Bersinnya Nabi Adam - Keturunannya Pun Ikut Bersin
Semua orang normal pasti
pernah bersin, namun banyak di antara mereka yang tidak mengetahui
sunnah-sunnah yang dilakukan ketika bersin. Berikut akan disebutkan beberapa
riwayat dalil-dalil yang menyebutkan tuntunan adab bersin tersebut, semoga bermanfaat.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ وَزِيرٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ، عَنْ سُمَيٍّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ
غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Waziir Al-Waasithiy: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari
Muhammad bin ‘Ajlaan, dari Sumaiy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah: Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bersin, beliau menutupi wajahnya
dengan tangannya atau dengan pakaiannya, seraya merendahkan suara (bersin)-nya (Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 2745, dan ia berkata: ‘hadits hasan shahih’).
حَدَّثَنَا
آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ
الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ،
وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ، فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ، فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ، وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ
الشَّيْطَانِ، فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِذَا قَالَ: هَا ضَحِكَ مِنْهُ
الشَّيْطَانُ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abi
Iyaas: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b: Telah menceritakan kepada
kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu,
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah menyukai bersin
dan membenci menguap. Oleh karena itu, apabila salah seorang dari kalian bersin
lalu ia memuji Allah, maka kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk
bertasymit (mengucapkan yarhamukallaah). Adapun menguap, maka tidaklah ia datang kecuali dari setan.
Maka, hendaklah menahannya (menguap) semampunya. Jika ia sampai mengucapkan
‘haaah’, maka setan akan tertawa karenanya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
6223).
حَدَّثَنَا
مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ،
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَإِذَا قَالَ لَهُ:
يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Maalik bin Ismaa’iil: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Salamah: Telahmengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Diinaar, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan: ‘Alhamdulillah (segala puji hanya untuk Allah)’. Dan saudara atau rekannya (yang mendengar ucapan tersebut) hendaknya mengucapkan kepadanya: ‘yarhamukallaah (semoga Allah memberikan rahmat kepadamu)’. Apabila rekannya tersebut mengucapkan kepadanya ‘yarhamukallah’, hendaknya ia membalas: ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberikan hidayah kepa kalian dan memperbaiki keadaan kalian)” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6224).
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيل، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ،
وَلْيَقُلْ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، وَيَقُولُ هُوَ:
يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
"
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin
Ismaa’iil: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Abi
Salamah, dari ‘Abdullah bin Diinaar, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Apabila salah seorang di
antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan: ‘Alhamdulillahi ‘alaa kulli
haal (segala puji bagi Allah dalam segala kondisi)’. Dan saudara atau rekannya
(yang mendengar ucapan tersebut) hendaknya mengucapkan: ‘yarhamukallaah’. Dan
hendaknya ia (yang bersin) membalas: ‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum” (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 5033; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi
Daawud, 3/236).
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا رِفَاعَةُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيُّ، عَنْ عَمِّ أَبِيهِ مُعَاذِ بْنِ رِفَاعَةَ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ، فَقُلْتُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَلَمَّا
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ، فَقَالَ:
" مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟ " فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ
ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ: " مَنِ الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟ "
فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ: " مَنِ
الْمُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ " فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ
عَفْرَاءَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: " كَيْفَ قُلْتَ؟ "
قَالَ: قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدِ ابْتَدَرَهَا
بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا
".
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah: Telah
menceritakan kepada kami Rifaa’ah bin Yahyaa bin ‘Abdillah bin Rifaa’ah bin
Raafi’ Az-Zuraqiy, dari paman ayahnya, dari ayahnya, ia berkata: Aku pernah
shalat di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku bersin.
Aku mengucapkan: ‘Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi
mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardlaa (segala puji bagi Allah,
dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di
atasnya, sebagaimana Rabb kami senang dan ridla)’. Ketika Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau berpaling seraya bersabda:
“Siapakah yang berbicara tadi waktu shalat?”. Tidak ada seorang pun yang
menjawab, sehingga beliau bertanya untuk kedua kalinya: “Siapakah yang
berbicara tadi waktu shalat?”. Tidak ada seorang pun yang menjawab, sehingga
beliau bertanya untuk ketiga kalinya: “Siapakah yang berbicara tadi waktu
shalat?”. Maka Rifaa’ah bin Raafi’ bin ‘Afraa’ berkata: “Aku wahai Rasulullah”.
