Film Dirty Vote 2024 dan Rangkuman Singkatnya (Full Movie) - Rahmat Mulyana
Rangkuman Singkat Dirty Vote Full Movie
- Gabungan suara pulau
Sumatera (jokowi dan prabowo)
- Penunjukan 20 PJ
Gubernur dipilih Presiden
- 82 PJ Walikota/Bupati
- Suara papua dan
penunjukkan Tito Karnavian yang tidak menghormati MK
- Pakta Integritas bupati
Sorong
- Pelanggaran deklarasi
desa bersatu (8 organisasi desa = 81 juta = sepertiga dpt)
- Kasus penyelewengan
dana desa dikonversi sebagai alat tukar dukungan politik
- Tekanan kepada kepala
desa untuk mendukung salah satu capres (evidence mengarah ke 03)
- Penyelewengan BANSOS
oleh pejabat Negara (evidence Airlangga dan Zulkifli)
- BANSOS menjelang PEMILU
>>>>> BANSOS zaman COVID-19
- Tidak digunakannya Data
Kesejahteraan terpadu Kementerian Sosial
- Kabinet berkampanye
(Prabowo dan Mahfud MD) dan tim kampanye ataupun
- Ketidaknetralan
Presiden dan UU yang mengatur
- Kegagalan BAWASLU
mengawasi PEMILU
- KPU bermasalah (tahapan
verifikasi in evidence partai Gelora)
- Shadowing partai
politik (Partai Ummat, Partai PKN, Partai Gelora)
- Pelanggaran Etik ketua
KPU
- Ketidakpatuhan KPU terhadap putusan MK (30%
caleg perempuan, Caleg Napi)
- Mahkamah Konstitusi (Kontradiksi, Presidential Treshold 20, Pendaftaran Gibran, pelanggaran etik, ketua MKMK bentrok kepentingan)
Tonton Film Dirty Vote 2024:
ROADMAP MATINYA DEMOKRASI
- Laporan MK
- Batas Usia 40 ke 35
(PSI)
- Berpengalaman sebagai
penyelenggara negara (partai Gelora)
- 5 Kepala Daerah
- Usia 40 &
Berpengalaman sebagai penyelenggara negara (Almas Tsawibbiru)
- Hari libur nyuruh
panitera kerja sama "Paman"
- Prank MK karena 3
putusan ditolak
- Putusan MK sudah ada
bocoran dari Bambang Pacul dan wartawan
- 15:27 WIB engingeng ketok palu
*RINGKASAN DIRTY VOTE*
Film dokumenter
eksplanatory "Dirty Vote" yang dirilis pada 11 Februari 2024 ini
merupakan karya sutradara Dandhy Dwi Laksono. Durasi film ini sekitar 1,5 jam
dan sudah ditonton 500 ribu penonton pada setengah hari pertama perilisannya.
Film ini berisi kritik atas sistem demokrasi dan Pemilu di Indonesia untuk
kondisi terakhir khususnya jelang Pemilu 14 Pebruari 2024.
Film ini menampilkan tiga
pakar hukum tata negara, yaitu Dr Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum
Indonesia Jentera, Dr Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Dr Zainal
Arifin Mochtar dari UGM. Mereka menjelaskan berbagai kelemahan, manipulasi politik,
dan kecurangan yang terjadi dalam sistem Pemilu di Indonesia.
Film ini bertujuan
meningkatkan kesadaran publik tentang masalah-masalah mendasar dalam demokrasi
dan Pemilu di Indonesia. Manipulasi politik, penyalahgunaan kekuasaan, serta
mobilisasi birokrasi tampaknya telah menjadi hal yang lumrah. Hal ini perlu segera
diperbaiki untuk menjamin terselenggaranya Pemilu yang jujur dan berintegritas.
Potret Masalah Demokrasi
dan Pemilu
Data penyelewengan dana
desa serta distribusi bantuan sosial menjelang Pemilu meningkat tajam. Hal ini
menimbulkan kecurigaan bahwa bantuan-bantuan tersebut dimanfaatkan untuk
mendulang suara Pemilu, bukan semata-mata demi kesejahteraan rakyat.
Serupa dengan itu, banyak
pejabat yang diduga menyalahgunakan kewenangan dan fasilitas negara untuk
kepentingan kampanye pemilu. Contohnya penggunaan pesawat militer dan mobil
dinas untuk keperluan kampanye. Padahal menurut aturan, pejabat negara yang terlibat
kampanye politik harus cuti dan tidak boleh memanfaatkan fasilitas negara.
Hal lain yang disoroti
adalah rendahnya independensi lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu seperti
KPU dan Bawaslu. Lembaga ini sering dituduh hanya menjadi corong kepentingan
penguasa dan tidak bersikap netral serta independen. Misalnya dalam hal verifikasi
partai politik tertentu atau penanganan pelanggaran kampanye. Independensi MK
yang notabene berperan sebagai pengawal demokrasi juga dipertanyakan lantaran
ada konflik kepentingan Ketua MK dalam beberapa kasus Pemilu.
