Foto Ijazah SMA Syaikh al-‘Allamah al-Faqih Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah
![]() |
Kabeldakwah.com |
Di atas ini adalah foto ijazah SMA Syaikh
al-‘Allamah al-Faqih Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah. Terlihat jelas pada
ijazah tersebut bahwa beliau menduduki peringkat kelima dari teman-teman
seangkatannya pada waktu itu.
Pertanyaannya:
Siapakah yang menduduki
peringkat keempat?
Siapa yang menduduki
peringkat ketiga?
Bagaimana dengan
peringkat kedua?
Atau bahkan, siapakah
yang berada pada peringkat pertama pada saat itu?
Adakah kita mendengar
nama mereka disebut?
Adakah kita mengetahui nama-nama mereka hingga hari ini, sebagaimana kita mengenal nama Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah?
Ternyata, nilai ijazah yang bagus,
tingginya gelar akademik yang diraih, nama universitas ternama yang
dibanggakan, atau predikat “cumlaude” sekalipun tidak selalu menjadi jaminan
bahwa seseorang akan menjadi orang yang bermanfaat untuk umat ini. Tidak selalu
menjadi jaminan bahwa namanya akan harum hingga puluhan tahun setelah
kematiannya, dan disebut-sebut dalam majelis-majelis ilmu di berbagai belahan
dunia.
Banyak orang yang ketika
sekolah menduduki peringkat satu, nilai rapornya selalu tinggi, mendapat
penghargaan dari sekolah dan guru, tetapi kemudian setelah itu, ia hilang dari
gelanggang perjuangan umat. Tidak ada karya yang berarti untuk umat. Tidak menjadi
sumber ilmu bagi manusia. Tidak menjadi pengingat bagi mereka yang lalai. Tidak
pula menjadi penolong bagi mereka yang membutuhkan.
Bahkan, banyak di antara
mereka yang gelarnya berderet panjang di belakang nama, tetapi kehidupannya
hanya berputar pada urusan pribadi, meniti karir untuk dirinya, menambah harta
untuk dirinya, tanpa meninggalkan jejak manfaat untuk umat Muhammad ﷺ ini.
Sebaliknya, kita melihat bagaimana
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah, yang hanya menduduki
peringkat kelima ketika SMA, menjadi salah satu ulama besar abad ini. Menjadi
rujukan kaum muslimin dalam bidang fiqih, tauhid, tafsir, akhlak, dan berbagai
cabang ilmu lainnya. Kitab-kitab beliau dipelajari di berbagai pesantren,
lembaga pendidikan, dan majelis ilmu di seluruh dunia. Fatwa-fatwa beliau
menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai problematika umat. Kaset-kaset
rekaman pengajian beliau masih diputar hingga kini, padahal beliau sudah wafat
pada tahun 2001 Masehi.
Apa rahasianya?
Apa yang menjadikan
seorang al-‘Utsaimin diangkat derajatnya oleh Allah subhanahu wa ta’ala,
padahal nilai akademiknya saat SMA bukanlah yang tertinggi?
Ternyata, yang ikhlaslah
yang unggul. Yang mengharapkan wajah Allah semata dalam menuntut ilmu,
mengajar, dan berdakwah, maka dialah yang akan diberi karunia oleh Allah.
Dialah yang akan diberi pemahaman agama yang mendalam (faqih), karena ia
belajar untuk diamalkan, bukan untuk dibanggakan.
Ternyata, yang mengiringi
ilmu dengan amal, maka dialah yang benar-benar faqih, bukan hanya sekadar hafal
matan, kitab, atau menguasai perdebatan. Ilmu yang diamalkan akan membawa
cahaya pada hati, akan menuntun langkah seseorang pada jalan yang diridhai
Allah, dan menjadikannya sebagai mercusuar petunjuk bagi orang lain.
Ternyata, yang meminta
kepada Allah dengan penuh ketundukan dan kehinaan, dialah yang akan diberi oleh
Allah. Karena ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya itu adalah karunia dari Allah,
tidak akan diberikan kepada orang yang sombong, tidak akan diberikan kepada
orang yang merasa dirinya paling tahu, atau merasa cukup dengan kecerdasannya
semata.
