Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenangan Di Negeri Yaman - Tak Pernah Bermimpi

Tidak pernah rasanya ku bermimpi untuk menjejakkan kakiku di negeri yang pernah mengukir sejarah bangsa-bangsa besar dahulu kala. Negeri berselubung kemegahan Ratu Saba yang termuat dalam Alquran. Negeri yang merupakan asal-usul bangsa Arab yang wujud di muka bumi ini.

Negeri Ashabul Ukhdud, negerinya Abu Hurairah, sahabat Nabi sekaligus perawi hadis tersohor, Abu Musa Al-Asyari, Negeri Umru al Qais penyair jahiliyyah yang tersohor, negeri yang dikatakan Nabi penuh hikmah dan kelembutan.

MELINTAS EMPAT NEGARA

Setelah berjalan panjang melintas tiga negara dari Kuala Lumpur-Jeddah-Cairo, akhirnya sampai juga kaki ini di Negeri Yaman, tepatnya di bandara internasional Saiun,wilayah Tarim yang masuk dalam provinsi Hadramaut.

Hadrmaut adalah negerinya para pedagang Arab yang ratusan tahun silam berkunjung ke nusantara untuk menjual barang dagangan mereka dan mengimport rempah-rempah negeri kita ke negeri mereka.

Dengan jalur berdagang mereka juga dapat menawan hati penduduk nusantara dengan akhlak dan kepribadian mereka untuk memeluk Islam. Tidak salah bila dikatakan bahwa peran mereka sangat besar dalam megislamkan bumi nusantara jauh-jauh hari sebelum ada yang namanya Indonesia.

Kedatangan mereka banyak disambut raja-raja nusantara dan dinikahkan dengan puteri-puteri raja yang akhirnya kelak melahirkan pangeran-pangeran dan dai-dai bernasab arab, sebut saja sebagian dari Wali Songo, adalah para da’i yang berdarah arab.

NEGERI YANG MASIH ORISINIL

Yaman yang kulihat sebentuk negeri yang masih orisinil, penuh dengan kebersahajaan jauh dari modernisasi. Bangunan-bangunan tua menghiasi kota-kota mereka,pasar-pasar rakyat, sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pemerintahan, semua jauh dari kesan megah dan mewah.

Mulai dari bandara, kantor imgirasi, bus-bus tua di era enam puluhan hingga delapan puluhan di negeri kita, sesak memenuhi jalan-jalan yang berlubang dan aspal yang menipis tergerus hujan, meski ada juga jalan-jalan yang lumayan mulus.

BUS-BUS TUA DAN KEBERSIHAN

Pernah sekali naik bus dengan syeikh dari Syihr ke Almukalla, subhanallah aku menaiki mobil tua yang sesak dengan penumpang, demikian juga dengan armada angkotnya yang tak kalah tua dan bututnya.

Masyarakat perkotaan Yaman kurang disiplin dengan kebersihan. Sepanjang jalan terlihat tumpukan-tumpukan sampah yang berserakan karena minimnya tempat pembuangan sampah yang disediakan pemerintah, tak pula ku-tau apakah ada petugas kebersihan mereka sebagaimana layaknya kota-kota besar dinegeri kita.

Bau tak sedap kota-kota pesisir pantai laut Arab disebabkan limbah rumah tangga mereka yang di alirkan ke laut, sungguh hal yang lumrah bagi mereka, sebagaimana bau tak sedap sebagian daerah yang berdekatn dengan Bandar Gebang tempat pembuangan sampah warga Jakarta.

Tapi manakala ku berkunjung ke perkampungan yang berada di puncak-puncak gunung seperti kampung Hajrain, kampung mereka bersih, udara segar dan sejuk, tak ada bau sebagimana yang kudapati di Mukalla ibukota Provinsi Hadarmaut.

Pantai-pantai yang seharusnya bersih, terganggu dengan adanya sampah-sampah yang berserakan. Namun demikian karena jumpah penduduk tak memadati tepian pantai, mandi dan berenang di Laut Arab sungguh nikmat sebagaimana yang kulakukan dengan pelajar-pelajar indonesia.

Berdekatan laut membuat lauk yang mereka makan selalu ikan, karena harga ikan murah dan gampang di dapat. Aku sempat berjalan-jalan ke pasar ikan dengan Syeikh melihat ikan-ikan besar dan mahal di indo dijual dengan harga murah di sana, ikan yang langsung di bawa dari laut.

