Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gaduh dan Ribut Gara-Gara Takbir Jama’I Saat Hari Raya - Ustadz Aris Munandar

Kabeldakwah.com

Di antara hal yang sering diributkan oleh sebagian orang saat hari raya baik Iedul Fitri atau pun Iedul Adha adalah takbir dengan cara dikomando atau satu suara yang dalam bahasa Arab disebut takbir jama’i. Sebenarnya mau dikomando atau pun sendiri-sendiri tidak perlu diributkan.

Yang penting, setiap muslim semangat untuk memperbanyak takbir. Permasalahan ini adalah permasalahan ijtihadi yang sangat tidak layak jadi ajang kegaduhan.

Mirisnya sebagian orang semangat menyalahkan saudara-saudaranya yang takbir jamai namun dirinya malah malas-malasan untuk untuk takbir sendiri-sendiri.

Walhasil meributkan permasalahan takbir jama’i dijadikan kedok malas bertakbir. Hal ini disebabkan semangat sebagian orang adalah menyalahkan orang lain tapi lupa aib dan kekurangan diri.

«صحيح فقه السنة وأدلته وتوضيح مذاهب الأئمة» (1/ 603):

4 - التكبير في العيدين من حين الخروج:

Ketika membahas hal-hal yang dianjurkan ketika hari raya, penulis buku Shahih Fiqh as-Sunnah mengatakan, “Hal keempat yang dianjurkan adalah membaca takbir ketika berangkat menuju tempat shalat hari raya baik hari raya Iedul Fitri atau pun Iedul Adha.

قال الله تعالى: {وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ} (1).

Allah berfirman yang artinya, “Sempurnakan hitungan hari di bulan Ramadhan dan bertakbirlah untuk mengagungkan Allah karena hidayah yang telah Allah berikan kepada kalian supaya kalian bersyukur” QS al-Baqarah: 185.

وقد جاء عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه «كان يخرج يوم الفطر فيكبِّر حتى يأتي المصلى، وحتى يقضي الصلاة، فإذا قضى الصلاة قطع التكبير» (2).

Terdapat dalam hadis Nabi SAW bahwa kebiasaan Nabi SAW ketika berangkat menuju tempat shalat hari raya saat Iedul Fitri adalah terus bertakbir sampai tiba di tempat shalat dan menyelesaikan shalat Ied. Setelah shalat hari raya selesai Nabi SAW menghentikan takbirnya, HR Ibnu Abi Syaibah 1/487.

Hadis ini tergolong hadis mursal (baca: dhaif) namun memiliki banyak hadis pendukung.

وعن ابن عمر: «أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج في العيدين مع الفضل بن عباس وعبد الله والعباس وعلي وجعفر والحسن والحسين وأسامة بن زيد وزيد بن حارثة وأيمن ابن أم أيمن رضي الله عنهم رافعًا صوته بالتهليل والتكبير» (3).

Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW berangkat shalat hari raya bersama al-Fadhl bin Abbas, Abdullah bin Abbas, al-Abbas paman Nabi SAW, Ali, Ja’far, al-Husain, al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah dan Aiman anak dari Ummu Aiman. Selama perjalanan beliau mengeraskan suaranya membaca tahlil dan takbir HR al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh al-Albani.

فيشرع لكل أحد أن يجهر بالتكبير عند الخروج إلى العيد باتفاق الأئمة الأربعة (4)،

Berdasarkan dalil-dalil di atas setiap muslim dituntunkan (baca: dianjurkan) untuk bertakbir dengan suara keras ketika berangkat menuju tempat shalat hari raya. Hukum ini disepakati oleh empat imam mazhab.

لكن بيَّنه بعض العلماء على أنه لا يُشرع في التكبير الاجتماع على صوت واحد كما يفعله الناس اليوم (5).

Akan tetapi sebagian ulama menjelaskan dalam takbir ini tidak dituntunkan untuk koor satu suara sebagaimana yang dipraktikkan oleh banyak kaum muslimin di zaman ini. Di antara ulama yang berpandangan demikian adalah al-Albani, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin.

قلت: وقد يستدل على مشروعية هذا الاجتماع بما علَّقه البخاري بصيغة الجزم عن ابن عمر أنه «كان يكبِّر في قبَّته بمنى، فيسمعه أهل المسجد فيكبرون، ويكبر أهل الأسواق حتى ترتج منى تكبيرًا … وكنَّ النساء يكبرن خلف أبان بن عثمان، وعمر بن عبد العزيز ليالي التشريق مع الرجال في المسجد …»

Takbir bersama-sama itu bisa ditemukan dalil untuk membolehkannya dengan hadis yang disebutkan oleh al-Bukhari tanpa sanad dengan kalimat tegas.

“Dari Ibnu Umar, beliau bertakbir di dalam tendanya di Mina (tgl 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Takbir beliau didengar oleh para jamaah haji yang sedang berada di masjid Khaif di Mina. Mereka lantas ikut bertakbir. Orang-orang yang sedang berada di pasar pun ikut bertakbir. Akibatnya Mina bergemuruh dengan suara takbir.

Demikian pula para perempuan bertakbir di belakang Abban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz di malam-malam tgl 11 - 13 Dzulhijjah bersama jamaah laki-laki di masjid”.

فالمسألة محل اجتهاد ونظر ولا ينبغي النزاع والشقاق لأجلها.

Alhasil, permasalahan takbir bersama-sama (takbir jama’i) adalah permasalahan ijtihadi yang menjadi medan telaah para ulama. Oleh karenanya tidak sepatutnya berselisih dan ribut gara-gara hal ini”.

Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqh as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib al-Aimah (Kairo: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, 2003), 1/603

Buku Shahih Fiqh as-Sunnah adalah salah satu buku yang diakui dan diterima oleh salafy kontemporer di Indonesia. Bahkan tidaklah sedikit forum-forum pengajian salafy yang membahas dan mengkaji buku ini.

Buku ini dengan tegas mengatakan bahwa permasalahan hukum takbir jamai adalah permasalahan khilafiyah yang bersifat ijtihadi. Penulis juga menegaskan jangan membuat kegaduhan sosial gara-gara boleh tidaknya takbir jamai.

Oleh karenanya selayaknya orang-orang yang menjadikan buku ini sebagai salah satu referensi penting kajian fikih menjadi orang-orang yang terdepan dalam mengamalkan arahan penulis buku.

Segera akhiri keributan masalah hukum takbir jamai yang menodai kehangatan suasana hari raya.

Bagi yang menyakini keharaman takbir jamai silahkan anda memegangi pendapat ini dan semangat bertakbir sendiri-sendiri tanpa meributkan orang-orang yang membolehkan takbir dengan model jama’i. Ingat ulama yang membolehkan takbir bersama-sama pun memiliki argumentasi yang sangat layak untuk dipertimbangkan.

Mari semarakkan suasana hari raya dengan memperbanyak takbir dengan menghayati pesan kandungan kalimat takbir, membesarkan keagungan Allah di dalam hati.

Bersihkan hati dari membesarkan ketakutan terhadap tahdzir, hajr/boikot dan celotehan mulut jahat sebagian manusia selama kita berusaha untuk menempuh jalan menuju ridho Ilahi Rabbi.

Ditulis oleh: Ust. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "Gaduh dan Ribut Gara-Gara Takbir Jama’I Saat Hari Raya - Ustadz Aris Munandar"