Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Mudah Ngomong Cerai (Bahaya)

Di antara permasalahan sosial yang sangat berhaya adalah masalah perceraian. Sebuah permasalahan keluarga yang sering berulang dan banyak terjadi di masyarakat. Betapa sering perceraian menjadikan kelompok terkecil dalam masyarakat ini yaitu keluarga menjadi merana. Anak-anak terlantar tidak mendapatkan nafkah, kasih sayang, dan pendidikan yang memadai dari ayah dan ibu. Di masa yang akan datang, mereka yang tumbuh dalam kondisi ini akan menjadi bagian utama dalam masyarakat. Kalau satu keluarga memiliki dua sampai empat orang anak, lalu bagaimana kalau perceraian terjadi pada banyak keluarga?

Perceraian banyak sekali terjadi di zaman sekarang ini. Hal ini disebabkan karena lisan-lisan para suami yang mudah mengucapkannya. Bahkan kata cerai terucap bukan karena satu permasalahan yang benar-benar serius. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para suami untuk berhati-hati mengucapkan cerai. Karena ucapan tersebut sangat besar artinya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ: النِّكَاحُ، وَالطَّلاقُ، وَالرَّجْعَةُ) رواه أبو داود (2194) والترمذي (1184) وابن ماجه (2039(

 “Tiga perkara yang serius dan candanya tetap dianggap serius: pernikahan, talak, dan rujuk.” (HR. Abu Daud: 2194 dan Tirmidzi (1184) dan Ibnu Majah (2039)).

Islam menuntunkan agar ikatan pernikahan itu langgeng tidak terputus. Dan Islam memuliakan akad pernikahan ini. Sampai-sampai Allah menyebutnya dengan mitsaqan ghalizha (perjanjian yang kuat). Dan akad pernikahan adalah akad yang paling kuat. Janji yang paling ditekankan untuk dipenuhi.

Setelah memberikan label ikatan yang kuat pada akad pernikahan yang merupakan titik awal seseorang memulai kehidupan rumah tangganya, selanjutnya syariat Islam tidak lepas tangan. Syariat ini menetapkan adab-adab dan seni interaksi antara suami istri. Agar kehidupan rumah tangga mereka berjalan di atas petunjuk. Bahkan Allah tetapkan aturan-aturan hak dan kewajiban antara suami istri. Allah berikan peranan dan tanggung jawab agar bahtera rumah tangga dapat berjalan penuh dengan keadilan dan kebijaksanaan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Quran Al-Baqarah: 228).

Allah juga menaruh bibit-bibit cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga. Sebagaimana firman-Nya:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Quran Ar-Rum: 21).

Allah perintahkan para suami untuk berinteraksi dengan baik bersama istrinya. Sebagaimana firman-Nya:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Quran An-Nisa: 19)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah marah seorang suami kepada istrinya. Jika ia tidak menyukai satu perangai darinya, tentu ada perangai lainnya membuatnya senang.” (HR. Muslim)

Suatu keharusan bagi para laki-laki adalah mengenal karakter bawaan seorang wanita. Yaitu sifat bawaan yang Allah ciptakan kaum wanita dengan karakter tersebut. Banyak laki-laki yang tidak mengetahui dan menuntut seorang wanita memiliki hal-hal yang tidak mungkin ada pada mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا».

“Saling berwasiat kebaikanlah terhadap wanita, karena mereka tercipta dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang berada pada tempat yang paling atas, jika engkau berusaha meluruskannya ia pasti akan patah, dan jika engkau membiarkannya ia pasti tetap bengkok, maka berwasiat kebaikanlah terhadap wanita”(HR Bukhari no. 5185 dan Muslim no. 1468).

Syariat Islam berkeinginan kuat menjaga keluarga. Allah buat aturan agar rumah tangga terhindar dari kerusakan. Allah tetapkan system pencegahan dari sisi intern keluarga demikian juga pencegahan dari sisi ekstern. Seperti larangan mengganggu pasangan orang lain. Mengganggu istri orang atau suami orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امرَأَةً عَلَى زَوجِهَا

“Bukan termasuk golongan kami seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud)

Ad-Dzahabi menjelaskan apa yang dimaksud dengan takhbib. Takhbib adalah merusak hati wanita terhadap suaminya, beliau berkata:

ﺇﻓﺴﺎﺩ ﻗﻠﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻠﻰ ﺯﻭﺟﻬﺎ

“Merusak hati wanita terhadap suaminya.” (Al-Kabair, hal. 209)