PARA KULI KASAR

Orang-orang yang lalu lalang dengan penampilan berdebu dan baju kaos oblong putih yang sudah menghitam, namun tetap dipakai oleh pekerja kasar, adalah hal yang lumrah bagi mereka. Kebiasaan pakai sarung bagi kaum lelaki sudah menjadi budaya untuk segala aktifitas. Bila sarung di negeri kita identik dengan pakaian sholat dan mengaji, maka di Yaman sarong dipakai untuk kerja, berkendaraan motor, bertani dst.

Disepanjang trotoar tengah jalan, kulihat banyak orang-orang berkumpul, lengkap dengan cangkul, parang, gergaji dan semisalnya. Mereka sedang menunggu kiranya ada orang-orang yang mau mempekerjakan mereka sebagai kuli di ladang, kebun, tempat pembuatan batako dan kerjaan bangunan.

Gubuk-gubuk reot dan liar di tepi pantai dan di tanah-tanah yang kosong, cukup banyak menghiasi kota. Konon yang kudengar dari penduduk tempatan, bahwa penghuninya adalah para pengungsi dari negeri-negeri rawan konflik semacam Somalia, Sudan dan sekitarnya.

Bukan hanya pengungsi dari luar Yaman, bahkan tak sedikit juga kutemukan pengungsi-pengungsi asli dari penduduk Yaman utara yang selalu bergejolak, yang berimigrasi agar selamat dari konflik demi mencari penghidupan yang lebih layak.

MATA UANG

Mata uang yaman namanya Riyal yaman, yang nilanya begitu merosot disebabkan inflasi dan ketidak stabilan. Bila uang kita yang paling besar 100.000 rupiah, kita bisa membeli lima sampai enam bungkus ayam penyet, maka nilai uang terbesar mereka 1000 riyal hanya layak membeli lima hingga enam cangkir kopi susu saja. Standar hidup di Yaman sangat murah,sesuai dengan gaji pegawai pemerintahan dan guru, yang hanya berkisar antara 200-300 riyal Saudi atau setara dengan 800.000- 1.200.000 rupiah saja.

NILAI PLUS YAMAN

Meski ditinjau dari urusan dunia, Yaman sangat jauh tertinggal dibelakang, kondisinya seperti nusantara -empat puluh tahun yang silam-namun yang namanya keramahan penduduk, salam dan senyum yang selalu mengembang- tegur sapa kepada siapa yang mereka temui, kejujuran dan kedermawanan, ketawadhu-an, masih benar-benar terjaga efek dari ketaatan beragama mereka dan jauhnya mereka dari glamour dunia.

SAFARI DAKWAH

Beberapa hari menemani beberapa syaikh berdakwah di masjid-masjid besar hingga ke perkampungan pedalaman, tidur di masjid-masjid mereka, dengan sambutan dan ramah tamah mereka, sungguh luar biasa.

Para masyayikh yang dalam ilmunya, para orator ulung yang bila bicara, hafalan ayat dan hadis lengkap dengan perawinya begitu lancar mengalir dari lisan mereka, membuatku terkagum-kagum. Meski non gelar, mereka tak menyandang LC, MA maupun DOKTOR, semoga para dai-dai dan asatidzah lokal kita dapat mengikuti jejak mereka.

Sepuluh hari bersama mereka, sangat tergambar ketulusan mereka dalam berdkawah, kesederhanaan, ketawadhu-an, pengorbanan dalam dakwah yang sungguh luas biasa.

Biasa para masyayikh saling menziari markiz-markiz yang ada di yaman untuk saling memberi faedah ilmu, mengkuatkan ikatan ukhuwwah, diantara mereka yang pernah ku ikuti kajiannya,sebut saja Syeikh Abu Khalid Walid Maqram dari Al-Mukalla, Syeikh Abu Hammam dari Ad Dis, Syeikh Abu Anas, dari Utara, Syeikh Abul Husain Hasan Alaiwah dan syeikh Muhammad Yusuf dari Syabwah, dan yang paling ku kagumi adalah Syaikh Sholeh Syarafi-penasehat pemeintah Hadramuat, yang bila bicara mengeluarkan intan berlian hikmah yang membuat kita tak bosan bicara denganya. Apapun topik yang kita bicarakan selalu saja nyambung dengan luasnya bacaan dan pengetahuannya, bahkan kita malu manaka ia berbicara tentang Indonesia dan sejarah masuknya Islam ke negeri kita, dia lebih luas menjelaskannya lengkap dengan referensi dari apa yang dia baca.