Beliau bersabda: “Apa yang engkau ucapkan tadi?”. Aku menjawab: “Aku
mengucapkan: ‘Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi
mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardlaa”. Maka Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat
tersebut” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 404, dan ia berkata: ‘hadits
hasan’).
أَخْبَرَنَا
الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ
بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَمَّا نَفَخَ فِي آدَمَ، فَبَلَغَ
الرُّوحُ رَأْسَهُ عَطَسَ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ،
فَقَالَ لَهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَرْحَمُكَ اللَّهُ
"
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin
Sufyaan: Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid: Telah menceritakan
kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit Al-Bunaaniy, dari Anas bin Maalik:
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika Allah
meniup ruuh pada diri Adam, maka sampailah ruh di kepalanya, Adam pun bersin.
Lalu ia mengucapkan: ‘Alhamdulillahi Rabbil-‘aalamiin (segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam)’. Allah tabaaraka wa ta’alaa berfirman kepadanya:
‘Yarhamukallah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 6165; dishahihkan oleh
Al-Arna’uth dalam takhriij Shahiih Ibni Hibbaan 14/37).
حَدَّثَنَا
حَامِدُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي جَمْرَةَ،
قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ إِذَا شمّت عَافَانَا اللَّهُ
وَإِيَّاكُمْ مِنَ النَّارِ، يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ
"
Telah menceritakan kepada kami Haamid bin
‘Umar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Abu
Jamrah, ia berkata: Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas mengucapkan tasymiit:
‘’Aafaanallaahu wa iyyaakum minan-naar, yarhamukumullah (semoga Allah
menyelamatkan kami dan kalian dari api neraka, dan semoga Allah memberikan
rahmat kepada kalian)” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad
no. 929; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Adabil-Mufrad hal.
343-344).
عَنْ نَافِعٍ،
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا عَطَسَ، فَقِيلَ لَهُ: يَرْحَمُكَ
اللَّهُ، قَالَ: " يَرْحَمُنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ وَيَغْفِرُ لَنَا
وَلَكُمْ "
Dari Naafi’: Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar
apabila bersin, lalu dikatakan kepadanya: ‘Yarhamukallah’. Ia (Ibnu ‘Umar)
berkata: “Yarhamunallaahu wa iyyaakum wa yaghfiru lanaa wa lakum (semoga Allah
memberikan rahmat kepada kami dan kepada kalian, dan semoga Allah memberikan
ampunan kepada kami dan kepada kalian)” (Diriwayatkan oleh Maalik no. 1939;
dishahihkan oleh Saliim Al-Hilaaliy dalam Takhrij Al-Muwaththa’ 4/443).
أَخْبَرَنَا
أَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ، أنا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ
الْقَطَّانُ، نا أَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السَّلَمِيُّ، نا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أنا
سُفْيَانُ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
السَّلَمِيِّ، أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، كَانَ يَقُولُ: " إِذَا عَطَسَ
أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَلْيَقُلْ مَنْ
يَرُدُّ عَلَيْهِ: يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، وَلْيَقُلْ: يَغْفِرُ اللَّهُ لِي
وَلَكُمْ ".هَذَا مَوْقُوفٌ، وَهُوَ الصَّحِيحُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Thaahir
Al-Faqiih: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain
Al-Qaththaan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuusuf As-Sulamiy: Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq: Telah mengkhabarkan kepada kami
Sufyaan, dari ‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy:
Bahwasannya Ibnu Mas’uud pernah berkata: “Apabila salah seorang di antara
kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan: ‘Alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin’. Dan orang yang
menjawabnya hendaklah mengucapkan: ‘Yarhamukumullah (semoga Allah memberikan
rahmat kepada kalian)’. Orang yang bersin tadi hendaknya mengucapkan:
‘Yaghfirullaahu lii wa lakum (semoga Allah memberikan ampunan kepadaku dan kepada
kalian)’” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9342; dan ia
berkata: ‘Riwayat ini mauquuf, dan itulah yang shahih’).
