LIMA CIRI NGAWUR RADIKAL ALA BNPT
Baca sampai tuntas supaya tidak tertipu oleh logika BNPT.
Menanggapi larangan mengundang penceramah
radikal di lingkungan TNI-POLRI yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, Direktur
Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad
Nurwahid, menyebut ada lima ciri penceramah radikal. Berikut ini, kritik dan
bantahan atas ciri penceramah radikal ala BNPT.
Pertama, BNPT menyebut
penceramah radikal adalah yang mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro
ideologi khilafah transnasional. Kreteria pertama ini tendensius dan rawan
dijadikan alat gebuk pada ajaran Islam Khilafah.
Ajaran yang bertentangan dengan Pancasila,
tidak pernah didefinisikan secara jujur. Kapitalisme liberal yang diterapkan di
negeri ini, yang menyebabkan rakyat sengsara, seluruh tambang dikuasai swasta,
asing dan aseng, tidak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila.
Ajaran komunisme dan sosialisme, juga
tidak diungkap. Pancasila hanya dijadikan alat gebuk kepada Islam dan
ajarannya, baik jihad dan terkhusus Khilafah.
Padahal, MUI memberikan rekomendasi kepada
masyarakat dan pemerintah agar Jihad dan khilafah diharapkan tidak dipandang
negatif. Dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI ke VII, MUI menegaskan Jihad dan
Khilafah adalah ajaran Islam.
Apakah BNPT mau membangkang pada fatwa
yang dikeluarkan MUI ? Sudah jelas, dalam urusan ajaran Islam Khilafah, MUI
lebih berkompeten ketimbang BNPT.
Kedua, BNPT menyebut
penceramah radikal adalah yang mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan
pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Ini lebih lucu lagi.
Dalam Islam, semua yang beragama lain (non
Islam), itu memang disebut kafir. Jika memerangi umat Islam disebut kafir
Harbi, sementara jika berdampingan hidup damai dengan umat Islam disebut Kafir
Dzimmi.
Keyakinan yang menyimpang dari akidah
Islam seperti penganut Ahmadiyah, memang terkategori kafir karena telah
mengimani ada Nabi lagi setelah Muhammad Saw dan mengimani kitab lain setelah
Al Qur'an. Pandangan seperti ini sudah biasa dikalangan Umat Islam.
Apa BNPT mau menyebarkan bid'ah ? Dengan menyebut
non muslim itu bukan kafir ? Lantas disebut apa ? Benar-benar satu tindakan
jahil yang keluar dari pemahaman batil.
Ketiga, BNPT menyebut
penceramah radikal adalah yang menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintah
yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba,
ujaran kebencian dan sebaran hoaks.
Ajaran Islam yang terpenting itu adalah
dakwah. Dakwah meluruskan penguasa, itu tanda cintanya rakyat kepada penguasa.
Lalu, apa dasarnya menjadikan dakwah amar
makruf nahi mungkar kepada penguasa sebagai ciri radikal, dituduh anti
pemerintah ? Partai oposisi itu biasa menentang pemerintah. Sebenarnya, yang
radikal itu umat Islam atau BNPT ?
Sejak Islam dibawa Rasulullah Saw, hingga
hari kiamat, kewajiban dakwah tidak pernah hapus. Mendakwahi penguasa bukan
konfirmasi kebencian, tapi tanda cinta yakni ingin menyelamatkan penguasa dari
kezaliman dan siksa api neraka yang pedih. Begitu filosofinya.
Keempat, BNPT menyebut
penceramah radikal adalah yang memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan
maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman.
Kalau itu terkait ibadah, umat Islam
memang ekslusif. Umat Islam tidak mau mencampuri ibadah agama lain, dan tidak
mau pula agama lain ikut ibadah umat Islam.
Umat Islam ibadah di masjid, tidak
menggangu yang ke gereja atau ke wihara. Tapi umat Islam, juga ogah ke gereja
dengan dalih pluralisme.
Hal yang seperti ini dilandaskan pada
pandangan 'LAKUM DINUKUM WALIYADIN'. Nah kalo yang begini radikal, apa umat
Islam disuruh Yasinan ke Gereja ? Ikut ibadah di Gereja ? Tidak ! Umat Islam
eksklusif dalam urusan ini, sebagaimana agama lain juga menerapkan hal yang
sama.
Kelima, BNPT menyebut
penceramah radikal adalah yang memiliki pandangan anti budaya atau anti
kearifan lokal keagamaan. Ini maksudnya apa ?
Kalau budaya itu berimplikasi pada
kekufuran, seperti mengorbankan binatang untuk tumbal sesembahan, itu dilarang.
Dan umat Islam, meninggalkan budaya seperti ini yang bertentangan dengan akidah
Islam.
Kalau budaya itu sejalan dengan Islam,
seperti sungkem saat idul Fitri, ini sejalan dengan ajaran birrul walidain.
Maka, umat Islam tidak pernah menghalangi bahkan mempraktekkan birrul walidain
yang diantaranya dengan sungkem, yakni mencium tangan kedua orang tua,
mengajukan permohonan maaf dan meminta ampun kepada keduanya.
Kearifan lokal keagamaan itu apa ? Kalau
menyembelih ayam, darahnya ditampung dan digoreng sebagai hidangan, itu bukan
kearifan lokal. Islam mengharamkan darah, sehingga hidangan seperti ini
wajib segera ditinggalkan.
Entahlah, BNPT tak paham agama, tapi
begitu mudahnya tuding radikal. Satu tudingan yang memecah belah bangsa,
merusak kain tenun kebangsaan yang telah dijahit rapih oleh para pendahulu
bangsa Indonesia.
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Posting Komentar untuk "LIMA CIRI NGAWUR RADIKAL ALA BNPT"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.