RUMAH-RUMAH DARI TANAH LIAT

Di banyak daerah, kusaksikan banyak rumah-rumah yang dibangun dari tanah lihat, kukira awalnya itu rumah-rumah orang miskin, namun manakala masuk ke salah satu rumah dai di sana aku terkagum-kagum melihat dalam rumah indah luar biasa seperti rumah orang kaya di tempat kita. Ternyata bahan tanah lihat hanyalah luarnya saja untuk membuat rumah mereka tetap hangat di musim dingin dan tetap dingin di musim panas.

Dalam acara makan siang aku pernah berkunjung di rumah Syaikh Abdullah yang berada didataran tinggi pegunungan Hajrain, manakala masuk ke dalam rumah benar-benar terasa sejuk walaupun Ac belum di hidupkan. Benteng-benteng tua dan rumah-rumah tua dari tanah lihat masih tersebar diberbagi tempat di yaman.

Hal yang tak bisa kulupa bahwa masjid-masjid mereka begitu luas-luas dan indah berhamparkan dengan permadani tebal, dan dipenuhi dengan kipas-kipas gantung dan Ac-Ac standing yang mengisi setiap bagian dinding masjid. Sound system yang bagus, dan berbagai hal lainnya yang menunjukkan bangsa ini begitu pedulinya dengan agama, dan betapa besar keagungan agama di hati mereka.

Sungguh kontras dengan banyak kota-kota besar yang ku kunjungi, hotel-hotel mewah bintang lima, mal-mal dan tampat perbelanjaan super besar yang tak jarang tak tersedia fasilitas musholla.

Kalaupun ada hanyalah sebatas musholla-musholla kecil di sudut-sudut dari sisa ruangan sempit yang tak layak mendatangkan uang, ataupun di pelataran parkir base camp hotel yang paling bawah.

Ini semua menunjukkan betapa besarnya dunia dimata mereka dan betapa kecilnya agama bersemayam dalam dada-dada mereka.

Kau masuk ke dalam hotel bintang lima yang keseluruhannya beralaskan permadani tebal nan indah, namun bila sampai di musholla kau akan dapati ruangan sempit, panas tak ber Ac, dengan tumpukan sarung dan mukena yang sudah lusuh dan usang, karpet musholla yang sudah tua dimakan zaman karena jarang diperhatikan.

KEJUJURAN

Di pasar tradisional, Syeikh Abu Khalid membeli dua baju kaos, kebetulan uang beliau tinggal di mobil yg lumyan jauh jaraknya, penjual baju tersebut menyuruh syeikh membawa dua baju kaos yang belum dibayar tersebut, ia sangat yakin syeikh pasti akan datang membayar bajunya.

Kutanyakan pada syeikh apakah ia mengenal syeikh, kata syeikh tidak, mereka tak saling mengenal, mungkin nilai-nilai kejujuran masih melekat di dalam dada-dada mereka.

KANTOR IMIGRASI

Menemai sebagian pelajar membuat iqamah(izin tinggal) kami masuk ke ruang imigrasi yang sangat jauh dari kesan layak. Bangunan yang ala kadarnya, dan jalan tanah tak beraspal menuju kantor itu adalah pemandangan aneh yang kontras dengan kantor imigrasi negeri kita. Namun yang namanya layanan, ketulusan, ketawadhuan masih jauh di atas dibandingkan dengan negeri kita.

Satu lagi hal yang aneh di Yaman, siapa yang izin tinggalnya telah habis masa alias over stay, pemerintah tidak akan pernah memenjarakan para pendatang walaupun bertahun-tahun.

Menurut hematku, mereka terkendala memberi makan para pendatang yang over stay bila dipenjarakan dan lebih terkendala lagi untuk mendeportasikan mereka via pesawat udara berhubung mahalnya tiket.

Jadi bila ada yang telah lewat izin tinggal, tak perlu takut dikejar-kejar petugas imigrasi karena ia akan aman stay di Yaman, namun harus siap-siap dengan membayar denda yang satu harinya 2000 Riyal Yaman atau sekitar 2 Dolar Us perhari.

Hal yang aneh lagi petugas imigrasi bisa memberikan keringan denda bila dianggap terlalu banyak dan yang melanggar tak mampu membayar, atau bila mampu nego dan meyakinkan bahwa mereka pelajar terkendala bayar, menemani para pelajar yang membuat iqamah, mereka berhasil nego dari denda yang seharusnya dibayar 200 dolar Us menjadi 160 Dolar saja.

WANITA YAMAN

Aku pernah berkunjung di bebrapa negara Arab, pemandangan wanita tak berhijab, bersolek dan berpakaian ketat, adalah hal lumrah. Memang di Saudi, dominanya berhijab meski di kota besar seperti Jeddah dan Riyadh, ada juga yang tak berjilbab, tapi untuk negeri Yaman yang ku lihat, tak kutemukan kaum wanita dewasanya yang tidak berjilbab, bahkan tak kutemukan wanita yang membuka wajahnya.