Dalam riwayat Al-Haakim,
Ibnu Mas’uud berkata:
إِذَا عَطَسَ
أَحَدُكُمْ، فَلْيَقُلِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيُقَلْ لَهُ: يَرْحَمُكُمُ
اللَّهُ، فَإِذَا قِيلَ لَهُ: يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، فَلْيَقُلْ: يَغْفِرُ اللَّهُ
لَنَا وَلَكُمْ
“Apabila salah seorang di
antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan: ‘Alhamdulillah’. Dan hendaklah
dikatakan kepadanya: ‘Yarhamukumullah’. Dan apabila dikatakan kepadanya
‘yarhamukumullah, hendaklah ia mengucapkan: ‘Yaghfirullaahu lanaa wa lakum
(semoga Allah memberikan ampunan kepada kami dan kepada kalian)” (Al-Mustadrak,
4/262-263).
حَدَّثَنَا
أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ قَالَ: "
كَانَ أَصْحَابُ عَبْدِ اللَّهِ إِذَا عَطَسَ الرَّجُلُ، فَقَالَ: الْحَمْدُ
لِلَّهِ، قَالُوا: يَرْحَمُنَا اللَّهُ وَإِيَّاكَ، وَيَقُولُ هُوَ: يَغْفِرُ
اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ
Telah menceritakan kepada kami Abu Khaalid
Al-Ahmar, dari Al-A’masy, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata: “Adalah
shahabat-shahabat ‘Abdullah (bin Mas’uud) apabila ada seseorang bersin
mengucapkan ‘alhamdulillah’, mereka mengucapkan: ‘yarhamunallaahu wa iyyaaka’.
Dan orang yang bersin itu menjawab: ‘yaghfirullaahu lanaa wa lakum” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah no. 26400; sanadnya hasan).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، قَالَ:
أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، أَنَّ
أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
خَمْسٌ: رَدُّ السَّلَامِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ،
وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
"
Telah menceritakan kepada kami Muhammad: Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Salamah, dari Al-Auzaa’iy, ia berkata:
Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Syihaab, ia berkata: Telah mengkhabarkan
kepadaku Sa’iid bin Al-Musayyib: Bahwasannya Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu
pernah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada lima: menjawab salam,
menjenguk orang yang sakit, mengikuti jenazah (hingga ke kuburnya), memenuhi
undangan, dan mengucapkan tasymiit terhadap orang yang bersin” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 1240).
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ
إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يُشَمَّتُ الْعَاطِسُ ثَلَاثًا
فَمَا زَادَ، فَهُوَ مَزْكُومٌ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin
Muhammad: Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari ‘Ikrimah bin ‘Ammaar,
dari Iyaas bin Salamah bin Al-Akwa’, dari ayahnya, ia berkata: Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Orang bersin dibacakan tasymiit
sebanyak tiga kali. Selebih dari itu maka ia sedang kena flu" (Diriwayatkan
oleh Ibnu Maajah no. 3714; dishahihkan oleh Basyaar ‘Awwaad Ma’ruuf dalam
Takhriij Sunan Ibni Maajah 4/5/285).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ،
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ دَيْلَمَ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ
أَبِي مُوسَى، قَالَ: " كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ: "
يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Basysyaar: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy: Telah
menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Hakiim bin Dailam, dari Abu Burdah, dari
Abu Muusaa, ia berkata: “Dulu ada seorang Yahudi bersin di sisi Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan mengharapkan agar beliau mengucapkan
kepada mereka ‘yarhamukumullah’. Namun beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan: ‘yahdikumullahu wa yushlihu baalakum” (Diriwayatkan oleh
At-Tirmidziy no. 2739, dan ia berkata: ‘hadits hasan shahih’).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلامٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَخْلَدٌ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ
جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، أَنَّهُ سَمِعَهُ
يَقُولُ: عَطَسَ ابْنٌ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ إِمَّا أَبُو بَكْرٍ،
وَإِمَّا عُمَرُ، فَقَالَ: آبَّ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: " وَمَا آبَّ؟ إِنَّ
آبَّ اسْمُ شَيْطَانٍ مِنَ الشَّيَاطِينِ جَعَلَهَا بَيْنَ الْعَطْسَةِ وَالْحَمْدِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Salaam, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Makhlad, ia berkata: Telah
mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij: Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Abi
Najiih, bahwasannya ia mendengar Mujaahid berkata: “Seorang anak dari ‘Abdullah
bin ‘Umar – mungkin ia Abu Bakr atau ‘Umar (perawi ragu) - bersin, lalu
mengucapkan: ‘aaabba’. Ibnu ‘Umar berkata: “Apa itu Aaabba?. Sesungguhnya Aabba
adalah nama setan di antara setan-setan yang sengaja ditempatkan antara bersin
dan ucapan tahmiid” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no.
937; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Adabil-Mufrad, hal. 347).
Sebagian faedah yang
dapat diambil:
1. Sesungguhnya Allah
mencintai bersin.
Bersin dapat menyehatkan
dan menyegarkan badan karena berkaitan dengan proses imunitas.
2. Disunnahkan untuk
menutup wajah dengan tangan atau kain, serta memelankan suara ketika bersin.
3. Disunnahkan untuk
mengucapkan tahmiid ketika bersin, dan wajib bagi yang mendengarnya untuk
bertasymit kepadanya.
4. Mengucapkan tasymiit
merupakan hak yang harus ditunaikan seorang muslim apabila ia mendengar muslim
lainnya yang bersin (dan mengucapkan tahmiid). Hukumnya adalah fardlu ‘ain bagi
setiap yang mendengarnya. Ibnul-‘Utsaimiin rahimahullah berkata:
أنه ذهب بعض
العلماء إلى أن التشميت فرض كفاية، فإذا كنا جماعة وعطس رجل وقال: الحمد لله؛ فقال
أحدنا له: يرحمك الله، كفى، وقال بعض العلماء: بل تشميته فرض عين على كل من سمعه؛
لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((كان حقًا على كل من سمعه أن يقول: يرحمك
الله)) وظاهر هذا أنه فرض عين؛ فعلى هذا كل من سمعه يقول له: (يرحمك الله)
“Bahwasannya sebagian
ulama berpendapat ucapan tasymiit hukumnya fardlu kifaayah. Apabila kita
sekelompok orang dan salah seorang bersin seraya mengucapkan ‘alhamdulillah,
dan kemudian salah seorang di antara kita mengucapkan yarhamukallaah,
mencukupi. Sebagian ulama lain berpendapat ucapan tasymiit hukumnya fardlu ‘ain
bagi setiap orang yang mendengarnya, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘wajib bagi setiap orang yang mendengarnya untuk mengucapkan
yarhamukallaah’. Dan yang dhahhir hukum permasalahan ini adalah fardlu ‘ain.
Oleh karena itu, setiap orang yang mendengarnya mengucapkan padanya
yarhamukallaah” (Syarh Riyaadlish-Shaalihiin, 1/272).
5. Disunnahkan untuk
mengeraskan suara pujian kepada Allah (tahmiid) sekedar untuk terdengar oleh
orang-orang yang ada di sekitarnya sehingga mereka dapat mengucapkan tasymit
kepadanya. Al-Baghawiy rahimahullah berkata
setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah:
وَفِيهِ دَلِيلٌ
عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي أَنْ يَرْفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّحْمِيدِ حَتَّى يُسْمِعَ
مَنْ عِنْدَه حَتَّى يَسْتَحِقَّ التَّشْمِيتَ
“Dalam hadits tersebut merupakan dalil bahwa
orang yang bersin hendaknya mengeraskan suaranya dengan tahmiid hingga
terdengar oleh orang yang ada di sisinya hingga ia berhak mendapatkan ucapan
tasymiit” (Syarhus-Sunnah, 12/307).
Tetap disunnahkan mengucapkan tahmiid ketika
bersin meskipun sedang shalat, namun orang yang mendengarnya dilarang
mengucapkan tasymiit jika ia sedang shalat karena dapat membatalkan shalatnya.
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ،
وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ، قَالَا: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ
بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ، قَالَ: بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَقُلْتُ:
يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ، فَقُلْتُ: وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ، مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ؟ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي،
لَكِنِّي سَكَتُّ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي، مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ، وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي، قَالَ: إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ، لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ
مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far
Muhammad bin Ash-Shabbaah (حِ), dan Abu Bakr bin
Abi Syaibah – dan keduanya berdekatan dalam lafadh haditsnya - , mereka berdua
berkata: Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim, dari Hajjaaj
Ash-Shawwaaf, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Hilaal bin Abi Maimuunah, dari
‘Athaa’ bin Yasaar, dari Mu’aawiyyah bin Al-Hakam As-Sulamiy, ia berkata: Saat
aku shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba ada
seseorang bersin. Aku kemudian berkata: ‘Yarhamukallaah’ (semoga Allah merahmatimu). Maka
orang-orang saling memandangku. Aku pun berkata: ‘Kenapa kalian memandangku
demikian?’. Mereka menepuk-nepuk paha dan aku lihat mereka mengisyaratkan agar
aku diam. Akhirnya aku pun diam. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam menyelesaikan shalatnya, demi ayah dan ibuku sebagai tebusannya, aku
belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih baik dari beliau sebelumnya.
Beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, dan tidak pula mencemoohku. Beliau
(hanya) bersabda: ‘Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sedikitpun dicampuri
dengan pembicaraan manusia. Ia hanyalah berisi tasbih, takbir, dan bacaan
Al-Qur’an” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 537).
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَفِي هَذَا
الْحَدِيث: النَّهْي عَنْ تَشْمِيت الْعَاطِس فِي الصَّلَاة ، وَأَنَّهُ مِنْ
كَلَام النَّاس الَّذِي يَحْرُم فِي الصَّلَاة وَتَفْسُد بِهِ إِذَا أَتَى بِهِ
عَالِمًا عَامِدًا
“Dalam hadits ini merupakan larangan
mengucapkan tasymiit bagi orang yang bersin dalam shalat, karena ia termasuk
pembicaraan manusia yang diharamkan diucapkan dalam shalat, dan dapat
membatalkan shalat apabila dilakukan dalam keadaan mengetahui dan sengaja”.
وَأَمَّا
الْعَاطِس فِي الصَّلَاة فَيُسْتَحَبّ لَهُ أَنْ يَحْمَد اللَّه تَعَالَى سِرًّا ،
هَذَا مَذْهَبنَا ، وَبِهِ قَالَ مَالِك وَغَيْره ، وَعَنْ اِبْن عُمَر
وَالنَّخَعِيّ وَأَحْمَد - رَضِيَ اللَّه عَنْهُمْ - أَنَّهُ يَجْهَر بِهِ ،
وَالْأَوَّل أَظْهَر ؛ لِأَنَّهُ ذِكْر ، وَالسُّنَّة فِي الْأَذْكَار فِي
الصَّلَاة الْإِسْرَار إِلَّا مَا اِسْتَثْنَى مِنْ الْقِرَاءَة فِي بَعْضهَا
وَنَحْوهَا
“Adapun orang yang bersin dalam shalat, maka
disunnahkan baginya untuk menggucapkan tahmiid kepada Allah ta’ala secaa pelan
(sirr). Inilah madzhab kami. Dan pendapat itulah yang dipegang oleh Maalik dan yang
lainnya. Adapun dari Ibnu ‘Umar, An-Nakha’iy, Ahmad – radliyallaahu ‘anhum –
berpendapat untuk mengeraskan tahmiid. Pendapat pertama yang lebih benar,
karena ia merupakan dzikir. Dan sunnah dalam dzikir-dzikir dalam shalat adalah
diucapkan secara pelan, selain yang dikecualikan dari qira’at (Al-Qur’an) di
sebagiannya dan yang semisalnya" (Syarh Shahiih Muslim, 5/21).
Namun yang nampak dalam
hadits, bacaan tahmiid tersebut dilakukan secara keras sebagaimana jika
dilakukan di luar shalat. Tidaklah Mu’aawiyyah bin Al-Hakam mengucapkan
tasymiit kecuali karena ia mendengar tahmiid orang yang bersin tadi, wallaahu a’lam.
6. Barangsiapa yang tidak
mengucapkan tahmiid atau mengucapkan dengan suara pelan sehingga tidak
terdengar, maka ia tidak berhak mendapatkan ucapan tasymiit.
حَدَّثَنَا
آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ،
قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: " عَطَسَ رَجُلَانِ
عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ
يُشَمِّتِ الْآخَرَ، فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، شَمَّتَّ هَذَا
وَلَمْ تُشَمِّتْنِي، قَالَ: إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ وَلَمْ تَحْمَدِ اللَّهَ "
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abi
Iyaas: Telah menceritakan kepada kami Syu’bah: Telah menceritakan kepada kami
Sulaimaan At-Taimiy, ia berkata: Aku mendengar Anas radliyallaahu ‘anhu berkata:
“Dua orang bersin di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau
bertasymit kepada salah seorang dari keduanya, namun tidak bertasymit kepada
yang lain. Berkatalah orang yang tidak diucapkan tasymit oleh beliau:
"Wahai Rasulullah, engkau bertasymit pada orang ini, namun engkau tidak
bertasymit kepadaku". Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang ini mengucapkan tahmid, sedangkan engkau tidak mengucapkan
tahmid” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6225).
7. Bacaan tahmiid bagi
orang yang bersin antara lain adalah:
a. Alhamdulillah
b. Alhamdulillahi
rabbil-‘aalamiin
c. Alhamdulillahi ‘alaa
kulli haal.
d. Alhamdulillahi hamdan
katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbunaa
wa yardlaa.
Semua bacaan tahmiid
merupakan pilihan yang kesemuanya benar.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
اتفق العلماء
على أنه يستحب للعاطس أن يقول عقب عطاسه الحمد لله , ولو قال الحمد لله رب
العالمين لكان أحسن ,فلو قال الحمد لله على كل حال كان أفضل
“Para ulama sepakat bahwa
disunnahkan bagi orang yang bersin untuk mengucapkan setelah bersinnya:
Alhamdulillah. Seandainya ia mengucapkan ‘alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin’,
lebih baik. Dan apabila ia mengucapkan ‘alhamdulillahi ‘alaa kulli haal’, maka
lebih utama” (Al-Adzkaar, hal. 231).
قَالَ الْقَاضِي:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي كَيْفِيَّة الْحَمْد وَالرَّدّ ، وَاخْتَلَفَتْ فِيهِ
الْآثَار ، فَقِيلَ: يَقُول: الْحَمْد لِلَّهِ . وَقِيلَ: الْحَمْد لِلَّهِ رَبّ
الْعَالَمِينَ ، وَقِيلَ: الْحَمْد لِلَّهِ عَلَى كُلّ حَال ، وَقَالَ اِبْن
جَرِير: هُوَ مُخَيَّر بَيْن هَذَا كُلّه ، وَهَذَا هُوَ الصَّحِيح وَأَجْمَعُوا
عَلَى أَنَّهُ مَأْمُور بِالْحَمْدِ لِلَّهِ.
“Al-Qaadliy berkata: Para
ulama berselisih pendapat tentang kaifiyyah ucapan tahmiid dan menjawabnya.
Beberapa riwayat dalam masalah tersebut menyebutkan berbeda-beda. Dikatakan,
orang yang bersin mengucapkan: Alhamdulillah. Dikatakan pula: ‘alhamdulillahi
rabbil-‘aalamiin’. Dikatakan pula: ‘alhamdulillahi ‘alaa kulli haal’. Ibnu Jariir
berkata: ‘Semua itu merupakan pilihan, dan inilah yang benar. Dan mereka (para
ulama) bersepakat bahwa orang yang bersin diperintahkan untuk mengucapkan
pujian terhadap Allah” (Syarh Shahiih Muslim, 18/120).
8. Bacaan tasymiit bagi
orang yang mendengar tahmiid dari orang yang bersin antara lain adalah:
a. Yarhamukallaah.
b. Yarhamukumullaah.
Inilah yang marfuu’.
Ucapan ‘Yarhamunallaahu
wa iyyaaka’ sebagaimana diriwayatkan dari shahabat-shahabat Ibnu Mas’uud,
secara makna tidak berbeda, hanya saja doa tersebut ditambahkan permohonan
limpahan rahmat kepada diri sendiri. Namun demikian, riwayat marfuu’ dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap lebih diutamakan.
Adapun ucapan tasymiit:
a. ’Aafaanallaahu wa
iyyaakum minan-naar, yarhamukumullah’ - dari riwayat Ibnu ‘Abbaas;
b. Yarhamunallaahu wa
iyyaakum wa yaghfiru lanaa wa lakum – dari Ibnu ‘Umar
Maka kemungkinan tambahan
merupakan ijtihad mereka berdua. Sebagaimana sebelumnya, riwayat marfuu’ lebih
didahulukan karena siapapun selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ada
kemungkinan keliru atau tidak mengetahui sebagian ilmu yang diketahui oleh yang
lain. Dan khususnya Ibnu ‘Umar, jika tambahan tersebut merupakan kelaziman
baginya, maka besar kemungkinan ucapan tersebut berasal dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang ia ketahui, karena ia (Ibnu ‘Umar) pernah melarangan
tambahan bacaan shalawat ketika bersin.
حَدَّثَنَا
حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا
حَضْرَمِيٌّ مَوْلَى آلِ الْجَارُودِ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ رَجُلًا عَطَسَ إِلَى
جَنْبِ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: وَأَنَا أَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلَامُ
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَلَيْسَ هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَنَا، أَنْ نَقُولَ: " الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى
كُلِّ حَالٍ "
Telah menceritakan kepada kami Humaid bin
Mas’adah: Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Ar-Rabii’: Telah
menceritakan kepada kami Hadlramiy maulaa Aali Al-Jaaruud, dari Naafi’:
Bahwasannya ada seseorang bersin di samping Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu,
lalu dia berkata: “Alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasulihi (segala puji bagi
Allah dan kesejahteraan bagi Rasul-Nya)”. Maka Ibnu ‘Umar berkata:
“Dan saya mengatakan, alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasuulillah. Akan tetapi
tidak demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami. Akan
tetapi beliau mengajari kami untuk mengatakan: “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2738; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam
Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/93-94).
Sebagaimana diketahui,
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu adalah salah seorang shahabat yang paling
bersemangat dalam meniru Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahkan hingga
pada hal-hal yang hanya merupakan kebiasaan beliau saja. Kemungkinan ini sangat kuat.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَأَمَّا لَفْظ
( التَّشْمِيت ) فَقِيلَ: يَقُول: يَرْحَمك اللَّه ، وَقِيلَ ، يَقُول: الْحَمْد
لِلَّهِ يَرْحَمك اللَّه ، وَقِيلَ: يَقُول: يَرْحَمنَا اللَّه وَإِيَّاكُمْ .
“Al-Qaadliy berkata: Adapun lafadh tasymiit;
dikatakan, ia mengucapkan: ‘yarhamukallah’. Dikatakan pula, ia mengucapkan:
‘alhamdulillah, yarhamukallaah’. Dikatakan pula, ia mengucapkan:
‘yarhamunallaah wa iyyaakum’” (Syarh Shahiih Muslim, 18/120).
Catatan:
Saya belum menemukan riwayat yang menyebutkan
pensyari’atan lafadh tasymit: ‘alhamdulillah, yarhamukallaah’.
9. Balasan ucapan tasymiit adalah:
‘yahdiikumullahu wa yushlihu baalakum’.
Adapun ucapan yang ternukil dari Ibnu Mas’uud
dan shababat-shahabatnya:
a. Yaghfirullaahu lii wa lakum
b. Yaghfirullaahu lanaa wa lakum
maka kemungkinan:
a. merupakan ijtihad
pribadi Ibnu Mas’uud yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya, sehingga
riwayat marfu’ tetap lebih diutamakan;
b. merupakan riwayat
marfuu’ yang ia ketahui berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
karena ia (Ibnu Mas’uud) – sebagaimana Ibnu ‘Umar – juga merupakan shahabat
yang paling ketat dalam pengamalan sunnah. Ia pernah mengoreksi tambahan huruf
alif dan wawu dalam bacaan tasyahud yang dilakukan oleh Al-Aswad dan
murid-murid Ibnu Mas’uud yang lain.
