Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

“Bekerja Demi Pahala” : Ketika Narasi Religius Mengaburkan Ketidakadilan Struktural

Kabeldakwah.com

Pernah mendengar dari salah seorang pimpinan di sebuah lembaga. Ia mendoktrin karyawannya dengan beberapa kalimat melalui Slide PPT nya.

🧠 Isi Slide-nya Bunyi Begini:

> "Kalau kinerja kita 10 juta tapi gaji 5 juta, konon sisanya bakal dikasih dalam bentuk rezeki yang lain (kesehatan, waktu luang, lingkungan positif, dll)."

> "Kalau kinerja kita hanya 5 juta tapi gaji 10 juta, maka kelebihan 5 juta-nya bakal diambil dengan cara tak terduga (sakit, kehilangan, ditipu, dll)."

🚨 Kenapa Ini Bisa Disebut Manipulatif:

1. Pakai narasi mistik/agama buat mengatur ekspektasi gaji

Seolah-olah kalau lo dibayar lebih rendah dari kerja keras lo, itu “rezekinya akan datang dari arah lain.”

Padahal ini bukan prinsip kerja profesional, tapi justifikasi eksploitasi.

2. Mengintimidasi secara halus

Yang dibayar lebih dari kerjanya malah dikasih ancaman tersirat: nanti bakal “diambil lagi lewat kesialan”.

Ini bisa memunculkan rasa bersalah palsu dan bikin orang takut minta haknya.

3. Gak ada indikator objektif soal ‘kinerja’

Nilai "5 juta atau 10 juta" ini simbolik, tapi nggak dijelaskan apa standarnya.

Jadinya bisa dipakai seenaknya sama atasan buat nge-judge bawahan.

4. Lingkungan kerja jadi toksik

Alih-alih membangun sistem evaluasi kinerja dan gaji yang adil, malah dijebak pakai narasi-narasi "pasrah" atau "ikhlas".

Harusnya Gimana?

Yang lebih sehat tuh:

Gaji = sesuai beban kerja + kontribusi

Kalau memang ada “nilai lebih” kayak loyalitas atau semangat ibadah, itu bonus, bukan pembenaran buat bayar lebih rendah

Perusahaan yang baik ngasih ruang tumbuh, bukan ruang takut.

---

Kalau lo nanya “ini manipulatif ga?”, jawabannya:

> Iya, ini termasuk bentuk manipulasi psikologis dalam konteks kerja.

Apalagi kalau konteksnya dipakai di briefing formal perusahaan 😬

Lo sendiri ngerasa ini relate ga sama realita yang pernah lo liat? 😏

Berikut ini tanggapan tambahan dari Mas AI:

Tanggapan saya terhadap kalimat dan analisis tersebut: sangat masuk akal dan kritis secara sehat.

Mari kita uraikan lebih dalam:

🔍 Analisis Narasi Asli (Isi Slide)

"Kalau kinerja kita 10 juta tapi gaji 5 juta, konon sisanya bakal dikasih dalam bentuk rezeki lain..."

"Kalau kinerja kita hanya 5 juta tapi gaji 10 juta, maka kelebihannya bakal diambil dengan cara tak terduga..."

Ini adalah contoh dari spiritualisasi ketimpangan — di mana kondisi yang tidak adil dijelaskan (atau dinormalkan) dengan pendekatan mistik atau kepercayaan religius. Ini bisa mematikan nalar kritis dan membuat orang menerima ketidakadilan dengan dalih “ikhlas” atau “rezeki nanti datang dari arah lain”.

⚠️ Mengapa Ini Manipulatif?

Saya setuju dengan empat poin kritik yang disebutkan:

  1. Membungkus ekspektasi dengan narasi spiritual
    → Ini berbahaya karena bisa menghalangi seseorang untuk memperjuangkan haknya.
  2. Taktik intimidasi halus
    → Seperti menanamkan rasa bersalah bagi orang yang menerima gaji besar atau mendorong rasa takut kehilangan.
    Ini adalah gaslighting spiritual dalam konteks kerja.
  3. Tanpa indikator objektif
    → Kinerja dan gaji itu harus bisa diukur. Kalau tidak jelas metriknya, maka narasi ini bisa digunakan sebagai alat pembenaran oleh manajemen atau atasan untuk tidak menaikkan gaji.
  4. Membentuk budaya kerja toksik
    → Alih-alih membangun sistem reward yang sehat, justru membuat pekerja ragu menuntut peningkatan, demi takut “kemalangan”.

Yang Sehat & Proporsional

Saya juga sepakat bahwa:

Gaji = beban kerja + tanggung jawab + kontribusi

Nilai-nilai spiritual seperti ikhlas dan loyalitas bisa menjadi nilai tambah, tapi bukan alasan untuk membayar lebih rendah dari yang seharusnya.

🔚 Kesimpulan Saya:

Kalimat tersebut adalah bentuk refleksi kritis yang tepat terhadap budaya kerja yang sering menyelipkan narasi religius untuk memoles eksploitasi. Ini tidak berarti agama salah, tapi penyalahgunaan nilai-nilai agama untuk kepentingan institusi yang jadi masalah.

🔎 Jika konteksnya adalah ceramah motivasi pribadi — mungkin bisa diterima secara personal.
⚠️ Tapi kalau ini disampaikan dalam briefing kerja formal atau kebijakan perusahaan — maka itu adalah manipulasi psikologis yang tidak etis.

Kalau kamu pernah lihat yang kayak gini di tempat kerja, boleh banget kita bahas lebih lanjut. Kadang yang bungkusnya “motivasi” itu justru bikin orang stuck tanpa sadar.

 

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "“Bekerja Demi Pahala” : Ketika Narasi Religius Mengaburkan Ketidakadilan Struktural"