Gunakan Hak Suara Anda dan Jangan Golput - Ulama Ulama Yang Membolehkan Hak Pilih dalam Pemilu
![]() |
Kabeldakwah.com |
HIMBAUAN PARA ASSATIDZ SALAFI UNTUK TIDAK
GOLPUT SERTA FATWA DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-IRSYAD TENTANG BOLEHNYA
MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU
●Dr. Firanda Andirja, Lc,
MA
●Nizar Sa’ad Jabal, Lc, M.PdI
●Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA
●Dr. Sofyan bin Fuad
Baswedan, Lc, MA
●Dr. Muhammad Arifin
Badri, Lc, MA
●Dr. Khalid Basalamah,
Lc, MA
●Dr. Muhammad Nur Ihsan,
Lc, MA
●Dr. Roy Grafika
Penataran, Lc, MA
●Dr. Erwandi Tarmizi, Lc,
MA
●Dr. Musyaffa’, Lc, MA
●Nafi’ Zainuddin BSAW,
Lc, M.HI
●Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc
________
Pernyataan
Ustadz Dr. Firanda
Andirja, MA حفظه الله
تعالى
1) Para ulama yang
menyuruh nyoblos sangat banyak dan lebih senior:
●Syaikh Bin Baz,
●Syaikh Albani,
●Syaikh Utsaimin,
al-lajnah Ad-daaimah,
●Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad,
●Syaikh Sholeh al-luhaidan,
●Mufti Arab Saudi Abdul Aziz Alu Syaikh,
●Syaikh Nasir Asy-Syatsri,
●Syaikh Ali Hasan,
●Syaikh Masyhur Hasan,
●Syaikh Musa Nashr,
●Syaikh Ibrahim
ar-Ruhaili,
●Syaikh Abdul Malik
romadoni al-Jazaairi,
dan masih banyak yang lainnya.
Maka mengikuti ulama
senior para orang tua yang tinggi ilmu dan ketakwaan mereka lebih utama
daripada mengikuti pendapat para ustadz seperti kami
2) Jika ada yang berkata:
para ulama tidak tahu kondisi Indonesia,
kita katakan:
– ini adalah tuduhan yang
tidak beralasan dan terlalu dipaksa-paksakan. Karena masalah pemilu dan
demokrasi adalah permaslahan yang umum menimpa banyak negeri kaum muslimin,
seperti Yaman, Kuwait, Iraq, al-Jazaair dll
– sebagian ulama tersebut
sering ke Indonesia, seperti Syaikh Ali Hasan yang sudah 17 kali ke Indonesia,
Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili dan Syaikh Abdurrozzaq yang sudah berulang-ulang ke
Indonesia
– diantara para ulama
tersebut adalah syaikh Abdul Malik Romadoni al-Jazaairi yang telah menulis buku
khusus tentang politik (madaarikun nadzor) beliaupun menyuruh untuk memilih.
3) Jika ada yang berkata:
para ulama juga bisa salah berfatwa. Maka kita katakan hal ini memang benar,
namun jika para ulama saja bisa salah apalagi para ustadz yang berseberangan
tentu bisa lebih salah lagi.
4) Kaidah yang dipakai
oleh para ulama adalah irtikaab akhoffu Ad-dororoin yaitu menempuh kemudorotan
yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudorotan yang lebih besar.
Dalil akan kaidah ini
sangatlah banyak, diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih
membiarkan orang arab Badui kencing di mesjid Nabawi dan melarang para sahabat
yang hendak mencegah orang arab Badui tersebut karena pilihan para sahabat akan
lebih fatal akibatnya. Hal ini bukanlah berarti nabi mendukung adanya kencing
di mesjid !!
Kaidah ini berbeda dengan
kaidah dorurot tubihul mahdzuroot (analogi boleh makan babi kalau tidak maka
akan meninggal).
Nabi tatkala memilih
membiarkan arab Badui tersebut kencing bukan sedang dalam keadaan darurot dari
sisi bahaya, akan tetapi dari sisi dua kemudorotan yang tidak bisa dihindari
maka beliau memilih mudorot yang kecil.
5) Pernyataan bahwa
menyoblos berarti mendukung demokrasi, adalah pernyataan yang tidak benar.
Karena kaidah menempuh kemudorotan yang lebih ringan bukan berarti mendukung
kemudorotan !!
Ini merupakan perkara
yang sangat jelas bagi yang paham akan kaidah tersebut. Sebagaimana tadi Nabi
membiarkan Arab Badui kencing di mesjid maka bukan berarti Nabi mendukung
adanya kencing di mesjid.