Kritik Senada soal
Demokrasi
Dalam film ini juga
dikritik mobilisasi massal oleh kepala desa yang menuntut revisi UU Desa agar
dana desa ditingkatkan. Hal ini diduga sekadar memanfaatkan momentum politik
menjelang Pemilu untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Pemerintah juga dikritik
karena diduga menggunakan bantuan sosial sebagai alat politik menjelang Pemilu.
Distribusi bantuan sosial seringkali tidak tepat sasaran dan hanya dimaksudkan
sebagai strategi populis untuk meraih dukungan.
Fakta lain yang disoroti
adalah banyaknya menteri dan pejabat pemerintahan yang diduga terlibat
kampanye, meski seharusnya mereka bersikap netral sebagai pelayan publik.
Bahkan Presiden Jokowi pun dituduh ikut berkampanye dengan menggunakan
fasilitas kenegaraan seperti mobil presiden, meskipun hal itu jelas-jelas
melanggar aturan.
Intrik dan Konflik
Kepentingan
Dalam film ini, Ketua MK
Anwar Usman menjadi sorotan karena dianggap memberi perlakuan istimewa pada
perkara perubahan syarat usia calon presiden. Ia diduga memiliki konflik
kepentingan karena keponakannya mencalonkan diri sebagai capres. Selain itu,
ada indikasi transaksi politik di balik putusan MK ini.
Contoh lain
ketidaknetralan lembaga peradilan juga ditunjukkan oleh sikap MA yang menolak
putusan MK terkait syarat calon presiden. Ketua MA diduga hanya mempertahankan
kepentingan politik tertentu. Fakta ini memperlihatkan lemahnya checks and
balances antar lembaga tinggi negara.
Berikut catatan
fakta-fakta kunci dalam film Dirty Vote:
1. Gabungan suara Jokowi
dan Prabowo di pulau Sumatera menunjukkan gejala politik transaksional antara
elit politik.
2. Penunjukan 20 PJ
Gubernur dan 82 PJ Walikota/Bupati oleh Presiden Jokowi dianggap sebagai
praktik politik balas budi dan menciptakan loyalitas pada petahana.
3. Kasus penunjukan oleh
Tito Karnavian untuk Penjabat Gubernur Papua dianggap mengabaikan aturna yang
ada. Ini melambangkan penguasa yang berlaku sewenang-wenang.
4. Pelanggaran Pakta
Integritas oleh Bupati Sorong memperlihatkan tipu daya dan ketidakjujuran
pejabat publik.
5. Deklarasi GBK oleh 8
organisasi kepala desa (mewakili 81 juta pemilih) diduga sebagai upaya
mobilisasi massa untuk kepentingan politik tertentu.
6. Maraknya kasus korupsi
dana desa menguatkan fakta penyelewengan anggaran untuk dukungan politik pada
Pemilu.
7. Banyaknya tekanan dan
intimidasi kepada kepala desa agar mendukung capres incumbent menunjukkan
politik ala Orde Baru masih berlangsung.
8. Penyalahgunaan bantuan
sosial oleh pejabat seperti Airlangga dan Zulhas untuk kepentingan politik
nyata terjadi di lapangan.
9. Peningkatan tajam
bansos menjelang Pemilu dibanding masa pandemi mengindikasikan pengaruh politik
uang dan pembelian suara.
10. Data by name by
address Kemensos tidak dipakai dalam penyaluran bantuan menunjukkan indikasi
kecurangan.
11. Keterlibatan menteri
dan timses capres dalam kampanye politik, di luar aturan yang ada, merupakan
bentuk pelanggaran netralitas aparatur negara.
12. Ketidaknetralan
Presiden dalam Pemilu, termasuk menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye,
melanggar UU dan menodai martabat kepresidenan.
13. Kegagalan Bawaslu
mengawasi berbagai pelanggaran Pemilu menunjukkan lemahnya pengawasan
independen atas kontestasi politik.
14. Beragam pelanggaran
KPU, dari verifikasi partai hingga dianggap berpihak pada parpol tertentu,
mencederai integritas penyelenggaraan Pemilu.
15. Banyaknya masalah
integritas di MK, seperti isu benturan kepentingan hingga putusan
kontroversial, menodai legitimasi MK sebagai the guardian of constitution.
Jika mau nonton filmnya,
Silahkan sebelum di take down: youtu.be/RRgLZ66NCmE?si
(Rahmat Mulyana, 11/02/2024)
Posting Komentar untuk "Film Dirty Vote 2024 dan Rangkuman Singkatnya (Full Movie) - Rahmat Mulyana"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.