Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Adab Ulama Salaf Saat Akan Menyampaikan Sunnah atau Hadist

 

وأخرج عن إسماعيل بن أبي أويس قال: "كان مالك إذا أراد أن يحدث توضأ وجلس على صدر فراشه وسرح لحيته وتمكن من جلوسه بوقار وهيبة وحدث، فقيل له في ذلك فقال: أحب أن أعظم حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا أحدث إلا على طهارة متمكنا، وكان يكره أن يحدث في الطريق أو وهو قائم أو مستعجل، وقال: أحب أن أتفهم ما أحدث به عن رسول الله صلى الله عليه وسلم".

Diriwayatkan dari Isma’il bin Abi Uwais ia berkata: “Adalah Malik apabila hendak menyampaikan sebuah hadits, maka ia berwudlu terlebih dahulu lalu duduk di tengah permadaninya, menyisir/merapikan jenggotnya, memantapkan duduknya dengan penuh kewibawaan dan kemuliaan. Setelah itu, baru ia menyampaikannya. Pernah ditanyakan kepadanya perihal tersebut, ia pun menjawab: ‘Aku senang untuk menghormati hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah aku menyampaikannya kecuali dalam keadaan benar-benar suci’. Malik membenci menyampaikan hadits di tengah jalan, atau sambil berdiri, atau dalam keadaan tergesa-gesa. Ia (Malik) berkata: ‘Aku ingin agar seseorang benar-benar paham terhadap apa yang aku sampaikan dengannya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.

وأخرج عن مالك: "أن رجلا جاء إلى سعيد بن المسيب و هو مريض فسأله عن حديث وهو مضطجع، فجلس فحدثه، فقال له الرجل: وددت أنك لم تتعن، فقال له: إني كرهت أن أحدثك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا مضطجع".

Diriwayatkan dari Malik: “Ada seseorang mendatangi Sa’id bin Al-Musayyib saat ia sedang sakit. Orang tersebut bertanya kepadanya tentang satu hadits yang saat itu ia (Sa’id) sedang berbaring. Maka ia pun duduk dan menyampaikannya. Orang itu bertanya kepadanya: ‘Aku tidak bermaksud merepotkanmu’. Sa’id berkata: ‘Aku tidak suka menyampaikan satu hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepadamu dalam keadaan berbaring”.

وأخرج عن الأعمش أنه كان إذا أراد أن يحدث على غير طهر تيمم. وقال الأعمش عن ضرار بن مرة قال: كانوا يكرهون أن يحدثوا على غير طهر.

Diriwayatkan dari Al-A’masy: Bahwasannya jika ia hendak menyampaikan sebuah hadits dalam tidak suci, maka ia bertayamum. Al-A’masy menyampaikan riwayat dari Dlaraar bin Murrah bahwasannya ia berkata: ‘Mereka (para shahabat) tidak suka untuk menyampaikan hadits dalam keadaan tidak suci”.

وأخرج عن قتادة قال: "لقد كان يستحب أن لا نقرأ الأحاديث التي عن النبي صلى الله عليه وسلم إلا على طهارة".

Diriwayatkan dari Qataadah, ia berkata: “Sungguh sangat dianjurkan untuk tidak membacakan hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali dalam keadaan suci”.

وأخرج عن بشر بن الحارث قال: "سأل رجل ابن المبارك عن حديث وهو يمشي، فقال: ليس هذا من توقير العلم".

Diriwayatkan dari Bisyr bin Al-Haarits, ia berkata: “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Ibnul-Mubaarak tentang satu hadits saat ia (Ibnul-Mubaarak) sedang berjalan. Ia pun berkata: ‘Ini bukanlah cara/adab dalam menghormati ilmu”.

وأخرج عن ابن المبارك قال: "كنت عند مالك و هو يحدث فجاءت عقرب فلدغته ست عشرة مرة ومالك يتغير لونه ويتصبّر ولا يقطع حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم، فلما فرغ من المجلس وتفرق الناس قلت له لقد رأيت منك عجبا، قال: نعم إنما صبرت إجلالا لحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم".

Diriwayatkan dari Ibnul-Mubaarak. Ia berkata: “Aku pernah bersama Malik saat ia sedang menyampaikan hadits. Tiba-tiba ada seekor kalajengking yang menyengatnya sebanyak enam belas kali sengatan. Wajah Malik pun berubah (karena sengatan itu), namun ia tetap bersabar tanpa menghentikan (penyampaian) hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah ia menyelesaikan majelisnya dan orang-orang bubar, aku pun berkata kepadanya: ‘Sungguh aku melihat satu keanehan pada dirimu’. Ia menjawab: ‘Benar. Aku telah bersabar (dari sengatan kalajengking) untuk mengagungkan hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.

(Miftaahul-Jannah fil-Ihtijaaj bis-Sunnah oleh Al-Haafidh As-Suyuthiy, hal. 51-52; Universitas Islam Madinah, Cet. 3/1409 H)

Penyusun: Abul Jauzaa’ Doni Arif Wibowo

Posting Komentar untuk "Adab Ulama Salaf Saat Akan Menyampaikan Sunnah atau Hadist"