Pernyataan inilah yang
sering disalah gunakan oleh sebagian saudara kita untuk mengkafirkan
orang-orang yang nyoblos karena persepsi mereka bahwa, memilih melazimkan
mendukung kesyirikan demokrasi.
6) Pernyataan:
“Golput lebih selamat”
malah perlu direnungkan kembali:
– seorang yang golput pun
tidak akan terhindarkan dari kemudorotan yang akan muncul dikemudian hari.
Siapapun presidennya pasti undang-undang yang diputuskannya akan berpengaruh
bagi rakyat Indonesia. Golput hanya bisa terhindar dari dampak demokrasi Indonesia
jika golput pindah ke luar negri, ke arab saudi misalnya.
– pernyataan bahwa yang
nyoblos akan ditanya pada hari kiamat, sementara yang tidak nyoblos tidak
ditanya, maka kita katakan:
Seorang golput jika
ternyata karena golput nya maka naiklah pemimpin yang membawa kemudorotan bagi
Islam dan kaum muslimin, maka iapun akan dimintai pertanggung jawaban pada hari
kiamat.
– pernyataan:
kalau nyoblos maka
bertanggung jawab atas hukum-hukum yang kemudian hari dikeluarkan oleh
pilihannya.
Jawabannya:
Ini tidaklah lazim,
kembali kepada kaidah
memilih kemudorotan yang lebih ringan bukan berarti mendukung kemudorotan,
sebagaimana analogi Nabi membiarkan arab Badui kencing di mesjid bukan berarti
membolehkan apalagi mendukung kencing di mesjid.
7) Kalau ada yang
mengatakan, bahwa yang nyoblos manhaj nya perlu dipertanyakan, maka
kenyataannya mereka yang nyoblos telah mengikuti fatwa para ulama, bahkan
banyak dan mayoritas para ulama. Kalau bukan fatwa para ulama yang diikuti
lantas siapa lagi?
8) Syaikh Ali Hasan
pernah berfatwa untuk tidak menyoblos tatkala ada pemilu di Iraq, sehingga
ahlus sunnah pada tidak memilih, akibatnya syiah yang naik dan berkuasa. Maka
setelah itu beliau merubah fatwa beliau mengikuti yang lebih tua yaitu fatwa
Syaikh Albani guru beliau, Syaikh Bin Baz, dan Syaikh Utsaimin. Beliau sadar
bahwa fatwa orang tua (Syaikh Albani) lebih tajam daripada fatwa Beliau.
9) Ingatlah bisa jadi
Kristenisasi, syiahnisasi, liberal semakin berkembang tanpa harus angkat
senjata, namun hanya dengan perundang-undangan. Jika sebagian ustadz tidak bisa
mengisi pengajian di sebuah mesjid hanya karena DKM nya simpatisan syiah maka bagimana
lagi jika syiah beneran. Apalagi dalam skala yang lebih luas.
10) Tidak diragukan bahwa
pemilu merupakan fitnah yang menimbulkan pro kontra, maka hendaknya baik yang
nyoblos maupun yang golput agar kembali rukun, tidak perlu saling menjatuhkan,
semuanya hanya tinggal menunggu taqdir Allah. Masing-masing telah menunjukan
sudut pandangnya, masing-masing telah berdoa dan berijtihad, dan masing-masing
berniat baik untuk Islam dan negeri ini.
Semoga Allah memberikan
yang lebih baik bagi kaum muslimin Indonesia.
✍ Ustadz Dr. Firanda
Andirja, MA حفظه الله
تعالى
https://firanda.com/1169-renungan-bagi-saudaraku-golput.html
=======================
Fatwa Ulama-Ulama Besar
Dunia: Memberikan Suara dalam Pemilu
Muhammad Abduh Tuasikal,
MSc
Sumber:
http://muslim.or.id/manhaj/fatwa-ulama-memberikan-suara-dalam-pemilu.html
Beberapa fatwa ulama
besar di abad ke-20 yang membolehkan memberikan suara atau coblos dalam Pemilu
dengan menimbang-nimbang maslahat dan mudhorot.
[1] Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani –rahimahullah-, pakar hadits abad ini
bila rakyat muslim
melihat adanya calon-calon anggota parlemen yang jelas-jelas memusuhi Islam,
sedang di situ terdapat calon-calon beragama Islam dari berbagai partai Islam,
maka dalam kondisi semacam ini, aku sarankan kepada setiap muslim agar memilih calon-calon
dari partai Islam saja dan calon-calon yang lebih mendekati manhaj ilmu yang
benar, seperti yang diuraikan di atas.
