya. Di antaranya:
1. Syekh Islam Ibnu
Taimiyah ketika mengomentari kaidah ini dalam surah Yūsuf 'alaihiṣṣalātu
wassallām, beliau mengatakan:
"Setelah dizalimi,
Yusuf kemudian diuji dengan ajakan untuk berbuat keji (zina). Dia dirayu untu
melakukannya dan yang merayunya itu meminta tolong kepada orang yang bisa
menolongnya agar melakukan perbuatan tersebut. Tetapi Yusuf menghindar dan
lebih memilih untuk dipenjara daripada melakuan perbuatan keji. Dia lebih
memilih siksa dunia daripada kemurkaan Allah. Dia termasuk orang yang dizalimi
oleh orang yang mencintainya dengan mengikuti hawa nafsu dan tujuan jahatnya."
Kemudian Syekh Islam
membahas cobaan yang dialami Yusuf dari saudara-saudaranya, dan bagaimana dia
mengahadapi dua macam kejahatan dengan penuh ketakwaan dan kesabaran;
Adapun kejahatan pertama, dia dizalimi oleh
saudara-saudaranya yang menjerumuskannya dari kebebasan menuju perbudakan yang
batil tanpa ada pilihan darinya.
Kemudian kejahatan kedua, dia dizalimi oleh istri
raja, yang membuat dia terpaksa harus lebih memilih penjara.
Kemudian Syekh Islam
menjelaskan kebakuan kaidah Qur`āniy ini dengan mengatakan, “Demikian juga
seorang mukmin jika diuji terkait keimanannya, dan diminta supaya dia mau
melakukan kekufuran, kefasikan, atau kemaksiatan, jika dia tidak melakukannya
maka dia akan disakiti dan disiksa; maka dia hendaknya lebih memilih disakiti
dan disiksa daripada kehilangan agamanya, bisa jadi dengan dipenjara atau dengan
diusir dari negeri sendiri, sebagaimana kaum Muhajirin dahulu yang lebih
memilih meninggalkan negeri mereka daripada meninggalkan agama mereka lantaran
disiksa dan ditindas.”
2. Di antara bentuk
penerapan kaidah Qur`āniy ini adalah mendidik jiwa untuk bertakwa dan sabar menghadapi kegemaran
terhadap gambar (foto) yang telah merusak hati sebagian manusia, karena
ketergantungan hati mereka dengan gambar-gambar tersebut, baik berupa gambar
hidup (video) atau dalam bentuk foto.
Sungguh, fitnah foto ini
sudah sangat kronis di zaman kita. Belum pernah ada dalam sejarah foto-foto
tersebut tersebar melebih kedahsyatannya pada zaman sekarang ini, juga terkait
keahlian dalam mengambil gambarnya, mengedit penampilannya, serta kemudahan
yang ada untuk mendapatkan gambar-gambar haram dan tidak haram melalui
internet, telepon genggam, dan berbagai sarana lainnya.
Seorang mukmin yang mau
menasihati dirinya harus bertakwa kepada Tuhannya dan berusaha melawan dirinya
untuk menjauhi kubangan kotor ini, yakni, dosa melihat-lihat gambar yang
diharamkan. Hendaknya dia yakin bahwa apa yang diberikan Allah ke dalam hatinya
berupa keimanan, cahaya, kelapangan hati, dan ketenangan akan jauh lebih baik
daripada kelezatan sesaat yang didapatkannya dari gambar-gambar tersebut.
3. Di antara bentuk
penerapan kaidah Qur`āniy ini adalah bahwa manuisa kadang-kadang diuji dengan
orang-orang yang dengki dengan kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.
Dampak dari hasad
tersebut, dia bisa mendapat berbagai macam kejahatan verbal dan juga fisik,
sebagaimana terjadi pada salah seorang anak Adam ketika dia didengki oleh
saudaranya karena Allah menerima kurbannya dan tidak menerima kurban saudaranya
tersebut. Juga sebagaimana yang terjadi dalam kisah Yusuf bersama
saudara-saudaranya. Ini juga bisa terjadi terhadap seorang wanita dengan
madunya, atau seorang teman dengan rekan kerjanya.
Jenis kedengkian ini
biasanya terjadi di antara orang-orang yang berstatus sama dalam hal
kepempimpinan, harta, atau pekerjaan, jika salah seorang dari mereka mendapatkan
suatu kelebihan, sementara yang lain tidak mendapatkannya. Demikian juga
terjadi di antara teman sejawat, karena salah seorang membeci temannya
mendapatkan karunia lebih darinya.
Orang-orang yang mendapat
ujian seperti itu hendaknya mengingat kaidah Qur`āniy ini: “Sesungguhnya orang
yang bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang yang berbuat baik.” Dan hendaknya dia juga mengingat firman Allah Ta’ālā:
وَاِنۡ تَصۡبِرُوۡا وَتَتَّقُوۡا لَا يَضُرُّكُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيۡـــًٔا ؕ اِنَّ
اللّٰهَ بِمَا يَعۡمَلُوۡنَ مُحِيۡطٌ
«Jika kamu bersabar dan
bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh,
Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.» (QS. Āli ‹Imrān: 120)
(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal
Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 22 – Allah Tidak Menyia-nyiakan Pahala Orang yang Berbuat Baik"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.