Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makan – Makan Di Tempat Keluarga si Mayyit - Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri

Kabeldakwah.com

Makan – Makan Di Tempat Keluarga si Mayyit

Yang dikomentari itu fokusnya pada galak tawa bukan hukum makan makan.

Oke, keren banget kawan. Bila demikian, berarti tujuan dan maksud status saya benar benar telah tersampaikan dengan sempurna.

Konsep bahwa keluarga mayyit yang masak masak besar, dan budaya bahwa takziah itu harus makan berat (nasi, lengkap dengan lauk dan jamuan lainnya) telah tersampaikan. Pesan bahwa praktek semacam ini telah menjadi keresahan para ulama’ termasuk ulama’ ulama’ syafii, sampaipun seperti penulis kitab ‘Ianatut Tholibin yang dalam karyanya beliau menukilkan fatwa Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan As Syafii Al Makki yang dengan tegas menyatakan bahwa praktek semacam ini, termasuk peringatan hingga empat puluh hari  adalah bid’ah. Menurut beliau bila pemerintah setempat mencegah praktek semacam ini maka itu adalah satu jasa besar dalam menghentikan praktek bid’ah dan kemungkaran. (I’anatu At Thalibin 2/146)

Saya yakin, keterangan seperti ini pasti telah diketahui oleh para santri apalagi para kiyai di negri kita tercinta. Namun faktanya masih banyak yang menyelisihinya, ini menggambarkan bahwa antara proses edukasi dengan praktek masyarakat masih ada kesenjangan.

Maka dari itu para nitizen yang sebagiannya saya tahu adalah kiyai muda dan juga santri pesantren tidak mengomentari masalah ini, sebagai bukti bahwa secara prinsip masalah ini disepakati. Namun masih butuh proses panjang, untuk menyadarkan budaya yang telah turun temurun sejak dahulu kala. 

Bahkan butuh peran penguasa untuk bisa menghentikan budaya yang menyimpang seperti ini. Upaya untuk mencegah praktek salah seperti ini telah dilakukan oleh para ulama’, kiyai dan santri sedari dahulu, namun belum berhasil, karena potensi ummat Islam belum bersatu, terutama peran para penguasa.

So, tidak semua membenarkan atau merestui praktek yang ada di masyarakat, namun derasnya arus budaya yang menjadikan upaya para kiyai dan santri belum membuahkan hasil secara maksimal.

Sebagaimana di sisi lain, ada sebagian masyarakat yang apriori atau kaku dalam menilai masalah ini, sehingga sekedar suguhan tamu, bahkan tamu yang datang dari jauhpun dianggap bid’an dan haram.

Perlu saya ceritakan di sini: takziah keluarga besar STDI Imam Syafii Jember ke rumah Usta Syafiq dilakukan pada hari ke-2, dan bertepatan dengan waktu shalat zuhur. Setiba di rumah duka, oleh beliau kami langsung diajak ke Masjid terdekat .

Sepulang dari masjid, sajian berupa air kemasan, buah berupa jeruk dan salak, dan kemudian di susul dengan Pizza Hut disajikan di meja.

Sebagian tamu, termasuk sebagian ustadz dan karyawan STDI Imam Syafii, ada yang makan atau minum. Sedang sebagian lainnya, memilih diam takut untuk sekedar minum air kemasan apalagi pizza dan buah yang disajikan. Walaupun mereka mengetahui kebanyakan dari sajian itu dari bawaan jamaah pentakziah.

Ketika saya datang dan melihat pemandangan inil, saya langsung berkata kepada semua: Lo kok ust Syafiq menyajikan makanan, apa ini tidak haram dan bid’ah? Segera saya mengeluarkan HP dan memfoto teman teman yang sedang tersontak membisu kaku. Sayapun semakin nakal, mengatakan kepada teman teman sendiri, ngaku salafi tapi makan makan di rumah duka, bagaimana itu kata dunia.

Tak ayal lagi, forum benar benar menjadi terkesan  horor dan kaku.....

Ust Syafiq sebagai tuan rumah, balik mekata: taya itu anggota dewan fatwa perhimpunan Al Irsyad. Saya balik menimpali ucapan beliau dengan berkata: Lo antum kan tuan rumah, kok menyuguhkan makanan, bagaimana ini?

Saya semakin nakal, dengan mengatakan bahwa vidio yang saya ambil akan saya unggah di medsos saya.

Tegaaaaang dan ada perasaan berdosa, apalagi makan makanan haram, bid’ah dan dosa besar.

Kebayang bukan, bagaimana rasanya pentakziah saat itu? Tegaaaaaaang, dan mulai saling tuding, anu dan si anu yang memulai makan atau minum.

Ditambah lagi, ustadz Ayatullah berkomentar seperti yang dalam vidio: “Sekarang di STDI, snack hari senin dan kamis dihapus.” (maksudnya: makan di rumah beliau itu sebagai pelampiasan dihapuskannya snack di kantor pada hari seniin dan kamis. Padahal hari bertakziah itu bukan hari senin, namun hari selasa.

Komentar beliau tak ayal lagi suasana yang semula tegang, mencair dan banyak dari mereka yang tertawa....

Perlu diketahui bahwa di kampus kami STDIIS, setiap hari semua karyawan mendapat jatah snack dan juga makan siang, namun akhir akhir ini, karena banyak yang puasa senin dan kamis, maka bagian Rumah Tangga kampus mengambil kebijakan bahwa jatah snack hari senin dan kemis ditiadakan.

Setelah mereka tertawa, sayapun menjelaskan hukum makan dan menyuguhkan makanan kepada tamu saat bertakziah, seperti yang telah saya sampaikan pada status sebelumnya.

So, jelas ya, bahwa sepatutnya keluarga yang berduka tidak masak masak untuk disajikan kepada tetangga, sehingga tidak menambah duka, karena harus menanggung biaya apalagi sampai berhutang-hutang namun sebaliknya tetanggalah yang membawakan makanan.

Sebagaimana syari’at menghormati tamu apalagi yang datang dari jauh, juga tetap bisa dialaksanakan dan tidak menjadi haram atau bid’ah hanya karena ada keluarga yang meninggal dunia. Dengan demikian ini, syari’at islam bisa dipahami dan dilaksanakan secara berimbang.

Semoga mencerahkan yang selama ini maish terbelenggu dengan budaya yang menyimpang dan melunakkan yang selama ini kaku kurang luwes dalam memahami dan mengamalkan tuntunan syari’at. Amiin.

Ditulis oleh: Ust. Dr. M. Arifin Badri

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store

Posting Komentar untuk "Makan – Makan Di Tempat Keluarga si Mayyit - Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri"