Hukum Pembunuhan Berencana Dalam Islam
Perhatikan hadits berikut
ini:
Al-Imam Al-Bukhari
rahimahullah membawakan sebuah riwayat dalam kitab Shahih-nya sebagai berikut:
عن جابر ابن عبد الله رضي الله عنهما يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
(من لكعب بن الأشرف، فإنه قد آذى الله ورسوله). فقام محمد بن مسلمة فقال: يا رسول
الله، أتحب أن أقتله؟ قال: (نعم). قال: فائذن لي أن أقول شيئا، قال: (قل) فأتاه
محمد بن مسلمة فقال: إن هذا الرجل قد سألنا صدقة، وإنه قد عنانا، وإني قد أتيتك
أستسلفك، قال: وأيضا والله لتملنه، قال: إنا قد اتبعناه، فلا نحب أن ندعه حتى ننظر
إلى أي شيء يصير شأنه، وقد أردنا أن تسلفنا وسقا أو وسقين؟ فقال: نعم، ارهنوني،
قالو: أي شيء تريد؟ قال: أرهنوني نساءكم، قالوا كيف نرهنك نساءنا وأنت أجمل العرب،
قال: فارهنوني أبناءكم، قالوا: كيف نرهنك أبناءنا، فيسب أحدهم، فيقال: رهن بوسق أو
وسقين، هذا عار علينا، وكنا نرهنك اللأمة - قال سفيان: يعني السلاح - فواعده أن
يأتيه، فجاءه ليلا ومعه أبو نائلة، وهو أخو كعب من الرضاعة، فدعاهم إلى الحصن،
فنزل إليهم، فقالت له امرأته: أين تخرج هذه الساعة ؟ فقال: إنما هو محمد بن مسلمة
وأخي أبو نائلة، قالت أسمع صوتا كأنه يقطر منه الدم، قال: إنما هو أخي محمد بن
مسلمة، ورضيعي أبو نائلة، إن الكريم لو دعي إلى طعنة بليل لأجاب. قال ويدخل محمد
بن مسلمة معه رجلين، فقال: إذا ما جاء فإني قائل بشعره فأشمه، فإذا رأيتموني
استمكنت من رأسه فدونكم فاضربوه. وقال مرة ثم أشمكم، فنزل إليهم متوشحا وهو ينفح
منه ريح الطيب، فقال: ما رأيت كاليوم ريحا، أي أطيب، وقال غير عمرو: قال عندي أعطر
نساء العرب وأكمل العرب. قال عمرو: فقال أتأذن لي أن أشم رأسك؟ قال: نعم، فشمه ثم
أشم أصحابه، ثم قال: أتأذن لي؟ قال: نعم، فلما استمكن منه، قال: دونكم، فقتلوه، ثم
أتوا النبي صلى الله عليه وسلم فأخبروه.
Dari Jaabir bin ‘Abdillah
radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam: “Siapakah yang akan (mencari) Ka’b bin Al-Asyraf.
Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya?”. Muhammad bin Maslamah
pun segera bangkit berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau suka
jika aku membunuhnya?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Benar”.
Maka Muhammad bin Maslamah berkata: “Ijinkanlah aku membuat satu strategi (tipu
muslihat)”. Beliau menjawab: “Lakukanlah!”.
