Mengapa Muhammadiyah Bersikukuh Memakai Metode Hisab?
Hisab yang dipakai Muhammadiyah
adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang
menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga
parameter:
Telah terjadi konjungsi atau ijtimak
Ijtimak itu terjadi sebelum matahari
terbenam
Pada saat matahari terbenam bulan
berada di atas ufuk.
Sedangkan argumen mengapa
Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut:
Pertama,
Semangat Al Qur’an adalah menggunakan
hisab. Hal ini ada dalam ayat:
“Matahari dan bulan beredar menurut
perhitungan” (QS, 55, AR Rohmaan:5).
Ayat ini bukan sekedar
menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti
sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk
menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan
bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Kedua,
Jika spirit Qur’an adalah hisab
mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat?
Menurut Rasyid Ridho dan Mustafa AzZarqa,
perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan).
ilat perintah rukyat adalah karena
ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak
memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits
riwayat Al Bukhari dan Muslim,
Sesungguhnya kami adalah umat yang
ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah
demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan
kadang-kadang tiga puluh hari”.
Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku
menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga
tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan
jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku
lagi.
Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa
rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir,
ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni,
menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib
dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui
hisab.
Ketiga,
Dengan rukyat umat Islam tidak bisa
membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena
tanggal baru bisa diketahui pada H-1.
Dr. Nidhal Guessoum (Astrofisikawan
dari Aljazair / Professor di American University of Sharjah, Uni Emirat Arab)
menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem
penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa
Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Keempat,
Rukyat tidak dapat menyatukan awal
bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda
memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat
pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi.
Pada hari yang sama ada muka bumi
yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan
bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajat
adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa
waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar.
Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim
panas melabihi 24 jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
Kelima,
Jangkauan rukyat terbatas, dimana
hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur
tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari
10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di
seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya.
Memang, ulama zaman tengah menyatakan
bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk
seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta
astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan
pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
Keenam,
Rukyat menimbulkan masalah
pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara
di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan
sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari
dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah.
Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan
kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di
Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan
barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah
terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau
balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan
bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan
komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat
Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan
pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul
seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat.
Temu pakar II untuk Pengkajian
Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at
Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at
Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan:
"Masalah penggunaan hisab: para
peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan
Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan
penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya
penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.
Catatan:
Materi diatas disarikan dari ceramah
Ramadan oleh Prof. Dr. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah) dalam pengajian ramadan PP Muhammadiyah tahun 1431 H di UMY.
Tulisan ini di buat sebelum penetapan
Kalender Islam Global yang ditetapkan pada tahun 2016. Pada tahun 2016 Badan
Urusan Agama Republik Turki menyelenggarakan Seminar Internasional Penyatuan
Kalender Hijriyah. Hasil voting dari peserta seminar tersebut mendapat respon
positif, mayoritas menyetujui untuk segera diberlakukannya Kalender Islam
Global.
Menurut Prof. Syamsul, tidak mungkin
mewujudkan kalender Islam global kecuali dengan menggunakan hisab sebagaimana
kita menggunakan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat. Hisab memang tidak
menjadi metode utama yang digunakan Nabi Muhammad tatkala meninjau awal bulan, namun
isyarat-isyarat di dalam literatur al-Quran dan al-Hadis telah menunjukkan
bahwa hisab merupakan metode yang kuat secara nash.
Pada tahun 2009, Majelis Tarjih dan
Tajdid PP Muhammadiyah telah menerbitkan buku pedoman hisab Muhammadiyah.
Posting Komentar untuk "Mengapa Muhammadiyah Bersikukuh Memakai Metode Hisab?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.