Langkah tersebut hanyalah
untuk memperkecil kerusakan atau untuk menghindarkan kerusakan yang lebih besar
dengan memilih kerusakan yang lebih ringan. Kaedah inilah yang biasa diterapkan
oleh para pakar fiqh.
[Disalin dari Madarikun
Nazhar Fis Siyasah, Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazziri, edisi Indonesia
“Bolehkah Berpolitik?”, hal 45-46]
[2] Syaikh ‘Abdurrahman
Al Barrok –hafizhohullah-, ulama senior di kota Riyadh Saudi Arabia dan
terkenal keilmuannya dalam masalah akidah
Asalnya (yang
benar), ulil amri (kepala negara) berijtihad untuk memilih orang yang
capable (memiliki kemampuan) dan sholeh untuk mengurusi rakyat yang berada di
bawah kekuasaannya. Ulil amri di sini meminta nasehat kepada orang-orang yang
ahli di bidangnya dan menghendaki kebaikan bersama. Akan tetapi, jika rakyat
diminta untuk menyumbangkan suara dalam pemilihan, maka hendaklah para penuntut
ilmu (yang perhatian pada agamanya), juga orang-orang yang baik-baik ikut serta
dalam memilih caleg yang baik dari sisi agama dan dunia. Hal ini dilakukan agar
orang-orang bodoh, orang yang gemar bermaksiat (fasiq), dan orang yang sekedar
mengikuti hawa nafsu tidak menang dengan memilih pemimpin yang sesuai dengan
hawanya (keinginannya) dan orang yang sejenis dengan mereka. Jika orang-orang
baik turut serta memilih, maka ini akan memperbanyak kebaikan, kejelekan pun
berkurang sesuai dengan kemampuan yang ada. Sungguh Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS.
At Taghaabun: 16). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya.” (QS. Az Zalzalah:
7)
[http://www.shawati.com/vb/archive/index.php/t-12080.html]
[3] Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al
Jibrin –rahimahullah-, salah satu ulama besar di Saudi Arabia
Jika dipandang dari pentingnya pemilu ini dan
dampak yang muncul dengan bagusnya keadaan pemerintahan, serta bisa menentukan
berbagai kebijaksanaan yang urgen dan manfaat bagi negera dan rakyat, maka kami
menilai bahwa penting sekali untuk ikut serta dalam pemilu semacam ini, dan
memilih calon yang terbaik dari sisi kemampuan, wawasan dan kapasitas sehingga
dia dapat betul-betul mengabdi. Diharapkan pula bahwa yang terpilih nantinya
adalah orang yang sholeh, dapat membuat inovasi baru dan membuat kebijakan-kebijakan
yang menjadi sebab baiknya agama rakyat, serta memilih proyek-proyek yang
sesuai dengan kondisi real. Demikian pula akan diangkat para pejabat yang sholeh dan
reformis serta memiliki kapasitas dari kalangan orang-orang yang benar-benar
beriman, mengharapkan kebaikan bagi penguasa dan rakyatnya. Oleh karena itu,
jika yang mencalonkan diri adalah orang yang punya kemampuan, wawasan dan bagus
agamanya sehingga dapat mengangkat bawahan dari kalangan orang-orang sholeh dan
berpengetahuan, maka itulah yang terbaik untuk saat ini dan di masa yang akan
datang. Wallahu a’lam.
[http://montada.echoroukonline.com/archive/index.php/t-16999.html]
[4] Syaikh ‘Ali bin Hasan Al
Halabiy–hafizhohullah-, murid senior Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan
pakar hadits
Dalam masalah pemilu –sebagaimana yang telah
lewat- harus kita tinjau lebih mendalam lagi dan jika ingin diputuskan, maka
perlu dilihat hakikat sebenarnya sebagaimana yang pernah aku isyaratkan
padanya. Di markaz Al Imam Al Albani pun telah keluar fatwa mengenai bolehnya
ikut serta dalam pemilu jika terpenuhi syarat-syaratnya. Begitu juga ada fatwa
dari Syaikh ‘Ubaid Al Jabiriy mengenai bolehnya hal ini. Jika aku menilai,
perkara ini amatlah ruwet (rumit). Kita harus melihat maslahat dan mafsadat.
Tidak boleh kita legalkan secara mutlak atau pun kita larang secara mutlak.
[http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=2467]
[5] Para Ulama di Al
Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa
Kerajaan Arab Saudi)
Ada beberapa fatwa Lajnah
Da’imah mengenai pemilu. Berikut adalah
salah satunya.
