Menjual Daging dan Kulit Hewan Aqiqah, Memberi dalam keadaan Masak atau Mentah, Walimah Aqiqah
Daftar Isi
Bolehkah Menjual Kulit dan Daging Hewan Aqiqah ?
Sebaiknya
Memberi dalam Keadaan Matang/Masak atau Mentah?
Bolehkah Menjual Kulit dan
Dagingnya?
’Aqiqah merupakan salah
satu sembelihan dalam rangka taqarrub kepada Allah ta’ala. Oleh karena itu
sebagian ulama melarang untuk menjual daging dan kulit hewan ’aqiqah diqiyaskan
dengan penyembelihan hewan qurban/hadyu, berdasarkan hadits:
عن علي قال
أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أتصدق بلحمها وجلودها
وأجلتها
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu: “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku agar dia mengurusi budnnya (yaitu:
onta-onta hadyu). (Beliau juga memerintahkan) agar menshadaqahkan membagi
semuanya dari hewan kurban tersebut, (yang meliputi) dagingnya, kulitnya, dan
jilal-nya”.[1]
(HR. Al-Bukhari
no. 1630 dan Muslim no. 1317. Tambahan lafadh: “pada orang-orang miskin”
merupakan tambahan dari riwayat Muslim).
Sebaiknya Memberi dalam
Keadaan Matang/Masak atau Mentah?
Ibnul-Qayyim menjelaskan:
وهذا لأنه إذا
طبخها فقد كفى المساكين والجيران مؤنة الطبخ وهو زيادة في الإحسان وشكر هذه النعمة
ويتمتع الجيران والأولاد والمساكين بها هنيئة مكفية المؤنة فإن من أهدي له لحم
مطبوخ مهيأ للأكل مطيب كان فرحه وسروره به أتم من فرحه بلحم نيء يحتاج إلى كلفة
وتعب فلهذا قال الإمام أحمد يتحملون ذلك وأيضا فإن الأطعمة المعتادة التي تجري
مجرى الشكران كلها سبيلها الطبخ
“Dan hal ini jika daging
’aqiqah dibagi setelah dimasak, berarti ia telah meringankan biaya pengolahan
masakan bagi tetangga dan orang-orang miskin. Ini merupakan kebaikan tambahan
yang ia berikan dan rasa syukur yang lebih terhadap nikmat yang ia dapatkan
sehingga tetangga, anak-anak, dan orang-orang miskin dapat langsung menyantap
daging tersebut tanpa berpikir mencari biaya untuk memasaknya. Oleh karena itu,
menghadiahkan daging yang sudah masak dan siap santap lebih menumbuhkan rasa
gembira daripada menghadiahkan daging yang masih mentah. Imam Ahmad berkata:
’Demikian juga makanan yang biasanya diberikan sebagai ungkapan rasa syukur
adalah makanan yang sudah dimasak”.[2]
Walimah ’Aqiqah
Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i mengatakan tidak perlu mengadakan walimah dengan mengundang orang-orang makan di rumahnya. Yang perlu ia lakukan adalah menshadaqahkan kepada para tetangga (dengan mengantarkannya).[3] Namun ulama lainnya mengatakan boleh mengadakan walimah ‘aqiqah dengan mengundang para tetangga ke rumahnya.
An-Nawawi berkata:
قال أصحابنا
والتصدق بلحمها ومرقها على المساكين بالبعث إليهم أفضل من الدعاء إليها ولو دعا
إليها قوما جاز ولو فرق بعضها ودعا ناسا إلى بعضها جاز
“Berkata shahabat-shahabat
kami: Menshaqahkan daging dan gulainya kepada orang-orang miskin dengan
mengantarkan kepada mereka adalah lebih utama daripada mengundang orang-orang
untuk mekana di rumahnya. Jika ada seseorang yang mengundang (ke rumahnya) satu
kaum, maka hukumnya boleh. Dan boleh juga, ia menshaqadahkan daging ‘aqiqah
tersebut ke sebagaian orang dan ia undang sebagian yang lain, maka inipun
hukumnya boleh”.[4]
Ibnu Qudamah berkata:
وإن طبخها ودعا
إخوانه فأكلوها فحسن
“Yang lebih baik dalam ‘aqiqah adalah memasak
daging tersebut, lalu mengundang para tetangga untuk menyantapnya”.[5]
Tidak ada dalil yang
menyatakan pelarangan dalam hal ini. Pada asalnya, mengadakan walimah itu
sifatnya mubah. Wallaahu a’lam.
Adapun bagi orang yang
diundang menghadiri walimah ‘aqiqah, maka ia wajib datang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda:
إذا دعي أحدكم
إلى طعام فليجب، فإن كان مفطراً فليطعم، وإن كان صائماً فليصل. يعني: الدعاء
“Bila salah seorang
diantara kalian diundang untuk menghadiri jamuan makan, hendaklah ia memenuhi
undangan tersebut. Jika tidak sedang berpuasa hendaklah ia ikut makan. Dan jika
sedang berpuasa hendaklah ia ikut mendoakan”.[6]
Kecuali jika dalam acara
tersebut terdapat maksiat, maka ia tidak wajib hadir.
عن أبي مسعود أن
رجلا صنع طعاما فدعاه فقال أفي البيت صورة قال نعم فأبى أن يدخل حتى تكسر الصورة
Dari Abu Mas’ud:
Bahwasnnya pernah ada seseorang membuat makanan untuknya. Lalu dia mengundang
Abu Mas’ud untuk makan. Abu Mas’ud bertanya kepadanya: “Apakah di dalam rumahmu
ada gambar-gambar (makhluk hidup)?”. Orang tersebut menjawab: “Ada”. Abu Mas’ud
tidak mau masuk sebelum gambar tersebut dirobek.[7]
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1717 dan
Muslim no. 1317.
[2] Tuhfatul-Maudud, hal. 53.
[3] Inilah
yang dinukil oleh Ibnu ‘Abdil-Barr, dimana beliau berkata dalam Al-Istidzkaar:
وقول مالك مثل
قول الشافعي أنه تكسر عظامها ويطعم منها الجيران ولا يدعى الرجال كما يفعل
بالوليمة
“Perkataan Malik adalah sebagaimana perkataan
Asy-Syafi’i, yaitu tulangnya boleh dipatahkan dan sebagian dagingnya kepada
para tetangga, serta tidak mengundang orang-orang sebagaimana yang dilakukan
pada pesta pernikahan”.
[4] Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 8/430.
[5] Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 10/153, tahqiq:
Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy dan Dr. ‘Abdul-Fattah Muhammad
Al-Haluw; Daar ‘Alamil-Kutub, Cet. 3/1417, Riyadl.
[6] Diriwayatkan Muslim no. 1431; An-Nasa’i dalam
Al-Kubra no. 3270; Ahmad 2/489 no. 10354, 2/507 no. 10953; dan Al-Baihaqi 7/263
no. 14532 dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Ini adalah lafadh Al-Baihaqi.
[7] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, sebagaimana
disebutkan oleh Al-Haafidh dalam Fathul-Bari 9/249 dengan sanad shahih.
Posting Komentar untuk "Menjual Daging dan Kulit Hewan Aqiqah, Memberi dalam keadaan Masak atau Mentah, Walimah Aqiqah"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.