Kemudian Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’b bin Al-Asyraf dan berkata kepadanya: “Sesungguhnya laki-laki ini (yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) meminta kepada kita shadaqah. Sungguh, ia telah menyulitkan kita. Dan aku (sekarang) mendatangimu untuk meminjam kepadamu”. Maka Ka’b menjawab: “Aku pun juga demikian! Demi Allah, sungguh engkau akan merasa jemu kepadanya”. Ibnu Maslamah berkata: “Sesungguhnya kamu telah mengikutinya dan kami tidak akan meninggalkannya hingga kami melihat bagaimana keadaan yang ia alami kelak. Dan sesungguhnya kami berkeinginan agar engkau sudi meminjami kami satu atau dua wasaq makanan”. Ka’b berkata: “Ya, tapi hendaknya engkau menggadaikan sesuatu kepadaku”. Ibnu Maslamah dan kawan-kawannya bertanya: “Jaminan apa yang engkau inginkan?”. Ka’b menjawab: “Hendaknya engkau menggadaikan wanita-wanita kalian”. Mereka berkata: “Bagaimana kami bisa menggadaikan wanita-wanita kami kepadamu sementara engkau adalah laki-laki ‘Arab yang paling tampan”. Ka’b berkata: (Kalau begitu), gadaikanlah anak-anak kalian”. Mereka berkata: “Bagaimana kami bisa menggadaikan anak-anak kami, lantas akan dicaci salah seorang di antara mereka dengan mengatakan: ‘ia digadaikan dengan satu wasaq atau dua wasaq makanan’? Yang demikian itu akan membuat kami cemar. Akan tetapi kami akan menggadaikan senjata kami”. Maka Ka’b membuat perjanjian dengan Ibnu Maslamah agar ia (Ibnu Maslamah) mendatanginya (pada hari yang ditentukan). Maka Ibnu Maslamah pun mendatanginya pada suatu malam bersama Abu Naailah – ia adalah saudara sepersusuan Ka’b. Mereka berdua pun memanggil Ka’b untuk datang ke tempat senjata yang digadaikan. Ka’b pun memenuhi panggilan mereka. Istri Ka’b bertanya kepada Ka’b: “Mau pergi kemana malam-malam begini?”. Ka’b menjawab: “Ia hanyalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku Abu Naailah”. Istrinya berkata: “Sungguh aku mendengar suara bagaikan tetesan darah”. Ka’b berkata: “Dia itu saudaraku Muhammad bin Maslamah dan saudara sepersusuanku Abu Naailah. Sesungguhnya seorang dermawan jika ia dipanggil di malam hari meskipun untuk ditikam, ia akan tetap memenuhinya”. Muhammad bin Maslamah masuk ke tempat yang telah ditentukan bersama dua orang laki-laki. Ia (Ibnu Maslamah) berkata kepada mereka berdua: “Jika Ka’b datang, maka aku akan mengucapkan sya’ir kepadanya, dan menciumnya. Jika kalian melihat aku sudah menyentuh kepalanya, maka pukullah ia”. Muhammad bin Maslamah juga berkata: “Kemudin aku juga akan menyilakan kalian menciumnya pula”. Ka’b pun datang kepada mereka dengan pakaian yang indah dan bau yang harum semerbak. Muhammad bin Maslamah berkata: “Aku belum pernah mencium bau yang lebih harum dibandingkan hari ini”. Ia menjawab: “Aku memang mempunyai istri yang paham dengan minyak wangi yang paling unggul, dan ia adalah orang Arab yang paling baik”. Muhammad bin Maslamah berkata: “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu?”. Ka’b menjawab: “Ya, silakan”. Maka ia pun mencium kepala Ka’b, yang kemudian diikuti dua orang temannya yang ikut mencium kepalanya pula. Muhammad bin Maslamah kembali berkata: “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu lagi?”. Ka’b menjawab: “Ya”. Ketika ia memegang kepala Ka’b, ia pun berkata kepada dua orang temannya: “Bunuhlah ia!”. Maka mereka pun membunuhnya. Setelah itu, mereka mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengkhabarkan perihal Ka’b bin Al-Asyraf” (HR. Al-Bukhari no. 4037. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 1801).
Para ‘ulama telah
menentukan beberapa kaidah atau aturan diperbolehkannya melakukan pembunuhan
terencana dengan melakukan tipu daya berdasarkan hadits di atas, yaitu:
1. Pembunuhan tersebut
harus dilakukan atas perintah imam atau pemimpin.
Pada kisah Ka’b bin
Al-Asyraf ini, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapakah
yang akan (mencari) Ka’b bin Al-Asyraf. Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah
dan Rasul-Nya?”. (HR. Al-Bukhari no. 4039)
Hal yang sama,
sebagaimana kisah terbunuhnya Abu Raafi’ ‘Abdullah bin Abil-Huqaiq, dimana
dalam riwayat disebutkan:
بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى أبي رافع اليهودي رجالا من الأنصار
“Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam mengutus sejumlah laki-laki Anshar untuk membunuh Abu Raafi’
Al-Yahudiy”. Maka di sini dapat diketahui bahwa pembunuhan yang dilakukan itu
atas perintah dan restu dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pembunuhan atas perintah
dan restu imam atau pemimpin dilakukan dengan pertimbangan kemaslahatan umum.
Adapun jika pembunuhan hanya didasarkan oleh pertimbangan dan keputusan
individu (tanpa perintah dan restu imam), maka ia hanya akan menyebabkan
kerusakan.
2. Pembunuhan dilakukan
kepada orang yang telah dipastikan kekufurannya.
Ka’b bin Al-Asyraf dan
Ibnu Abil-Huqaiq adalah dua orang yang kufur kepada Allah ‘azza wa jalla dan
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah
ketika menyebutkan beberapa faedah kisah pembunuhan Ibnu Abil-Huqaiq berkata:
وفي هذا الحديث من الفوائد جواز اغتيال المشرك الذي بلغته الدعوة ......
“Dalam hadits ini
terdapat beberapa faedah, diantaranya adalah bolehnya melakukan tipu daya untuk
membunuh orang musyrik yang telah sampai kepadanya dakwah (namun ia
menolaknya)…. (Fathul-Baariy, 7/345)
Hadits ini
mengindikasikan diperbolehkannya melakukan pembunuhan kepada orang musyrik dan
kafir yang didasari oleh nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan semata-mata
pendapat pribadi yang mudah dalam mengkafirkan orang lain tanpa haq.
3. Orang yang dibunuh
termasuk orang kafir yang memusuhi dan memerangi kaum muslimin (kafir harbi).
Al-Imam Bukhari
rahimahullah telah memasukkan hadits Ka’b ini dalam dua bab pada
Kitaabul-Jihaad was-Siyaar. Pertama, dalam Bab: “Serangan mendadak/tiba-tiba
terhadap orang kafir harbi” (باب الْفَتْكِ بِأَهْلِ الْحَرْبِ); dan Kedua, dalam Bab: “Tipu Daya dalam Peperangan” (بَاب الْكَذبِ فِي الْحَرْبِ).
Al-Haafidh rahimahullah
berkata:
قوله: "باب الفتك بأهل الحرب" أي جواز قتل الحربي سرا، .....وإنما
فتكوا به لأنه نقض العهد، وأعان على حرب النبي صلى الله عليه وسلم، وهجاه، ولم يقع
لأحد ممن توجه إليه تأمين له بالتصريح، وإنما أوهموه ذلك وآنسوه حتى تمكنوا من
قتله.
“Perkataan Al-Bukhari:
Bab Serangan mendadak kepada orang kafir harbi; yaitu bolehnya membunuh orang
jafir harbi secara diam-diam….. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatur
siasat untuk membunuhnya (Ka’b bin Al-Asyraf) karena ia telah melanggar
perjanjian, memberikan pertolongan dalam memerangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, dan mencaci-makinya.” (Fathul-Baariy, 6/160)
4. Harus ada jaminan akan
terciptanya keamanan dengan adanya pembunuhan yang dilakukan.
Sesungguhnya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan membunuhnya kecuali jika
persatuan kaum muslimin dalam keadaan kuat, tidak tercerai-berai. Yang
menunjukkan hal ini adalah bahwa orang-orang Yahudi tidak melakukan satu
tindakan perlawanan setelah terbunuhnya salah satu pemimpin di antara para
pemimpin mereka.