Fatwa no. 14676
Pertanyaan:
Dalam pemilu tersebut,
terdapat partai yang memperjuangkan hukum Islam. Namun ada juga partai yang
menolak hukum Islam. Apa hukum memilih partai yang anti hukum Islam padahal dia
tetap shalat?
Jawab: Wajib bagi setiap muslim
di berbagai negeri yang berhukum dengan selain hukum Islam, agar mereka
mencurahkan usaha mereka semampunya untuk berhukum dengan syari’at Islam. Oleh
karena itu, hendaklah mereka saling bahu membahu dan menolong partai yang diketahui
akan menegakkan syari’at Islam. Adapun menolong partai yang menolak penerapan
hukum Islam, hal ini tidak diperbolehkan, bahkan pelakunya menjadi kafir. Hal
ini berdasarkan firman Allah (yang artinya),
“Dan hendaklah kamu
memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al Maa’idah: 49-50).
Oleh karena itu, ketika
Allah telah menyatakan bahwa orang yang berhukum dengan selain hukum Islam
adalah kafir, maka Allah memperingatkan agar kita tidak menolong mereka atau
menjadikan mereka sebagai wali (penolong). Allah telah memerintahkan orang-orang
yang beriman untuk bertakwa jika memang mereka beriman dengan sebenar-benarnya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat
agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”
(QS. Al Ma’idah: 57)
Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah
wal Ifta’
Anggota: ‘Abdullah bin
Ghodyan
Wakil Ketua: ‘Abdur Rozaq
‘Afifi
Ketua: Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
[Maktabah Asy Syamilah]
[6] Syaikh Musthofa Al
‘Adawi, ulama terkemuka di Mesir, murid dari Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i,
dan terkenal dengan ilmu tafsir dan haditsnya
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi
hafizhohullah berkata, “Adapun memberikan suara dalam pemilu, maka ini kembali
pada kaedah ‘memilih mudhorot (bahaya) yang lebih ringan’. Jika ada calon yang
fasik dan ada calon yang sholeh, maka memberi suara ketika itu dalam rangka
memilih bahaya yang lebih ringan (mengikuti pemilu termasuk mudhorot, tidak
memilih calon yang sholeh termasuk mudhorot, maka ketika itu dipilihlah bahaya
yang lebih ringan, pen). Jadi memberikan suara ketika itu dalam rangka memilih
bahaya yang lebih ringan.” (Diambil dari
video: http://www.youtube.com/watch?v=ce7JnGuyB_s)
[7] Syaikh Sholeh Al
Munajjid, ulama Saudi Arabia dan di antaranya murid Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baz, juga menjadi pengelola website Al Islam Sual wal Jawab (Tanya Jawab Islam)
Dalam fatwa Al Islam Sual
wal Jawab, Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Masalah
memberikan suara dalam Pemilu adalah masalah yang berbeda-beda tergantung dari
waktu, tempat dan keadaan. Masalah ini tidak bisa dipukul rata untuk setiap
keadaan.
Dalam beberapa keadaan
tidak dibolehkan memberikan suara seperti ketika tidak ada pengaruh suara
tersebut bagi kemaslahatan kaum muslimin atau ketika kaum muslimin memberi
suara atau tidak, maka sama saja, begitu pula ketika hampir sama dalam
perolehan suara yaitu sama-sama mendukung kesesatan. Begitu pula memberikan
suara bisa jadi dibolehkan karena menimbang adanya maslahat atau mengecilkan
adanya kerusakan seperti ketika calon yang dipilih kesemuanya non muslim, namun
salah satunya lebih sedikit permusuhannya dengan kaumm muslimin. Atau karena
suara kaum muslimin begitu berpengaruh dalam pemilihan, maka keadaan seperti
itu tidaklah masalah dalam pemberian suara.
Ringkasnya, masalah ini adalah masalah
ijtihadiyah yang dibangun di atas kaedah menimbang maslahat dan mafsadat. Sehingga masalah ini
sebaiknya dikembalikan pada para ulama yang lebih berilmu dengan
menimbang-menimbang kaedah tersebut.”
(Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 3062).
Demikian fatwa para ulama
terkemuka yang bisa kami sajikan. Menyuruh untuk “Golput” pun menjadi suatu
yang masalah saat ini, sehingga seharusnya ditimbang-timbang manakah yang
maslahat.
Nasihat:
Kalau ada pemimpin muslim
dgn non muslim pilih yg muslim. Kalau sama sama muslim pilih yg kebijakannya
utk kebaikan umat Islam, kalau sama kebijakannya pilih yg tawadhu, kalau sama2
tawadhu pilih yg mu'aqobah yg takut kpd Allah & hari akhir, kalau sama2
mu'aqobah pilih yg paling wara' diantaranya.