Imam asy-Syafi’i
rahimahullah pernah berkata:
“Aku mengadu kepada Waki’
tentang buruknya hafalanku, maka beliau menasihatiku untuk meninggalkan
maksiat, dan beliau mengabarkan kepadaku bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan
cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”
Saudaraku para penuntut
ilmu…
Lihatlah bagaimana Allah
mengangkat derajat hamba-Nya yang ikhlas dalam menuntut ilmu, meskipun ia bukan
yang terbaik secara nilai akademik. Betapa banyak orang yang belajar hanya
untuk nilai, hanya untuk gelar, hanya untuk bisa diterima bekerja, dan setelah
itu berhenti menuntut ilmu, berhenti beramal dengan ilmunya, dan tidak peduli
lagi dengan nasib umat.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menempuh
jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga.” (HR. Muslim)
Ilmu yang dimaksud di
sini adalah ilmu yang bermanfaat, yang menuntun seseorang kepada amal shaleh
dan menjadikannya dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Bukan hanya sekadar
ilmu yang membuat seseorang sombong dan membanggakan dirinya di hadapan manusia.
Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah berkata:
“Ilmu itu tidak ada
bandingannya jika niatnya benar.”
Beliau juga berkata:
“Niat itu adalah
pondasi dalam menuntut ilmu, maka perbaikilah niatmu sebelum engkau memulai.”
Maka, wahai saudaraku
para penuntut ilmu, wahai para pelajar, mahasiswa, santri, para dai dan ustadz,
perbaikilah niatmu dalam belajar. Jangan jadikan nilai ujian, sertifikat, gelar
akademik, atau pujian manusia sebagai tujuan utamamu. Tetapi jadikanlah keridhaan
Allah, menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ, dan memberikan manfaat kepada umat sebagai tujuanmu.
Apabila engkau diberikan
kelebihan oleh Allah berupa nilai yang baik, gelar akademik yang tinggi, maka
bersyukurlah, dan jadikan itu sebagai sarana untuk lebih banyak beramal dan
membantu umat. Namun jika engkau belum mencapai nilai tertinggi dalam kelasmu,
atau belum mendapatkan gelar yang tinggi, maka jangan putus asa dan jangan
merasa rendah diri. Karena Allah melihat hatimu, bukan sekadar nilai
angka-angka pada ijazahmu.
Betapa banyak para ulama
dahulu yang tidak memiliki gelar akademik, tetapi ilmu mereka bermanfaat hingga
kini. Betapa banyak para ulama yang hidup sederhana, tetapi mereka menjadi
lentera umat sepanjang zaman. Betapa banyak para penuntut ilmu yang tulus, yang
senantiasa berdoa kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat, lalu mereka
mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain dengan ikhlas, sehingga mereka
menjadi sebab datangnya hidayah kepada manusia.
Sebagaimana Syaikh
al-‘Utsaimin rahimahullah yang ketika SMA hanya peringkat kelima, tetapi Allah
angkat derajat beliau hingga menjadi ulama besar di zamannya.
Maka, marilah kita semua
merenung dan berdoa:
“Ya Allah, perbaikilah
niat kami para penuntut ilmu. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang belajar
karena-Mu, bukan karena dunia. Jadikanlah ilmu yang kami pelajari sebagai ilmu
yang bermanfaat dan menuntun kami kepada amal saleh. Jadikanlah kami sebagai
orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan menjadi sebab petunjuk bagi orang
lain kepada jalan-Mu.”
Karena pada akhirnya,
bukan nilai tinggi yang akan menolong kita di akhirat, tetapi ilmu yang kita
amalkan, ilmu yang kita ajarkan, ilmu yang menjadi sebab hidayah bagi orang
lain. Bukan gelar panjang yang akan menjadi pembela kita di hadapan Allah, tetapi
keikhlasan dan ketakwaan yang akan menjadi sebab keselamatan kita di dunia dan
akhirat.
Semoga Allah menjadikan
kita semua penuntut ilmu yang ikhlas, yang istiqamah, yang mengamalkan ilmu,
dan menjadi sebab manfaat bagi umat ini, meski langkah kita masih terseok,
meski nilai kita biasa saja, namun semoga kita menjadi mulia di sisi Allah.
Dikembangkan dari tulisan:
Abu Ibrahim Yami Cahyanto, Lc.
Posting Komentar untuk "Foto Ijazah SMA Syaikh al-‘Allamah al-Faqih Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.