Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 48 – Setiap Suku telah Mengetahui Tempatnya Masing-Masing

Allah berfirman:

قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ

“Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing).” (QS. Al Baqarah: 60)

Ini adalah kaidah Qur`āniy yang baku, sudah menjadi sebuah adagium (peribahasa). Kaidah ini merupakan salah satu dampak dari hikmah Allah dalam penciptaan-Nya, yang akan membantu orang yang merenunginya dalam melihat berbagai kejadian secara seimbang dan moderat.

Kaidah ini merupakan bagian dari ayat mulia dalam surah Al-Baqarah dan surah Al-A’rāf terkait kisah permintaan karunia air oleh Nabi Musa ‘alaihiṣ-ṣalātu was-salām. Allah Ta’ālā berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’ Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 60, Lihat: https://tafsirweb.com/368-surat-al-baqarah-ayat-60.html)

Makna khusus terkait ayat mulia ini adalah bahwa Allah Ta’ālā telah memberikan nikmat kepada Bani Israil dengan menjadikan mata air untuk mereka yang memancar dari batu sebanyak dua belas mata air, sesuai dengan jumlah kabilah Bani Israil, supaya mereka tidak berdesak-desakan, dan bisa mempermudah mereka memanfaatkannya, serta masing-masing anak keturunan Bani Israil mengetahuinya. Setelah nikmat ini terealisasi maka sempurnalah karunia yang mereka dapatkan; berupa adanya ragam makanan dan minuman tanpa perlu usaha dan susah payah, tetapi semua itu semata-mata karunia dan

rezeki dari Allah. Kenikmatan itu sempurna dengan adanya pengaturan kapan mengambil air dan kapan keluar, sehingga mereka bisa teratur, tidak ada orang yang menzalimi orang lain, dan tidak pula ada yang merugikan orang lain.

Selain ditunjukkan oleh kaidah ini, makna tersebut juga ditekankan oleh Sunnah sebagaimana dalam sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam: “Beramallah kalian, sebab semuanya dimudahkan untuk apa yang sudah diciptakan untuknya.” (HR. Bukhari: 7112, dan Muslim: 2648)

Mudah-mudahan contoh-contoh aplikatif yang akan kita sebutkan bisa memperjelas makna kaidah ini dengan izin Allah. Di antaranya:

Urgensi seseorang mengetahui bakat dan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya untuk dimanfaatkan pada bidang yang cocok dan sesuai dengan kemampuan dan bakatnya tersebut, karena sudah menjadi hal yang pasti bahwa manusia tidak berada dalam derajat yang sama terkait bakat, kemampuan, dan kekuatan. Kesempurnaan manusia tidak terkumpul kecuali pada diri para Nabi ‘alaihimuṣ-ṣalātu was-salām.

Pengetahuan seseorang dengan apa yang bisa dilakukannya dan kelebihan yang dimilikinya sangat penting dalam menentukan bidang yang akan menjadi titik tolak amalannya untuk berkreasi dan memberikan manfaat kepada umat, karena tujuannya bukan hanya sekadar beramal, tetapi juga bagaimana dia bisa berinovasi dan profesional dalam mengerjakannya.

Siapa yang melihat kembali biografi para sahabat riḍwānullāhi ‘alaihim akan mendapati ketelitian mereka dalam menerapkan makna-makna kaidah yang sedang kita bicarakan ini: “Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing).” Di antara mereka ada yang menjadi alim yang spesialis, ada yang terkenal sebagai pemanah dan penakluk komandan-komandan pasukan, dan ada juga yang berinovasi dalam bidang syair dan bahasa.

Di dalam kehidupan ini kita temukan sangat banyak contoh di mana umat kehilangan tenaga mereka karena kekurangan dalam memahami apa yang ditunjukkan oleh kaidah ini. Ada pemuda yang inovatif dalam menuntut ilmu, Allah memberikan kepadanya pemahaman dan kekuatan hafalan, dan dia pun menempuh jalan menutut ilmu. Namun kemudian datang orang yang meyakinkan dia untuk terjun di amal sosial, seolah-olah jalan yang ditempuhnya dalam menuntut ilmu adalah jalan kurang tepat, atau amalan yang nomor dua.

Demikian pula sebaliknya, ada pemuda yang berusaha menuntut ilmu, tetapi dia tidak sukses dan tidak maju. Orang di sekelilingnya mengetahui bahwa dia bukan termasuk orang yang pas di bidang ini. Jadi tidak bijaksana jika dia dan orang-orang seperti dia diminta untuk berjuang lebih keras lagi, karena pengalaman sudah menunjukkan bahwa dia bukan termasuk orang-orang yang cocok di bidang keilmuan. Maka seharusnya dia diarahkan ke bidang amalan yang menjadi keahliannya. Umat sangat membutuhkan banyak tenaga dalam bidang amal kebaikan, bantuan bencana, sosial, dan dakwah.

Apa yang sudah kita sampaikan terkait keanekaragaman spesialisasi para sahabat riḍwānullāhi ‘alaihim menegaskan urgensi pemahaman kaidah ini secara benar, sehingga kita tidak kehilangan sumber daya yang sangat kita butuhkan, khususnya pada zaman di mana spesialisasi semakin beraneka ragam, dan begitu banyaknya cara untuk melayani agama Islam dan memberikan manfaat kepada manusia. Orang yang mendapat taufik adalah orang yang mengetahui apa keahliannya, sehingga dia menggunakannya untuk melayani agama dan umatnya. Dalam aṡar disebutkan, “Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang di antara kalian melakuan sebuah amalan supaya dia mengerjakannya dengan baik (profesional).” Bagaimana bisa suatu profesionalitas akan datang dari orang yang tidak ahli dengan apa yang dihadapi dan dikerjakannya?!

Inilah beberapa petunjuk wahyu: “Dan setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing),” dan “Katakanlah, ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing,” serta hadis “Beramallah kalian, sebab semuanya dimudahkan untuk apa yang sudah diciptakan untuknya.” Apakah kita sudah merenungkan dan mengambil faedah darinya dalam rangka menggunakan sumber daya kita lebih maksimal?

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 48 – Setiap Suku telah Mengetahui Tempatnya Masing-Masing"