Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memutus Tali Silaturahim dan Muamalah yang Buruk Kepada Tetangga - Tanda - Tanda Hari Kiamat Yang Sudah Terjadi Dan Sedang Terjadi Ke - 14

 

Kita lanjutkan kembali pembahasan kita berkaitan dengan Tanda-tanda hari kiamat yang sudah terjadi dan sedang terjadi.

Pada pembahasan yang sebelumnya telah kita sebutkan ada beberapa tanda:

1. Munculnya Nabi-Nabi Palsu (Al Mutanabbiuun)

2. Dicabutnya Sifat Amanah pada Hati Manusia (Dhiya'ul Amaanah)

3. Banyaknya wanita yang berpakaian akan tetapi Telanjang (Al 'Aariyaat)

4. Banyaknya terjadi gempa bumi. (KasrotuZzalazil)

5. Banyaknya Manusia yang berlomba-lomba mendirikan Bangunan yang Tinggi (secara umum) adapun secara khusus adalah mereka orang-orang Arab.

6. Merebak dan Maraknya Khomr serta banyaknya manusia yang sudah menyepelekan Pengharaman Khamr.

7. Merebaknya Perzinahan

8. Kaum Muslimin Mengikuti Jejak Orang-orang Non Muslim / Orang Kafir

9. Merebaknya Praktek Ribawi

10. Di Angkatnya Ilmu dan Merajalelanya Kebodohan

11. Bermegah-megahan dengan Masjidnya Namun tidak Pernah Memakmurkannya.

12. Mengucapkan Salam Hanya Kepada Orang yang dikenal Saja.

13. Waktu Terasa Berlalu Begitu Cepat

Kemudian in sya Allah kita akan lanjutkan tanda-tanda hari kiamat yang sudah terjadi dan sedang terjadi selanjutnya yakni;

14. Pemutusan Hubungan Silaturahim (قطيعة الرحم) Terhadap Karib Kerabat dan Buruknya Muamalah Kepada Tetangga

Jamaah Sekalian, semoga Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa merahmati dan melindungi kita semua.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan kepada kita bahwa seiring dengan semakin dekat datangnya hari kiamat kubro (kiamat besar), banyak orang – orang yang lebih mementingkan perkara duniawinya dibandingkan mementingkan nilai – nilai menjalin hubungan silaturahim dengan karib kerabatnya. Bahkan bukan hanya memutus tali silaturahim saja, karena sebab perkara dunia seseorang tidak segan2 untuk saling menghilangkan nyawa antar saudaranya. Bisa membuat seorang Anak lupa dengan yang telah melahirkan dan membesarkannya. Naudzubillahi min dzaalik.  Dan ini sudah banyak contoh atau kasus yang terjadi. Misalnya dinegara kita saja ini sudah banyak terjadi: misalnya,

- Bulan Desember tahun 2021 kemarin, viral di media sosial dan berita, ada seorang ibu2 sudah tua ± 70 an tahun, dipolisikan (diperkarakan) oleh anak-anaknya sendiri gara-gara rebutan harta warisan. Naudzubillahi min dzaalik.

- Juni 2022, seorang adik tega membunuh kakaknya sendiri, pemicunya masalah warisan.

- Bahkan Belum lama ini, Oktober 2022, viral di media sosial dan berita, ada 1 keluarga (5 orang) di bunuh oleh saudaranya sendiri, jenazahnya dimasukkan septic tank. Motif pembunuhannya apa? Hanya masalah harta warisan.

قُلۡ مَتَاعُ الدُّنۡيَا قَلِيۡلٌ‌ ۚ وَالۡاٰخِرَةُ خَيۡرٌ لِّمَنِ اتَّقٰى وَلَا تُظۡلَمُوۡنَ فَتِيۡلًا

"Katakanlah, 'Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizhalimi sedikit pun.'" (QS. An Nisaa' 77)

Dan fenomena seperti ini merupakan tanda tanda hari kiamat yang bersifat buruk yang disebutkan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam 1400 an tahun yang lalu.

dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَظْهَرَ الْفَحْشُ وَالتَّفَاحُشُ، وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ، وَسُوءُ الْمُجَاوَرَةِ.

“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga banyak perbuatan dan perkataan keji, pemutusan silaturahmi, dan jeleknya hubungan bertetangga.” (Musnad Ahmad (X/26-31, Syarah Ahmad Syakir), Mustadrak al-Hakim (I/75-76))

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ: اَلْفَحْشُ وَالتَّفَحُّشُ، وَقَطِيْعَةُ الرَّحْمِ.

