Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebolehan Talqin Mayit Menurut Ibnu Taimiyyah - Ustadz Aris Munandar

Kabeldakwah.com

Bukankah Ibnu Taimiyyah adalah ulama yang sangat mendalam ilmunya?

Bukankah Ibnu Taimiyyah sosok ulama yang sangat anti pati dengan semua bentuk bid’ah?

Bukankah Ibnu Taimiyyah adalah sosok panutan dalam menjauhi bid’ah?

Ternyata Ibnu Taimiyyah tidak menilai talqin mayit itu bid’ah lho. Kok bisa?!

Bagi Ibnu Taimiyyah talqin mayit itu hukumnya mubah, tidak sunnah/dianjurkan juga tidak makruh karena dua alasan

Pertama, talqin mayit dilakukan atau diperintahkan untuk dilakukan oleh minimal dua shahabat Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu Abu Umamah al-Bahili dan Watsilah bin al-Asqa’.

Kedua, mempertimbangkan pendapat yang mengatakan bahwa mayit di lubang kubur itu mendengar seruan dan perkataan orang yang berada di dekat pusara makam.

Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah ini selaras dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

«مجموع الفتاوى» (24/ 296):

وسئل رحمه الله: مفتي الأنام بقية السلف الكرام تقي الدين بقية المجتهدين أثابه الله وأحسن إليه عن ‌تلقين ‌الميت في قبره بعد الفراغ من دفنه هل صح فيه حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم أو عن صحابته؟ وهل إذا لم يكن فيه شيء يجوز فعله؟ أم لا؟ .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendapatkan pertanyaan mengenai talqin mayit yang sudah berada dalam lubang kubur setelah prosesi pemakaman usai, apakah terdapat hadis shahih dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang hal ini atau riwayat shahih dari para shahabat?

Jika tidak ada hadis yang shahih atau pun riwayat yang shahih dari para shahabat apakah talqin mayit tetap boleh dilakukan ataukah tidak?

فأجاب:

هذا التلقين المذكور قد نقل عن طائفة من الصحابة: أنهم أمروا به كأبي أمامة الباهلي وغيره.

Jawaban beliau, “Terkait talqin yang ditanyakan ada riwayat dari sejumlah shahabat mereka perintahkan agar hal tersebut dilakukan. Riwayat tersebut berasal dari Abu Umamah al-Bahili dan lainnya.

وروي فيه حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم لكنه مما لا يحكم بصحته؛

Tentang talqin mayit terdapat sebuah hadis dari Nabi SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM akan tetapi hadis tersebut tidak shahih.

ولم يكن كثير من الصحابة يفعل ذلك

Tidak banyak shahabat yang melakukan talqin mayit.

فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء: إن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا فيه ولم يأمروا به،

Oleh karena itu ada tiga pendapat ulama dalam hal ini. Pertama Imam Ahmad dan ulama lainnya berpendapat bahwa bahwa talqin mayit itu tidak mengapa.

Mereka membolehkan talqin mayit tanpa memerintahkannya (baca: menganjurkannya).

واستحبه طائفة من أصحاب الشافعي وأحمد

Kedua, sejumlah ulama bermazhab Syafii dan Hanabilah menganjurkan talqin mayit.

وكرهه طائفة من العلماء من أصحاب مالك وغيرهم

Ketiga, talqin mayit itu makruh menurut sejumlah ulama Malikiyyah dan lainnya …

وقد ثبت في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: {لقنوا أمواتكم لا إله إلا الله}. فتلقين المحتضر سنة مأمور بها.

Terdapat dalam hadis al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Ajari orang yang hendak meninggal dunia untuk mengucapkan la ilaha illallahu”. Sehingga talqin untuk orang yang hendak meninggal dunia itu sunnah Nabi dan diperintahkan.

وقد ثبت أن المقبور يسأل ويمتحن وأنه يؤمر بالدعاء له؛ فلهذا قيل: إن التلقين ينفعه فإن ‌الميت يسمع النداء.