Bandingkan antara
perintah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk membunuh Ka’b bin Al-Asyraf
dengan larangan beliau untuk membunuh gembong munafiqiin, ‘Abdullah bin Ubay
bin Salul, padahal keduanya orang itu sama-sama telah menyakiti Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak dapat menjamin keamanan dalam
membunuh orang-orang munafiq, karena akan terjadi pergolakan sehingga akan
dikatakan bahwa Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah membunuh
shahabat-shahabatnya. Kekufuran orang munafiq adalah tidak dijelas
(tersembunyi), dan juga mereka tidak menampakkan perlawanan nyata terhadap
Allah dan Rasul-Nya. Hal ini berbeda dengan orang kafir dimana beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat menjamin keamanan (dengan kekuatan yang
dimiliki), karena kekafiran orang kafir/musyrik adalah jelas sehingga tidak
perlu diterangkan lagi.
Berdasarkan faktor-faktor
inilah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan membunuh orang
munafiq, dan tidak seorang shahabat pun yang berani membunuh orang munafiq jika
mereka tidak diperintah oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk
melakukannya.
Sebagian kalangan
merasakan ada kemusykilan berkaitan dengan hadits Ka’b bin Al-Asyraf di atas.
Bagaimana mungkin Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam men-taqrir
perbuatan Muhammad bin Maslamah beserta dua orang rekannya radliyallaahu ‘anhum
untuk melakukan satu pengkhianatan dalam upaya pembunuhan terhadap Ka’b?
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkannya sebagai berikut:
ذَكَرَ مُسْلِم فِيهِ قِصَّة مُحَمَّد بْن مَسْلَمَةَ مَعَ كَعْب بْن الْأَشْرَف
بِالْحِيلَةِ الَّتِي ذَكَرَهَا مِنْ مُخَادَعَته ، وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي
سَبَب ذَلِكَ وَجَوَابه ، فَقَالَ الْإِمَام الْمَازِرِيُّ: إِنَّمَا قَتَلَهُ
كَذَلِكَ ؛ لِأَنَّهُ نَقَضَ عَهْد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهَجَاهُ وَسَبَّهُ ، وَكَانَ عَاهَدَهُ أَلَّا يُعِين عَلَيْهِ أَحَدًا ، ثُمَّ
جَاءَ مَعَ أَهْل الْحَرْب مُعِينًا عَلَيْهِ ، قَالَ: وَقَدْ أَشْكَلَ قَتْله
عَلَى هَذَا الْوَجْه عَلَى بَعْضهمْ ، وَلَمْ يَعْرِف الْجَوَاب الَّذِي
ذَكَرْنَاهُ ، قَالَ الْقَاضِي: قِيلَ هَذَا الْجَوَاب ، وَقِيلَ: لِأَنَّ
مُحَمَّد بْن مَسْلَمَةَ لَمْ يُصَرِّح لَهُ بِأَمَانٍ فِي شَيْء مِنْ كَلَامه ،
وَإِنَّمَا كَلَّمَهُ فِي أَمْر الْبَيْع وَالشِّرَاء ، وَاشْتَكَى إِلَيْهِ ،
وَلَيْسَ فِي كَلَامه عَهْد وَلَا أَمَان ، قَالَ: وَلَا يَحِلّ لِأَحَدٍ أَنْ
يَقُول إِنَّ قَتْله كَانَ غَدْرًا ، وَقَدْ قَالَ ذَلِكَ إِنْسَان فِي مَجْلِس
عَلِيّ بْن أَبِي طَالِب - رَضِيَ اللَّه عَنْهُ - فَأَمَرَ بِهِ عَلِيّ فَضُرِبَ
عُنُقه ، وَإِنَّمَا يَكُون الْغَدْر بَعْد أَمَان مَوْجُود ، وَكَانَ كَعْب قَدْ
نَقَضَ عَهْد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يُؤَمِّنهُ
مُحَمَّد بْن مَسْلَمَةَ وَرُفْقَته ، وَلَكِنَّهُ اِسْتَأْنَسَ بِهِمْ
فَتَمَكَّنُوا مِنْهُ مِنْ غَيْر عَهْد وَلَا أَمَان . وَأَمَّا تَرْجَمَة