وَحَدَّثَنَاهُ
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، عَنِ الأَعْمَشِ،
عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُعَلِّمُنَا
التَّشَهُّدَ فِي الصَّلاةِ، فَيَأْخُذُ عَلَيْنَا الأَلِفَ وَالْوَاوَ
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al-Mutsannaa, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Fudlail,
dari Al-A’masy, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad, ia berkata: “Ibnu Mas’uud
mengajari kami tasyahud dalam shalat, dan ia mengambil (tambahan) huruf alif
dan wawu dari kami” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Musnad-nya no. 1629;
shahih).
Kemungkinan ini sangat
kuat.
An-Nawawiy rahimahullah
berkata:
قَالَ:
وَاخْتَلَفُوا فِي رَدّ الْعَاطِس عَلَى الْمُشَمِّت ، فَقِيلَ: يَقُول:
يَهْدِيكُمْ اللَّه وَيُصْلِح بَالكُمْ ، وَقِيلَ: يَقُول: يَغْفِر اللَّه لَنَا
وَلَكُمْ ، وَقَالَ مَالِك وَالشَّافِعِيّ: يُخَيَّر بَيْن هَذَيْنِ ، وَهَذَا
هُوَ الصَّوَاب ، وَقَدْ صَحَّتْ الْأَحَادِيث بِهِمَا
.
“Al-Qaadliy: berkata:
Para ulama juga berselesih pendapat dalam jawaban orang yang bersin terhadap
orang yang mengucapkan tasymiit. Dikatakan, ia mengucapkan: ‘yahdiikumullahu wa
yushlihu baalakum’. Dikatakan pula, ia mengucapkan: ‘yaghfirullaahu lanaa wa
lakum’. Maalik dan Asy-Syaafi’iy berkata: ‘Diberikan kebebasan memilih diantara
dua bacaan ini’. Inilah pendapat yang benar. Telah shahih beberapa hadits yang
menyebutkan dua bacaan tersebut” (Syarh Shahiih Muslim, 18/120-121).
10. Orang bersin hanya
dibacakan tasymit maksimal tiga kali (yaitu untuk tiga kali bersin). Selebih
dari itu, maka tidak lagi menjadi kewajiban untuk mengucapkannya, karena orang
yang bersin tersebut menderita flu – atau sebab lainnya.
An-Nawawiy rahimahullah berkata:
إذا تكرر العطاس
من الإنسان متتابعاً , فالسنة أن يشمته لكل مرة إلى أن يبلغ ثلاث مرات
“Apabila seseorang bersin
berulang kali secara berturutan, maka disunnahkan mengucapkan tasymiit
kepadanya untuk setiap kali bersin hingga maksimal tiga kali” (Al-Adzkaar, hal.
233).
11. Tidak diperbolehkan
mengucapkan tasymiit kepada orang kafir yang bersin meskipun ia mengucapkan
tahmiid.
12. Tidak diperbolehkan
mendoakan rahmat kepada orang kafir, namun boleh mendoakan agar mereka
diberikan hidayah (Islam) dan kebaikan dalam perkara dunia
13. Dilarang mengucapkan
aaabba ketika bersin, karena ia merupakan salah satu nama diantara nama-nama
setan. Diriwayat lain, nama Aabba disebutkan
dengan sebutan Asyhaab.
حَدَّثَنَا
عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ
مُجَاهِدٍ، قَالَ: عَطَسَ رَجُلٌ عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ، فَقَالَ: أَشْهَبُ، فَقَالَ
ابْنُ عُمَرَ: " أَشْهَبُ اسْمُ شَيْطَانٍ، وَضَعَهُ إِبْلِيسُ بَيْنَ الْعَطْسَةِ
وَالْحَمْدِ لِيُذْكَرَ “
Telah menceritakan kepada kami ‘Iisaa bin
Yuunus, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Najiih, dari Mujaahid, ia berkata: “Ada
seorang laki-laki bersin di sisi Ibnu ‘Umar, lalu laki-laki tersebut berkata:
“Asyhab”. Maka Ibnu ‘Umar berkata: “Asyhab adalah nama setan yang
diletakkanIbliis antara bersin dan ucapan tahmiid agar namanya diingat” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Adab no. 337; shahih).
Wallaahu a’lam.
Semoga artikel ini ada
manfaatnya.
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Bersinnya Nabi Adam - Keturunannya Pun Ikut Bersin"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.