Terdapat informasi valid yang menunjukkan bahwa orang yang sudah dimakamkan itu diberi pertanyaan dan diberi ujian sehingga diperintahkan untuk mendoakannya.

Oleh karena itu ada yang menyatakan bahwa talqin mayit itu bermanfaat dengan alasan karena mayit itu mendengar panggilan yang dilakukan di dekat pusara makam.

كما ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: {إنه ليسمع قرع نعالهم} وأنه قال: {ما أنتم بأسمع لما أقول منهم}

Sebagaimana terdapat dalam hadis yang shahih dari Nabi SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM. Beliau bersabda, “Sungguh mayit yang sudah dimakamkan itu mendengar suara sandal orang-orang yang mengiringinya”.

Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Tidaklah kalian yang hidup lebih jelas mendengar suaraku dibandingkan mereka, orang-orang yang sudah meninggal dunia itu”.

وأنه أمرنا بالسلام على الموتى. فقال: {ما من رجل يمر بقبر الرجل كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله روحه حتى يرد عليه السلام} والله أعلم

Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga memerintahkan kita untuk mengucapkan salam kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia.

Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidaklah seorang pun yang melewati kubur seseorang yang dulu di dunia mengenalnya lantas mengucapkan salam kepada penghuni kubur melainkan Allah itu akan mengembalikan ruhnya ke badannya sehingga mayit bisa menjawab salam orang yang lewat tersebut”. Wallahu a’lam”.

Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 24/296-297.

وسئل رحمه الله: هل يجب ‌تلقين ‌الميت بعد دفنه؟ أم لا؟.

Ibnu Taimiyah juga mendapat pertanyaan, “Apakah wajib hukumnya mentalqin mayit setelah dimakamkan ataukah tidak wajib?’

فأجاب: تلقينه بعد موته ليس واجبا بالإجماع، ولا كان من عمل المسلمين المشهور بينهم على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وخلفائه.

Jawaban Ibnu Taimiyah, “Talqin mayit itu tidak wajib dengan consensus seluruh ulama, bukan pula termasuk amalan popular kaum muslimin pada masa Nabi SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM dan empat khalifah setelahnya.

بل ذلك مأثور عن طائفة من الصحابة؛ كأبي أمامة وواثلة بن الأسقع.

Talqin mayit itu diriwayatkan dari sejumlah shahabat semisal Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa’.

فمن الأئمة من رخص فيه كالإمام أحمد وقد استحبه طائفة من أصحابه وأصحاب الشافعي. ومن العلماء من يكرهه لاعتقاده أنه بدعة.

Di antara ulama ada yang membolehkan talqin mayit semisal Imam Ahmad. Talqin mayit dianjurkan oleh sejumlah ulama bermazhab Hanbali dan sejumlah Syafiiyyah.

Ada juga ulama yang memakruhkan talqin mayit karena menyakini bahwa talqin mayit itu bid’ah (baca: bid’ah makruhah, bukan muharramah).

فالأقوال فيه ثلاثة: الاستحباب والكراهة والإباحة وهذا أعدل الأقوال.

Jadi ada tiga pendapat ulama terkait hukum talqin mayit, mustabah (dianjurkan), makruh dan mubah. Mubah adalah pendapat yang paling bagus.

فأما المستحب الذي أمر به وحض عليه النبي صلى الله عليه وسلم فهو الدعاء للميت.

Amalan mustahab yang dianjurkan dan dimotivasi oleh Nabi SHOLLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM adalah mendoakan kebaikan untuk orang yang sudah meninggal dunia”

Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 24/297-298.

«مجموع الفتاوى» (24/ 299):

«وسئل:هل يشرع ‌تلقين ‌الميت الكبير والصغير؟ أو لا؟ .

Ibnu Taimiyah mendapatkan pertanyaan apakah dituntunkan men-talqin mayit dewasa dan anak-anak ataukah tidak?

فأجاب:وأما ‌تلقين ‌الميت فقد ذكره طائفة من الخراسانيين من أصحاب الشافعي واستحسنوه أيضا ذكره المتولي، والرافعي وغيرهما.