Meskipun Islam telah berupaya maksimal meletakkan asas-asas kehidupan berumah tangga dan menjaga keberlangsungannya, namun manusia memiliki sifat berbuat salah. Manusia juga memiliki karakter tidak sempurna. Sehingga di tengah keluarga muslim pun terjadi cekcok bahkan badai perselisihan. Namun, yang perlu kita sadari saat menghadapi kondisi seperti ini, kita harus tetap sadar bahwa perceraian bukanlah solusi pertama yang ditawarkan oleh Islam. Seperti yang dikira oleh orang-orang yang mudah mengucapkan cerai.

Agama kita telah memberikan bimbingan, bagaimana hendaknya suami istri menyikpai perselisihan antara mereka. Allah Ta’ala berfirman:

وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan pembangkangannya, maka nasehatilah mereka atau pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, atau pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Quran An-Nisa: 34)

Ayat ini menjelaskan tahapan-tahapan menyikapi istrinya yang membangkang pada suami. Pertama dan pada kadar tertentu, dinasihati. Ketika nasihat sudah tidak berlaku lagi, maka pisah tempat tidur. Kalau ini juga sudah tidak berarti, baru dipukul dengan pukulan yang tidak melukai.

Islam juga mengajarkan tatkala perselisihan sulit diatasi oleh pasangan, agar kedua pasangan juga melibatkan keluarga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَٱبْعَثُوا۟ حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِۦ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصْلَٰحًا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيْنَهُمَآ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Quran An-Nisa: 35).

Kalau memungkinkan untuk terjadi kesepakatan, tidak boleh bagi seorang perempuan untuk tergesa-gesa meminta cerai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang minta cerai kepada suaminya bukan karena alasan yang dibenarkan, maka ia tidak akan mendapatkan bau surga.” (Ibnu Majah 2045)

Namun, ketika kata sepakat tidak terjadi. Melanjutkan kehidupan pernikahan justru malah menjadikan kehidupan seperti neraka. Sebab-sebab untuk rujuk pun sulit digapai, Allah Ta’ala membimbing hamba-Nya dengan firman-Nya:

وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ ٱللَّهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِۦ وَكَانَ ٱللَّهُ وَٰسِعًا حَكِيمًا

“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (Quran An-Nisa: 130)

Inilah tahapan-tahapan yang Islam tuntunkan. Jangan seseorang mengambil tahap akhir, atau tahap pertengahan, sebelum dia melakukan tahapan awal.

Sesungguhnya perceraian kalau tidak berlandaskan sebab yang diterima oleh syariat, maka ia menjadi sesuatu yang mengantarkan pada penyesalan, tidak memiliki faidah positif sebagaimana yang dijanjikan oleh Alquran. Tidak menegakkan agama, membuat anak-anak terlantar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan:

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيئُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. فَيَقُوْلُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئاً. قَالَ: ثُمَّ يَجيِئُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتىَّ فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ: نِعْمَ أَنْتَ. قَالَ اْلأَعْمَشُ: أُرَاهُ قَالَ: فَيَلْتَزِمُهُ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengirim tentara-tentaranya. Maka yang paling dekat di antara mereka dengan Iblis adalah yang paling besar fitnah yang ditimbulkannya. Salah seorang dari mereka datang seraya berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.”

Maka Iblis menjawab, “Engkau belum melakukan apa-apa.”

Lalu datang yang lain seraya berkata, “Tidaklah aku meninggalkan dia (manusia yang digodanya) hingga aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya.”

Iblis pun mendekatkan anak buahnya tersebut dengan dirinya dan memujinya dengan berkata, “Sebaik-baik (anak buahku adalah) kamu.”

Al-A’masy (perawi hadits ini) berkata, “Aku kira Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika itu, “Iblis merangkul dan memeluk anak buahnya tersebut.” (HR . Muslim no. 2813).

Kalau kita telusuri sebab-sebab terjadinya perceraian, intinya adalah tidak adanya atau kurangnya pasangan suami istri memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Seperti interaksi atau akhlak yang buruk. Kurangnya kesabaran dan menahan atau menerima kekurangan. Dan kurang tepatnya menyikapi suatu permasalahan.

Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Posting Komentar untuk "Jangan Mudah Ngomong Cerai (Bahaya)"