Para wanita mereka juga tidak banyak ditemukan di jalan-jalan, sebatas keluar untuk keperluan sekolah, bekerja dan berbelanja saja.

Wanita Yaman juga tidak begitu sulit untuk dinikahi pendatang, beda dengan wanita saudi dan sebgaian negeri teluk yang rasanya mustahil mereka membiarkan gadis-gadis mereka dipersunting orang luar. Ada sebagian pelajar kita yang beristrikan wanita Yaman.

MARKAZ TEMPAT BELAJAR

Berkat dakwah Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, markaz-markaz darul hadis menjamur bertumbuhan di seluruh Yaman.

Markaz atau markiz adalah semacam pondok pesantren yang menerima para pelajar untuk ikut menimba ilmu dari para guru. Biasanya setiap markiz dikenal dengan nama Syeikh dan tempatnya.

Belajar di markiz rata-rata gratis tak dipungut bayaran, kalaupun ada hanya sedikit sekali sekedar untuk membeli lauk belaka, dan itupun bagi markiz yang baru berdiri dan belum banyak donatur penyandang dananya.

Untuk fasilitas, memang ala kadarnya, asrama yg padat, bahkan sebagian ada yang tidur di masjid, tak ada ruang kelas, karena belajarnya di masjid dalam bentuk halaqah-halaqoh yang dinegeri kita dikenal dengan istilah sorogan.

Pembelajaran dengan kitab-kitab yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan murid dan apa yang ingin diajarkan guru.

Darul Hadis Jami Al-Urwatul Wutsqa yang di pimpin oleh Syeikh Abu Khalid contohnya, pembelajaran di mulai ba’da zhuhur satu jam, kemudian lepas ashar setengah jam, kemudian lanjut dengan murajaah quran hingga jelang maghrib. Lepas maghrib kembali nyambung hingga azan Isya, lepas Azan kembali lanjut sekitar 20 menit jelang Iqamah, lepas Isya lanjut kembali hingga setengah jam dengan materi yang bervariasi, dari Nahu, usul hadis, usul tafsir, sirah, Arbain, Akhlak, fikih, tajwid dll. Lepas Subuh mereka murajaah dan menambah hafalan Alquran.

Libur di hari jumat, namun sorenya biasanya mereka akan menghadiri kajian masyayikh yang datang dari luar kota di tempat-tempat yang berbeda.

MENEMANI MASYAYIKH

Menemani masyaikh keliling bedakwah membuat aku kecipratan pula untuk memberikan ceramah dan khutbah jumat, masalahnya adalah ceramah dan khutbah tersebut harus dengan bahasa Arab karena jamaahnya adalah orang Arab.

Hanya karena karunia Allah semata, dan sedikit bekal bahasa arab yang kumiliki dapat turut berbagi ilmu di negeri Yaman, alhamdulillah yang dengannya semata terwujud segala kebaikan.

Ternyata tak sia-sia bahasa Arab fushah yang kita pelajari dan ajarkan di indonesia sangat membantu untuk turut memberi faedah ilmu buat mereka.

Jamaah sempat tak percaya bahwa yang memberi tausiah mereka orang asing bukan Arab, turut serta berbagi ceramah dengan masyayikh.

Saranku kepada setiap penimba ilmu, untuk membiasakan bahasa arab dan banyak berlatih agar bermanfaat kelak untuk berdakwah di luar indonesia. Karena kulihat banyak pelajar yang tinggal dinegeri Arab malas melatih lidah berbicara dengan bahasa Arab karena hanya bergaul dengan sesama pelajar indonesia dan jarang berkomunikasi dengan orang Arab.

PULANG

setelah 10 hari berkeliling ke berbagai daerah di Yaman Selatan, mulai dari Tarim, Mukalla, Syihr, Hajrain, dan Saiun, mengunjungi berbagai kota dan kampung-kampung mereka, aku kembali bertolak meninggalkan Yaman dengan segala kenangan dan kesan-kesan yang sebagiannya tak dapat kutuliskan dengan kata-kata, menuju Cairo -Jeddah-Kuala lumpur- Johor Baru hingga ke Batam insyaallah.

Cairo, 6 Rabiuts Sani/ 30 Okt 2022

Abu Zubair MY

Posting Komentar untuk "Kenangan Di Negeri Yaman - Tak Pernah Bermimpi"