Jawaban Ibnu Taimiyyah, “Amalan talqin mayit itu disebutkan dan dianjurkan oleh sejumlah ulama bermazhab Syafii dari negeri Khurasan.

Demikian informasi dari al-Mutawalli, ar-Rafii dan lain-lain.

وأما الشافعي نفسه فلم ينقل عنه فيه شيء.

Sedangkan Imam Syafii sendiri tidak punya statemen apa pun tentang talqin mayit.

ومن الصحابة من كان يفعله، كأبي أمامة الباهلي وواثلة بن الأسقع وغيرهما من الصحابة.

Ada shahabat yang melakukan talqin mayit semisal Abu Umamah al-Bahili, Watsilah bin al-Asqa’ dan shahabat lainnya.

ومن أصحاب أحمد من استحبه،

Di antara ulama Hanabilah ada yang menganjurkan talqin mayit.

والتحقيق أنه جائز وليس بسنة راتبة والله أعلم

Setelah melakukan telaah dan kajian mendalam hukum talqin mayit adalah boleh, bukan sunnah Nabi yang baku. Wallahu a’lam” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 24/299)

Informasi dari Ibnu Taimiyyah menunjukkan bahwa dalam permasalahan talqin mayit hanya ada tiga pendapat ulama, mustahab, mubah dan makruh karena dinilai bid’ah (bid’ah makruhah).

Tidak ada ulama yang menilai talqin mayit bid’ah yang haram.

Oleh karena itu pandangan bahwa hukum talqin mayit haram adalah pendapat yang mengada-ada (ihdatz qaul tsalits).

Bagi ulama yang berpandangan bahwa semua bid’ah itu dhalalah semisal Ibnu Taimiyah dan Abu Ishaq asy-Syathibi, bid’ah dhalalah itu ada dua macam, bid’ah makruhah (bid’ah yang hukumnya makruh) dan bid’ah muharramah (bid’ah yang hukumnya haram).

Tidak ada hadis shahih dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang melegalkan talqin mayit. Meski demikian Ibnu Taimiyah mengikuti Imam Ahmad dalam penilaian talqin mayit itu boleh dilakukan.

Ibnu Taimiyah tidak sepakat dengan ulama yang menilai talqin mayit itu bid’ah makruhah.

Ini menunjukkan bahwa jika hadis Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam suatu amalan itu dhaif tidak otomatis amalan tersebut bid’ah. Boleh jadi amalan tersebut tetap legal dalam syariat berdasarkan dalil-dalil yang lain semisal perbuatan shahabat.

Tidak semua yang tidak Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam lakukan itu bid’ah.

Bedakan antara tidak Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam lakukan dengan tidak Nabi tuntunkan/syariatkan.

Kita boleh melakukan amalan yang tidak Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam lakukan manakala itu suatu hal yang memang dituntunkan berdasarkan dalil selain perbuatan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Aktivitas yang dinilai oleh seorang Ibnu Taimiyah sebagai amalan yang hukumnya mubah tidak semestinya disalah-salahkan dan diingkari seakan-akan amalan tersebut bid’ah muharramah dengan sepakat ulama.

Memilih pendapat talqin mayit itu bid’ah makruhah untuk diri sendiri sehingga tidak melakukannya silahkan. Akan tetapi ribut dengan tetangga dan keluarga karena perbedaan pilihan pendapat fikih suatu hal yang wajib dihindari.

Bukankah kita tetap bisa bersaudara meski berbeda pandangan keagamaan?

Ditulis oleh: Ust. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Apa Saja (Ryzen Store), Jasa Pembuatan Barcode BBM, Jasa Pembuatan NPWP, Jasa Pembuatan Aplikasi Raport, Service Laptop, Melayani Se-Nusantara Indonesia. (Hub. via E-mail: erfanagusekd@gmail.com)

Posting Komentar untuk "Kebolehan Talqin Mayit Menurut Ibnu Taimiyyah - Ustadz Aris Munandar"