Ada Lima Jenis Manusia dan Jangan jadi yang Ke Lima - Ust. Dr. Aris Munandar, S.S., M.P.I.
![]() |
Kabeldakwah.com |
Ada sebuah untaian kalimat yang sangat bagus untuk kita
ketahui,
أن عون بن عبد الله
حدثه قال : [حدثت ] عمر بن عبد العزيز أنه كان يقال : إن [استطعت ] فكن عالما ،
فإن لم تستطع فكن متعلما ، وإن لم تستطع
فأحبهم ، وإن لم تستطع فلا تبغضهم . فقال عمر بن عبد العزيز : لقد جعل الله عز وجل
له مخرجا إن قبل " .
Aun bin Abdillah
menyampaikan bahwa ada kalimat bijak yang mengatakan,
“Jadilah orang yang benar-benar berilmu dan mengajarkan ilmunya. Jika tidak bisa, jadilah orang yang tidak pernah bosan belajar. Jika tidak bisa, cintailah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu. Jika tidak mampu jangan benci mereka”.
Mendengar kalimat bijak
tersebut Umar bin Abdul Azizi menyetujuinya dan berkomentar,
“Sungguh Allah telah
jadikan baginya jalan keluar (mencintai alim guru ngaji dan orang yang terus
belajar) jika dia mau” (Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi hlm 143)
كن عالما أو متعلما أو
مستمعا ولا تكن الرابع فتهلك
Abu Darda’, salah seorang shahabat Nabi SAW
mengatakan, “Jadilah orang yang berilmu/guru ngaji atau pelajar sejati atau
orang yang hobi mendengar ilmu. Jangan menjadi orang keempat (orang yang benci
ilmu dan orang yang berilmu) niscaya engkau akan binasa” (Ithaf as-Sādah
al-Muttaqin 1/101)
Jadilah
salah satu dari empat jenis manusia:
Pertama,
alim sejati nguru ngaji yang luas ufuk dan cakrawalanya sehingga lapang dada
dengan perselisihan dan merangkul meski dengan yang berbeda.
Kedua, pelajar sejati seorang
yang serius dan terus belajar, pegang kitab dan rajin mencatat, dan menghormati
semua orang yang berilmu meski beda afiliasi.
Ketiga, pencinta majelis ilmu
meski bukan penuntut ilmu, pelajar sejati. Orang ini suka menghadiri pengajian
meski hanya jadi pendengar semata.
Banyak materi pengajian
yang sebenarnya kurang dia pahami tapi demi pahala menuntut ilmu dan bergaul
dengan orang-orang yang baik dia semangat hadir di majelis pengajian.
Keempat, pencinta orang yang
belajar dan mengajar. Orang ini sibuk bisnis, kerja dan cari duit tapi jika ada
masalah hidup dia rajin konsultasi dengan guru ngaji, orang yang tulen berilmu.
Dengan hartanya dia bersemangat membantu dakwah dan kegiatan pendidikan Islam.
Jangan jadi manusia kelima, pembenci orang berilmu,
para guru ngaji. Lebih jelek lagi jika ternyata yang begitu dibenci adalah guru
sendiri.
Benci dengan ilmu dan
orang yang berilmu ini terlihat salah satunya dari semangat untuk membubarkan
pengajian. Padahal pengajian yang dibubarkan itu tidak punya dosa kecuali hanya
mengajarkan kebaikan.
Karena tidak suka dengan
pemateri, guru ngaji maka pengurus masjid diprovokasi untuk membubarkan
pengajian yang sudah berjalan bertahun-tahun, bahkan sebagiannya umur pengajian
tersebut sudah lebih dari 20 tahun.
Semakin tragis dan miris
ternyata pihak masjid atau panitia pengajian itu lebih percaya provokator dari
pada guru ngaji yang sudah puluhan tahun membersamai.
Membubarkan pengajian
adalah bagian dari Dosa “merobohkan” masjid sebagaimana firman Allah,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن
مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا
Yang artinya, “Tidak ada orang yang lebih
zalim dibandingkan orang yang melarang masjid-masjid Allah untuk digunakan
mengingat nama-Nya dan berusaha merobohkan masjid” (QS al-Baqarah: 114)
Ar-Razi dalam kitab tafsirnya menjelaskan
bahwa merobohkan masjid itu ada dua macam, merobohkan secara fisik dan
merobohkan secara abstrak semisal membubarkan pengajian.
الْمَسْأَلَةُ
الْخَامِسَةُ: السَّعْيُ فِي تَخْرِيبِ الْمَسْجِدِ قَدْ يَكُونُ لِوَجْهَيْنِ.
أَحَدُهُمَا: مَنْعُ الْمُصَلِّينَ وَالْمُتَعَبِّدِينَ وَالْمُتَعَهِّدِينَ لَهُ
مِنْ دُخُولِهِ فَيَكُونُ ذَلِكَ تَخْرِيبًا. وَالثَّانِي: بِالْهَدْمِ
وَالتَّخْرِيبِ
“Usaha untuk merobohkan
masjid itu ada bentuk. Pertama, menghalangi orang yang mau mengerjakan shalat,
orang yang mau beribadah dan orang yang biasa ke masjid untuk memasukinya.
Tindakan semisal ini tergolong ‘merobohkan’ masjid. Kedua, dengan menghancurkan
dan merobohkan secara fisik” (at-Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib 12/4)
وَكانَ فِي
الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ يُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ وَلا يُصْلِحُونَ
Allah berfirman yang artinya, “Di kota itu
(Hijr, kota Nabi Shalih) terdapat sembilan orang yang membuat kerusakan di muka
bumi dan tidak memperbaikinya” (QS. An-Naml: 48)
وَقِيلَ: فَسَادُهُمْ
أَنَّهُمْ يَتَّبِعُونَ عَوْرَاتِ النَّاسِ وَلَا يَسْتُرُونَ عَلَيْهِمْ.
Salah satu penjelasan ahli tafsir mengenai
makna ayat ini adalah “kerusakan yang mereka lakukan adalah hobi mencari-cari
kekurangan/kejelekan orang lain dan tidak menutupinya” (Tafsir al-Qurthubi
13/215)
Jika tidak menutupi
kekurangan yang itu nyata adalah “kerusakan” di muka bumi apatah lagi fitnah
dan tuduhan-tuduhan dusta tanpa bukti. Tentu itu termasuk super “kerusakan”.
Jika dulu di kota Hijr,
negeri Nabi Shalih ada sembilan orang yang bermusyawarah untuk membuat
kerusakan di muka maka di sebuah kota di Negara Konoha terdapat sepuluh orang
yang rapat berjilid-jilid untuk campur tangan rumah tangga orang lain, membuat
super kerusakan dan tidak melakukan perbaikan.
Ditulis oleh: Ust. Dr. Aris Munandar,
S.S., M.P.I.
Posting Komentar untuk "Ada Lima Jenis Manusia dan Jangan jadi yang Ke Lima - Ust. Dr. Aris Munandar, S.S., M.P.I."
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.