Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Persyaratan Hewan ‘Aqiqah Sama dengan Hewan Qurban?

Apakah Persyaratan Hewan ‘Aqiqah Sama dengan Hewan Qurban?

Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Dhahirnya, syarat-syarat yang untuk hewan qurban tidak harus ada pada hewan ’aqiqah. Artinya, sah hukumnya jika seseorang meng-’aqiqahi anaknya dengan kambing yang memiliki cacat atau hal-hal yang lain yang tidak memenuhi persyaratan hewan kurban. Asy-Syaukani berkata:

‏ الثاني هل يشترط فيها ما يشترط في الأضحية وفيه وجهان للشافعية‏.‏ وقد استدل بإطلاق الشاتين على عدم الأشتراط وهو الحق لكن لا لهذا الإطلاق بل لعدم ورود ما يدل ههنا على تلك الشروط والعيوب المذكورة في الأضحية وهي أحكام شرعية لا تثبت بدون دليل‏

“Kedua, apakah persyaratan bagi hewan ’aqiqah seperti persyaratan hewan kurban? Bagi Syafi’iyyah ada dua pendapat. Yang tidak mengkaitkan hewan ’aqiqah dengan syarat-syarat tersebut berdalil dengan penyebutan “syaataini” secara mutlak tanpa menyebut syarat-syarat tertentu. Inilah pendapat yang benar. Bahkan, tidak ada satu hadits pun yang menunjukkan bahwa hewan untuk ’aqiqah harus memenuhi syarat dan tidak memiliki cacat seperti yang diwajibkan pada hewan kurban. Perkara ini adalah masalah syari’at, dan masalah syari’at tidak boleh ditentukan kecuali dengan adanya dalil”.[1]

Yang Diucapkan ketika Menyembelih Hewan ’Aqiqah

1. Mengucapkan basmalah dan bertakbir (bismillaahi wallaahu akbar!!)

Allah ta’ala berfirman:

مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ

“Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya)” (QS. Al-Maaidah: 4).

وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan” (QS. Al-Maaidah: 121).

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

Dari Anas ia berkata: Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir”.[2]

Jika seseorang lupa membaca basmalah ketika menyembelih, maka tidak mengapa.

2. Menyebut nama orang yang ber-‘aqiqah.

عن عائشة قالت يعق عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة قالت عائشة فعق رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الحسن والحسين شاتين شاتين يوم السابع وأمر أن يماط عن رأسه الأذى وقال اذبحوا على اسمه وقولوا بسم الله الله أكبر اللهم منك ولك هذه عقيقة فلان

قال وكانوا في الجاهلية تؤخذ قطنة تجعل في دم العقيقة ثم توضع على رأسه فأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يجعلوا مكان الدم خلوقا

Dari ’Aisyah ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melakukan ’aqiqah untuk Al-Hasan dan Al-Husain dengan menyembelih masing-masing dua ekor kambing pada hari ketujuh kelahirannya. Beliau memerintahkan untuk menghilangkan kotoran di kepalanya. Beliau berkata: ’Sembelihlah atas nama-Nya, dan katakanlah: Bismillaahi Allaahu akbar. Allaahumma minka wa laka hadzihi ’aqiiqatu Fulaan (Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu ’aqiqah si Fulan ini)”.

Perawi berkata: “Dulu pada masa Jahiliyyah, mereka mengambil kapas yang dibasahi dengan darah hewan ‘aqiqah, yang kemudian mereka oleskan pada kepala anak/bayi. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mengganti darah (yang dioleskan pada kepala anak) dengan khuluuq (wewangian)”.[3]

Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo



[1] Nailul-Authaar, 5/138.

[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966.

[3] Diriwayatkan oleh Abu Ya’la no. 4521, Al-Baihaqi 9/303-304 no. 19294, ‘Abdurrazzaq no. 7963, dan Al-Hakim no. 7588; semuanya melalui jalur Ibnu Juraij, dari Yahya bin Sa’id, dari ‘Amarah, dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa. Sebagian ulama mendla’ifkan hadits ini karena ‘an’anah Ibnu Juraij. Akan tetapi, dalam riwayat Ibnu Hibban (Mawaaridudh-Dham’aan no. 1057), Ibnu Juraij telah menegaskan bahwa ia mendengar hadits dari Yahya bin Sa’id. Riwayat Ibnu Hibban ini sanadnya shahih dengan penyebutan riwayat secara ringkas hanya pada potongan terakhir, yaitu pada kalimat: “Dulu pada masa Jahiliyyah,....”.

Posting Komentar untuk "Apakah Persyaratan Hewan ‘Aqiqah Sama dengan Hewan Qurban?"