Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Makan Katak atau Kodok dan Hukum Jual Belinya

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Jumhur ulama’ dari kalangan Hanafiyyah, Asy Syafi’iyyah, dan Hanabilah telah sepakat atas haramnya katak. Mereka berhujjah dengan hadits yang melarang membunuh katak. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:

إِنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ

“Nabi melarang membunuh empat binatang: semut, lebah, burung Hudhud dan burung shurad.” (HR. Abud Dawud, An Nasaa’i dan Ahmad)

Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh Shurad, katak, semut dan Hudhud.” (Ibnu Majah)

Dari Abdurrahman bin Utsman, bahwa ia berkata, “Ada seorang tabib di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam menyebutkan suatu obat, yang terbuat dari katak. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam melarang membunuh katak.” (HR. Ahmad, Ad Darimi dan Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, beliau berkata, “Jangan kalian membunuh katak. sesungguhnya bunyinya adalah tasbih.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi)

Pengambilan dalil dari pengharaman memakan hewan yang dilarang untuk dibunuh, bahwa larangan membunuhnya berarti larangan menyembelihnya. Tidak dihalalkan menyembelihnya karena dilarang memakannya. Seandainya memakannya halal, tentu tidak dilarang membunuhnya.

Menurut Hanafiyah bahwa semua hewan yang hidup di air semuanya haram dimakan kecuali ikan. Menurut mereka binatang laut selain ikan termasuk khabaits yang diharamkan.Demikian pula katak, menurut mereka juga haram.

Zainuddin bin Ibrahim bin Najim Al Mishri (ulama’ madzhab Hanafiyyah) berkata, “Menurut kami (hewan air selain ikan) berdasarkan firman Allah:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan (Allah) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”

Sesungguh maksud dibencinya sesuatu yang khabits adalah haram. Dan (hewan air) selain ikan termasuk khabits. Demikian pula Rasulullah melarang berobat dengan obat yang terbuat dari katak.” (Al Bahru Ar Ra’iq fi Syarh Kunzil Daqa’iq, XXII/40)

Imam An Nawawi (ulama’ Madzhab Asy Syafi’iyah) berkata, “Tidak halal mengkonsumsi katak, berdasarkan riwayat bahwa Nabi melarang membunuh katak. Seandainya katak halal tentu beliau tidak akan melarang membunuhnya.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, IX/30).

Beliau juga berkata berkata, “Pendapat yang shahih dan dapat dijadikan pegangan adalah semua binatang laut (air) halal bangkainya kecuali katak. Maka apa yang disebutkan (tentang haramnya katak) oleh sahabat kami atau sebagian dari mereka mencakup kura-kura, ular, nisnas (sejenis kera) yang hidup di air selain laut (juga haram). (Al Majmu’ Syarhul Muhadzab, IX/33)

Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata, “Semua hewan laut (air) mubah. Berdasarkan firman Allah, “Dihalalkan bagimu binatang buruanlaut dan makanan (yang berasal) darilaut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (Al Maidah: 96). Kecuali katak, ular dan buaya. Dan menurut Ibnu Hamid kecuali ikan hiu.

Beliau melanjutkan, “Jadi seluruh binatang laut halal kecuali katak. Inilah pendapat Asy Syafi’i. Dan menurut kami (madzhab Hanabilah), sesungguhnya Nabi telah melarang membunuh katak, sebagaimana yang diriwayatkan oleh An Nasaa’i. Maka hal ini menunjukkan atas keharamannya, selain itu katak termasuk binatang yang khabits (menjijikkan).” (Asy Syarh Al Kabir, XI/87).

Adapun imam Malik bin Anas membolehkan memakan katak. beliau berdalil dengan firman Allah“Dihalalkan bagimu binatang buruanlaut dan makanan (yang berasal) darilaut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (Al Maidah: 96).

Sabda Nabi tentang laut: “Air laut suci airnya dan halal bangkainya.”

Dan (apa yang disebutkan alam ayat dan hadits) ini umum, mencakup katak, karena katak termasuk binatang buruan laut (air).” (Fatawa Islamiyyah, III/ 542)

Imam Malik berkata, “Tidak mengapa makan semua binatang laut (air) dan tidak perlu menyembelihnya. Baik (saat mendapatkan) masih hidup atau sudah mati.” (Al Istidzkar, V/284)

Dan Ibnu Abi Laili (ulama’ madzhab Malikiyyah) berkata, “Semua (binatang) yang ada di laut, baik berupa katak, kepiting, ular air dan selainnya halal (dimakan), baik (saat mendapatkan) masih hidup atau sudah mati.” (Ibid, V/284)

Abu Umar Yusuf bin Abdullah Al Qurhtubi, (ulama’ madzhab Malikiyyah) berkata, “Tidak mengapa memakan kepiting, kura-kura, katak, dan tidak masalah pula ular (air) buruannya orang-orang Majusi, karena tidak perlu disembelih.” (Al Kaafi Fi Fiqhi Ahlil Madinah Al Maliki, I437)

Pendapat Yang Terkuat, Katak Terlarang Untuk Dimakan (Haram)

Hal ini berdasarkan hadis dari Abdurrahman bin Utsman radhiallallahu ‘anhu:

ذكر طبيب عند رسول اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم دواء وذكر الضفدع يجعل فيه فنهى رسول اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم عن قتل الضفدع

Ada seorang dokter yang menjelaskan tentang suatu penyakit di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dokter itu menjelaskan bahwa katak bisa dijadikan obat untuk penyakit itu. Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh katak. (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Dalam riwayat yang lain, dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن خمسة: “النملة، والنحلة، والضفدع والصرد والهدهد

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh 5 hal: Semut, lebah, katak, burung suradi, dan burung hudhud. (HR. Baihaqi)

Sebagian ulama menetapkan kaidah: “Setiap binatang yang dilarang untuk dibunuh maka haram untuk dikonsumsi.” Karena tidak ada cara yang sesuai syariat untuk memakan binatang kecuali dengan menyembelihnya. Sementara kita tidak mungkin menyembelih yang dilarang untuk dibunuh.

Ketika menjelaskan hadis dari Abdurrahman bin Utsman, As-Syaukani menyatakan,

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ أَكْلِهَا بَعْدَ تَسْلِيمٍ، أَنَّ النَّهْيَ عَنْ الْقَتْلِ يَسْتَلْزِمُ تَحْرِيمَ الْأَكْلِ

Hadis ini dalil haramnya memakan katak, setelah kita menerima kaidah, bahwa larang membunuh berkonsekuensi haram untuk dimakan. (Nailul Authar, 8:143)

Setelah kita menyimpulkan katak hukumnya haram, konsekuensi selanjutnya adalah haram untuk diperjual-belikan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis:

إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ

“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan hasil penjualan barang itu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Seandainya katak halal tentu beliau shollallahu 'alaihi wa sallam tidak akan melarang kita membunuhnya. Bagaimana mungkin memakannya dibolehkan sedang, membunuh saja tidak boleh. Padahal sudah maklum, sebelum binatang dimakan harus dibunuh atau disembelih terlebih dahulu. Wallahu a’lam.

Source:

Kabeldakwah.com

Konsultasisyari'ah.com

Darusyahadah.com

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store

Posting Komentar untuk "Hukum Makan Katak atau Kodok dan Hukum Jual Belinya"