Peran Pemimpin dan Pembisik Yang Sholeh Dalam Sejarah Dakwah
Kabeldakwah.com |
Peran Pemimpin Dan
Pembisik Yang Sholeh Dalam Sejarah Dakwah
Apapun Pilihanmu, Siapkan Hujjahmu
Peran Pemimpin
Dan Pembisik Yang Sholeh Dalam Sejarah Dakwah
Syeikh Muhammad bin Abdul
Wahhab Butuh Dukungan Penguasa.
Pada awal beliau berdakwah, beliau diusir dari satu suku ke suku lainnya. Bahkan oleh orang tuanya sendiri, beliau dimusuhi, karena dakwah beliau menyelisihi pemahaman dan amaliyah yang sudah turun temurun dipraktekkan dan diajarkan di mayarakatnya.
Hingga pada akhirnya
tercapai kesepakatan antara beliau dengan penguasa negri Dir'iyah (asal mula
kota Riyadh) yang bernama Muhammad bin Su'ud.
Semula Muhammad bin Su'ud
bukanlah seorang ulama' yang paham agama dan suci dari kesalahan dan
penyimpangan.
Alasan syeikh Muhammad
bin Abdul Wahhab mau bersandingan dengan penguasa negri Dir'yah adalah adanya
komitmen dari Muhammab bin Su'ud untuk memberi keleluasaan bagi Syeikh Muhammad
bin Abdul Wahhab untuk berdakwah dan mengajar.
Setelah pertolongan
Allah, kemudian dukungan dan perlindungan dari Penguasa Dir'iyah itulah dakwah
beliau dengan cepat menyebar.
Di sisi lain, kekuatan
negri Dir'iyah juga berlipat ganda dengan hadirnya murid murid Syeikh Muhammad
bin Abdul Wahhab yang akhirnya dengan suka rela ikut membangun kekuatan dan
ketahanan politik, militer, sosial dan
ekonomi di negri Dir'iyah.
Dalam waktu yang relatif
singkat negri Dir'iyah yang semula kecil, menjadi besar dan menjelma menjadi
kekuatan yang ditakuti bukan hanya oleh suku suku setempat, namun hingga
Dinasti Utsmaniyah.
Di negri sebrang juga
demikian, tatkala ada seorang kepala daerah yang beragama Islam hendak menjual
saham pemerintah daerahnya pada perusahaan Bir, beliau tidak berhasil
melaksanakannya, karena keinginannya itu tidak didukung oleh parlemen daerahnya.
Anda pasti tahu,
pemerintah daerah mana yang memiliki saham pada perusahaan Bir, dan berencana
menjual sahamnya , namun batal karena tidak disetujui oleh parlemen daerah
tersebut.
Dua kisah di atas bukti sejarah bahwa
perjuangan kebenaran butuh kepada dukungan penguasa yang memberi perlindungan
dan menciptakan suasa kondusif untuk menyebarnya kebenaran.
Sebagaimana penguasa saja tidak cukup karena
penguasa tertinggi butuh dukungan dari para punggawa dan parlemennya, sebagai
kisah An Najasi yang telah diketahui semua.
SO, Tumbuhkan kesadaran untuk menjadi pemimpin
yang sholeh, dan menjadi pembisik pembisik yang sholeh pula.
Kalau anda tidak mampu menjadi pemimpin dan
pembisik yang sholeh, maka dukunglah orang orang sholeh yang akan menjadi
pemimpin dan pembisik pemimpin yang sholeh.
Fakta sejarah ini sejalan
dengan konsep tolong menolong dalam kebaikan dan larangan tolong menolong dalam
kemungkaran.
Sekiranya anda bisa
melanjutkan membaca artikel dibawah ini.
Semoga mencerahkan.
Aamiin.
Apapun
Pilihanmu, Siapkan Hujjahmu
Yusuf Abu Ubaidah As
Sidawi
Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa para ulama kita berbeda pendapat tentang hukum menggunakan hak
suara dalam pemilu. Sebagian ulama melarang, dan sebagian ulama membolehkan,
karena pertimbangan maslahat dan mafsadat.
Kewajiban kita dalam
masalah ini adalah menyikapinya dengan dewasa dan lapang dada karena kita tidak
berhak memaksakan orang lain harus sependapat dengan kita, sebagaimana telah
kami bahas lebih luas dalam buku kami "Untaian Nasehat Menghadapi Pemilu".
(Unduh di sini: https://abiubaidah.com/ebook)
Namun ada satu hal yang
perlu kita renungkan bersama bahwa apapun pilihan dan sikap kita, hendaknya
bagi kita untuk mempersiapkan hujjah, argumentasi dan alasan kuat kelak di
hadapan Allah kenapa kita memilih atau tidak memilih. Dan kalau kita memilih kenapa
memilih si fulan, apakah karena pertimbangan ilmu atau karena transaksi dunia.
Sebagian saudara kami
mengira bahwa tidak memilih lebih aman, lebih selamat, dan lebih hati-hati.
Kami katakan: Hak anda untuk tidak memilih, kami tidak memaksa anda untuk
sependapat dengan kami, tapi perlu diketahui bahwa tidak milih juga adalah
sebuah sikap dan pilihan yang harus mampu dipertanggungjawabkan kelak di
akherat.
Dalam ilmu Ushul Fiqih,
para ulama menegaskan bahwa at
tark/meninggalkan termasuk bagian dari fi'il/perbuatan juga, sebagaimana dalam
Al Quran, hadits dan lisan para sahabat.
Allah berfirman:
كَانُوا۟ لَا
يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ
Artinya: Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya
amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. Al Maidah: 79)
Dalam ayat ini, Allah
menyebut bahwa sikap mereka tidak melarang sebagai "perbuatan".
Demikian juga sabda Nabi:
المُسْلِمُ مَن سَلِمَ
المُسْلِمُونَ مِن لِسانِهِ ويَدِهِ
"Muslim sejati
adalah yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya". (HR.
Muslim: 41)
Dalam hadits ini, Nabi
menyebutkan bahwa meninggalkan gangguan
adalah sebuah keislaman.
Begitu juga ucapan salah
seorang sahabat Nabi saat perang khandaq:
لئن قَعَدْنا والنبي
يَعْمَل ** لذاك مِنَّا العَمَلُ المُضَلَّل
Seandainya kita duduk/tak
ikut bekerja, sedangkan Nabi bekerja
Maka itu merupakan
perbuatan kami yang keliru.
(Lihat masalah ushul
fiqih ini dalam Jam'ul Jawami' 1/214, Syarh Mukhtashar Ibnul Hajib 2/13, 14, Al
Mustashfa 1/90, Al Muwafaqat 4/419, Al Ihkam 1/112, Irsyadul Fukhul hlm.91,
Ushul Sarakhsi 1/79-80, At Tahqiqat wa Tanqihat As Salafiyyat Ala Matnil Waraqat
hlm. 79-80 Syeikhuna Masyhur Hasan Salman)
Intinya, apapun pilihan
kita baik milih untuk memilih atau milih untuk tidak memilih, siapkan hujjah
kita di hadapan Allah. Begitu juga saat kita milih untuk memilih, siapkan
alasan kita memilihnya, apakah karena ilmu atau karena dunia.
Semoga Allah Dzat yang membolak balik hati memilihkan pilihan yang terbaik untuk kita, dan negeri kita. Amin ya Rabbal Alamin
Posting Komentar untuk "Peran Pemimpin dan Pembisik Yang Sholeh Dalam Sejarah Dakwah"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.