"Di antara tanda-tanda Kiamat adalah perbuatan dan perkataan yang keji (kotor), serta pemutusan silaturahmi." (Maj’mauz Zawaa-id (VII/284), al-Haitsami berkata, “Perawinya adalah tsiqah,” dan sebagiannya diperdebatkan, sementara hadits-hadits yang diungkapkan menjadi penguat baginya)

Jamaah sekalian yang semoga dimuliakan Allah subhanahu wa ta'ala…

Apabila kita melihat dan mencermati apa-apa yang telah dikabarkan oleh Nabi Kita Muhammad Shallallahu ‘aliahi wa sallam tentang perkara yang telah terjadi sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut,

- Perbuatan keji telah menyebar di sebagian besar kalangan manusia,

- bahkan sebagian besar sudah tidak peduli lagi terhadap perkataan yang mengandung dosa,

- sudah tidak peduli lagi terhadap akibat (siksa) yang sangat pedih di akhirat nanti.

- Hubungan kekerabatan diputuskan, seseorang tidak menjalin kekerabatan yang baik dengan kerabatnya. Bahkan di antara mereka terjadi saling memutuskan hubungan silaturahmi dan saling memusuhi dengan saudaranya, saling mendiamkan terus-menerus terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, Mereka tidak saling mengunjungi dan tidak saling menjalin kekerabatan, bahkan ada yang sampai tega membunuh karib kerabatnya sendiri.

Maka, Tidaklah diragukan lagi bahwa hal ini terjadi disebabkan karena lemahnya keimanan dalam diri seorang hamba.

Kita lihat dan cermati sebuah hadits, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

"…Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi…" (HR. Bukhori 5673)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menyakiti tetangga. Beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ.

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya.” (Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab al-Hatstsu ‘alaa Ikraamil Jaar wadh Dha’iif (II/20, Syarh an-Nawawi)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar berbuat baik kepada tetangga. Beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ.

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berbuat baiklah kepada tetangganya.” (Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab al-Hatstsu ‘alaa Ikraamil Jaar wadh Dha’iif (II/20, Syarh an-Nawawi)

Jamaah sekalian yang semoga dimuliakan Allah subhanahu wa ta'ala…

Banyak sekali dalil yang memerintahkan untuk saling menyambung tali silaturahim baik itu dari Al Quran maupun hadist – Hadist Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam. Diantaranya:

Firman Allah dalam Al Quran Surah Ar Ra'du 21:

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ

"Dan orang-orang yang menghubungkan (menyambungkan) apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (disambung, yaitu silaturahim) ..." (QS. Ar-Ra’du: 21)

Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allah menyebutkan,

أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

"…Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik." (QS. Ar-Ra’du: 22)

جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا

"(yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama…" (QS. Ar-Ra’du: 23)

Ini menunjukkan silaturahmi merupakan salah satu amalan yang luar biasa, yang dapat menyebabkan seseorang diberikan izin oleh Allah untuk bisa masuk surga.

Kemudian masih banyak lagi hadist hadist yang memerintahkan untuk saling menjalin tali silaturahim. Diantaranya,

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أيها الناس، أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلُّوا بالليل والناس نيام, تدخلوا الجنة بسلام

“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, Dan sambunglah silaturahim, shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Ada kesalahfahaman dalam memaknai Silaturahim dalam Tinjauan Syariat

Makna Silaturahim dari Sisi Bahasa Arab: Menyambung hubungan baik dengan para karib-kerabat.

Secara Bahasa Indonesia: Silaturahmi dimaknai lebih luas kepada semua orang, tidak hanya kepada orang yang memiliki hubungan kekebaratan saja.

Tentu saja tidak terlarang menggunakan kata silaturahmi dalam konteks makna silaturahmi dalam bahasa Indonesia, yaitu bermakna: persahabatan dan persaudaraan. Namun hendaknya tidak mengaitkannya dengan perintah dan keutamaan silaturahmi dalam istilah syariat. Karena keduanya adalah hal yang berbeda.

Beberapa Keutamaan Menjalin Tali Silaturahmi

- Memperkuat hubungan kekeluargaan antar kerabat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ

“Pelajarilah nasab kalian yang dapat membantu untuk silaturahim karena silaturahim itu dapat membawa kecintaan dalam keluarga, dapat memperbanyak harta, serta dapat memperpanjang umur seseorang.” (HR. Ahmad no. 8855 dan Tirmidzi no. 1979)

- Meluaskan rezeki dan memanjangkan umur. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya ia menyambung silaturahimnya (dengan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5985 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 7571)

- Silaturahmi merupakan sebab masuk surga. Abu Ayub Al-Ansari radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

أنَّ رَجُلًا قالَ للنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أخْبِرْنِي بعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الجَنَّةَ، قالَ: ما له ما له. وقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أرَبٌ ما له، تَعْبُدُ اللَّهَ ولَا تُشْرِكُ به شيئًا، وتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وتُؤْتي الزَّكَاةَ، وتَصِلُ الرَّحِمَ.

“Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke surga.” Orang-orang pun berkata, “Ada apa dengan orang ini, ada apa dengan orang ini.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Biarkanlah urusan orang ini.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, menegakkan salat, dan membayar zakat, serta menjalin tali silaturahmi.” (HR. Bukhari no. 1396)

Adapun Hukuman atau Kerugian yang di dapatkan bagi Pemutus Tali silaturahim

- Hukuman memutus silaturahmi yang Allah segerakan di dunia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ مِنَ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ

“Tidak ada satu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan hukuman bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan hukuman yang Allah siapkan baginya di akhirat daripada baghyu (kezaliman dan berbuat buruk kepada orang lain) dan memutuskan tali kerabat.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 29; Tirmidzi no. 2511; Abu Dawud no. 4902)

- Amalan orang yang memutus silaturahim tertolak

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيْسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ

‘Sesungguhnya amal ibadah manusia diperlihatkan setiap hari Kamis malam Jumat. Maka tidak diterima amal ibadah orang yang memutuskan hubungan silaturahmi.’” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad no. 61 dan Ahmad di dalam Musnad-nya no. 10277)

Dalam riwayat lain disebutkan:

تُعْرَضُ الأعْمالُ في كُلِّ يَومِ خَمِيسٍ واثْنَيْنِ، فَيَغْفِرُ اللهُ في ذلكَ اليَومِ، لِكُلِّ امْرِئٍ لا يُشْرِكُ باللهِ شيئًا، إلّا امْرَءًا كانَتْ بيْنَهُ وبيْنَ أخِيهِ شَحْناءُ، فيُقالُ: ارْكُوا هَذَيْنِ حتّى يَصْطَلِحا، ارْكُوا هَذَيْنِ حتّى يَصْطَلِحا.. مسلم (ت ٢٦١)، صحيح مسلم ٢٥٦٥    [صحيح]    شرح رواية أخرى

 “Akan ditunjukkan (pada Allah) amalan-amalan seorang hamba setiap pada hari Senin dan hari Kamis. Maka Allah subhanahu wa ta'ala akan mengampuni dosa dosa pada hari tersebut, bagi setiap hamba yang tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, kecuali seorang laki-laki yang antara dirinya dengan saudaranya terdapat permusuhan (perseteruan, dendam). Kemudian dikatakan (kepada para malaikat yang membawa catatan Amal): Biarkanlah dua dua orang ini sampai keduanya ber-islah (akur).”

- Memutus tali silaturahmi merupakan sebab pelakunya terlarang dari masuk surga.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ. قال سفيان: قَاطِعَ رَحِمٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (HR. Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadis ini memiliki 2 makna:

Yang pertama, hadis ini dimaksudkan untuk mereka yang menghalalkan memutus silaturahmi tanpa sebab dan tanpa ada faktor dan ia mengetahui akan keharamannya (keharaman memutus silaturahmi tanpa sebab). Maka orang tersebut dihukumi kafir dan akan kekal di neraka.

Yang kedua, mereka yang memutus silaturahmi tidak akan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam surga bersama orang-orang yang masuk surga pertama kali. Akan tetapi, Allah hukum terlebih dahulu sampai batas waktu yang Allah inginkan.”

Menjalin Silaturahim Sebab Dimudahkannya Rizqi

dari Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:

إِنَّ أَعْجَلَ الطَّاعَةِ ثَوَابًا صِلَةُ الرَّحِمِ، حَتَّى إِنَّ أَهْلَ بَيْتِ لَيَكُوْنُوْا فَجَرَةً، فَتَنْمُو أَمْوَالُهُمْ، وَيَكْثُرُ عَدَدُهُمْ إِذَا تَوَا صَلُوْا، وَمَا مِنْ أَهلِ بَيْتِ يَتَوَا صَلُوْنَ فَيَحْتَاجُوْنَ

“Sesungguhnya keta’atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)." (Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birr wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath’iha, no. 440, 2/182-183. Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth menshahihkan hadits ini ketika menyebutkan dalil-dalil pada catatan kaki Al-Ihsan. (Lihat, 2/183-184))

Posting Komentar untuk "Memutus Tali Silaturahim dan Muamalah yang Buruk Kepada Tetangga - Tanda - Tanda Hari Kiamat Yang Sudah Terjadi Dan Sedang Terjadi Ke - 14"