الْبُخَارِيّ عَلَى هَذَا الْحَدِيث بِبَابِ الْفَتْك فِي الْحَرْب فَلَيْسَ
مَعْنَاهُ الْحَرْب ، بَلْ الْفَتْك هُوَ الْقَتْل عَلَى غِرَّة وَغَفْلَة ،
وَالْغِيلَة نَحْوه
“Muslim menyebutkan dalam
hadits ini kisah Muhammad bin Maslamah dan Ka’b bin Al-Asyraf dengan perbuatan
tipu daya yang disebutkan, yang merupakan tipu muslihatnya. Para ulama berbeda
pendapat mengenai sebab dilakukannya hal itu beserta jawabannya. Al-Imam
Al-Maaziriy berkata: ‘Sesungguhnya pembunuhan Ka’b itu hanya dilakukan karena
ia telah melanggar perjanjian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, menghina,
dan mencacinya. Padahal tujuan perjanjian itu adalah untuk tidak menolong
mereka (orang-orang kafir) untuk tidak memerangi beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan kaum muslimin. Namun ia malah datang kepada orang-orang kafir harbi
sebagai penolong untuk memerangi beliau’.
Ia juga berkata:
‘Sebagian orang di antara mereka mempermasalahkan pembunuhan Ka’b dengan cara
seperti itu, namun jawabannya tidaklah diketahui selain dari apa yang telah
kami sebutkan’.
Berkata Al-Qaadliy:
‘Dikatakan inilah jawabannya. Dan dikatakan juga: ‘Muhammad bin Maslamah tidak
menjelaskan jaminan keamanan/keselamatan bagi Ka’b dari apa yang dikatakan
kepadanya. Perkataannya kepada Ka’b adalah dalam permasalahan jual-beli saja
seraya mengadu kepadanya. Tidak ada dalam perkataannya perjanjian dan jaminan
keamanan/keselamatan’.
Ia juga berkata: ‘Tidak halal bagi seorang pun untuk mengatakan bahwa dalam pembunuhan Ka’b itu merupakan pengkhianatan. Sesungguhnya telah ada seseorang yang mengatakan hal itu di hadapan ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, maka ‘Ali pun memerintahkan agar orang tadi dipenggal lehernya. Dinamakan pengkhianatan hanya jika dilakukan setelah adanya jaminan keamanan. Ka’b telah melanggar perjanjian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan posisi Muhammad bin Maslamah dan rekan-rekannya tidak memberikan jaminan keamanan pada Ka’b bin Al-Asyraf. Namun ia bersikap ramah kepada mereka dan mereka pun menyembunyikan maksud sebenarnya kepadanya (untuk membunuhnya) tanpa adanya satu perjanjian dan jaminan keamanan. Adapun penafsiran Al-Bukhari atas hadits ini dengan (menempatkannya pada) Bab Serangkan Mendadak/Tiba-Tiba dalam Peperangan[1], maka ini bukanlah makna peperangan yang sebenarnya. Namun maknanya adalah pembunuhan dengan tiba-tiba ketika ada kesempatan, kelengahan, tipu muslihat, dan yang semacamnya.” (Syarh Shahih Muslim, 12/160-161)
Wallaahu a’lam.
Semoga Allah memberikan
manfaat dari tulisan singkat ini bagi Pembaca dan Penulisnya.
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
[1] Yang benar dalam Shahih Al-Bukhari adalah Bab Serangan
Mendadak/Tiba-Tiba kepada Orang Kafir Harbi, sebagaimana telah dituliskan
sebelumnya.
Posting Komentar untuk "Hukum Pembunuhan Berencana Dalam Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.