==================
👥 DEWAN FATWA
PERHIMPUNAN AL-IRSYAD
TENTANG BOLEHNYA
MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU
Ketua
Dr. Firanda Andirja, Lc,
MA
Sekretaris
Nizar Sa’ad Jabal, Lc,
M.PdI
Anggota – Anggota:
1. Dr. Syafiq Riza
Basalamah, Lc, MA
2. Dr. Sofyan bin Fuad
Baswedan, Lc, MA
3. Dr. Muhammad Arifin
Badri, Lc, MA
4. Dr. Khalid Basalamah,
Lc, MA
5. Dr. Muhammad Nur
Ihsan, Lc, MA
6. Dr. Roy Grafika
Penataran, Lc, MA
7. Dr. Erwandi Tarmizi,
Lc, MA
8. Dr. Musyaffa’, Lc, MA
9. Nafi’ Zainuddin BSAW,
Lc, M.HI
┏🍃🌺━━━━━━━━━━﷽┓
📜 FATWA
DEWAN FATWA PERHIMPUNAN
AL-IRSYAD
NO: 004/DFPA/VI/1439
TENTANG BOLEHNYA
MENGGUNAKAN HAK PILIH DALAM PEMILU
Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan adalah salah
satu aspek yang dianggap sangat penting dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dari
begitu banyaknya ayat dan hadits Nabi ﷺ yang membahas tentang ini, dikarenakan sangat besar pengaruh
pemimpin terhadap baik buruknya kehidupan suatu masyarakat.
Pemilu merupakan
permasalahan besar yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum dan
menyangkut hajat orang banyak, masalah ini juga bisa dikategorikan dalam
masalah “ma ta’ummu bihil balwa” atau perkara yang menimpa masyarakat luas,
bahkan di beberapa negara yang dulunya tidak ada pemilihan umum pun, sekarang
mulai memberlakukan aturan itu, walaupun hanya di beberapa lini
pemerintahannya.
Kenyataan ini menunjukkan
bahwa masalah pemilihan pemimpin merupakan masalah penting. Oleh karenanya
Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad menganggap perlunya menjelaskan hukum
menggunakan hak pilih (mencoblos) dalam pemilu, pemilihan legislatif, kepala
daerah dan presiden.
Berikut ini adalah
pandangan Dewan Fatwa terkait hal tersebut.
Adapun berpartisipasi
dengan menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, maka hal ini dianjurkan oleh
banyak ulama Ahlus Sunnah, di antaranya; Syaikh Bin Baz, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin
Al Abbad, Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Shalih Al Luhaidan, Syaikh Abdul Aziz
Alu Syaikh Mufti Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri,
Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily, Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Al Lajnah
Ad Daimah, dan lain-lain.
Dalil yang dijadikan
sebagai dasar dalam masalah ini adalah kaidah yang artinya “Menempuh
kemudaratan yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudaratan yang lebih
besar”.
Baca selengkapnya:
https://dewanfatwa.perhimpunanalirsyad.org/fatwa-menggunakan-hak-pilih-dalam-pemilu/
وصلى اُلله وُسلم
وُبارك عُلى نُبينا مُحمد, وُعلى آُله وُصحبه وُمن تُبعهم بُإحسان إُلى يُوم
اُلدين، وُالحمدلُله رُب اُلعالمين
✒ Ditetapkan di: Jakarta
📆 Pada tanggal:
4 Jumadal Akhirah 1439H
20 Februari 2018 M
👥 DEWAN FATWA PERHIMPUNAN
AL-IRSYAD
Ketua
Dr. Firanda Andirja, Lc,
MA
Sekretaris
Nizar Sa’ad Jabal, Lc,
M.PdI
Anggota – Anggota:
1. Dr. Syafiq Riza
Basalamah, Lc, MA
2. Dr. Sofyan bin Fuad
Baswedan, Lc, MA
3. Dr. Muhammad Arifin
Badri, Lc, MA
4. Dr. Khalid Basalamah,
Lc, MA
5. Dr. Muhammad Nur
Ihsan, Lc, MA
6. Dr. Roy Grafika
Penataran, Lc, MA
7. Dr. Erwandi Tarmizi,
Lc, MA
8. Dr. Musyaffa’, Lc, MA
9. Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI
Saduran: dewanfatwa.perhimpunanalirsyad.org
Posting Komentar untuk "Gunakan Hak Suara Anda dan Jangan Golput - Ulama Ulama Yang Membolehkan Hak Pilih dalam Pemilu"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.