Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dakwah Tashfiyah Pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan

Kabeldakwah.com

Dakwah Tashfiyah KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah

Diceritakan oleh Kyai Sjudja’ – murid langsung Kyai Ahmad Dahlan – sebagai berikut:

Pada tahun 1906, KH. A. Dahlan memproklamirkan UUD yang mengejutkan perasaan kaum muslimin pada umumnya, ialah ziarah kubur kufur, ziarah kubur musyrik, dan ziarah kubur haram.

Sungguh peluru yang dilepaskan itu tepat mengenai sasaran yang dimaksud sehingga kaum muslimin gempar, lebih-lebih para alim-ulamanya mereka dari jauh sama mengatakan Haji Ahmad Dahlan sekarang sudah jadi orang Muktazilah, sudah ingkar kepada sunnah Rasulullah, sudah menjadi Wahabi, dan lain-lain sebagainya.

KH. A. Dahlan mendengar sambutan orang banyak yang beraneka warna yang berupa tuduhan atau dakwaan atas pribadinya itu, beliau terima dengan senyum tenang dan sabar, karena beliau menginsyafi bahwa mereka memang sungguh-sungguh belum sadar daripada tidurnya yang nyenyak itu.

Buktinya, beliau telah membuka pintu kamar tamunya untuk menerima barang siapa saja di antara mereka yang hendak menentang atau membantah soal ziarah kubur yang dikufurkan, yang dimusyrikkan, dan yang diharamkan oleh beliau. Tetapi, tidak ada seorang pun dari mereka yang datang di kamar tamunya KH. A. Dahlan untuk menentang atau membantah soal yang diumumkan tersebut.

Hanya beberapa orang yang datang untuk menyatakan ketegesan (maksud) kedudukan orang ziarah kubur menjadi kufur, orang ziarah kubur menjadi musyrik, dan orang ziarah kubur haram. Padahal, paham Islam pada umumnya ziarah kubur adalah sunah.

Setelah mereka diberi penjelasan dengan dalil keadaan kaum muslimin Indonesia pada umumnya dan kaum muslimin di Yogyakarta pada khususnya, serta kaum muslimin di Kauman lebih khusus lagi, terutama kepada yang minta penjelasan sendiri (kepada hatinya) bagaimana rasa yang terkandung dalam hatinya di waktu ziarah kuburnya para yang dipandang wali, keramat, saleh, dan bagaimana pula bila berziarah kuburnya keluarganya sendiri.

Dengan penjelasan-penjelasan ini si peminta penjelasan merasa puas dan menginsyafi bahwa soal ziarah kubur oleh kaum muslimin pada umumnya sangat dengan mesti mengandung salah-satu dari tiga anasir di atas (maksudnya: kufur, syirik, dan haram - Peny), atau malah mungkin mengandung tiga-tiganya sama sekali.

Dengan datangnya beberapa orang yang minta kategesan soal ziarah kubur itu, dapat dimengerti bahwa kaum santri pada umumnya, dan haji-haji pada khususnya, banyaklah sesungguhnya belum sama memiliki tauhid suci murni khalis dan mukhlis. Bahkan, masih banyak terlihat orang-orang itu masih gemar memakai jimat-jimat dan kemat-kemat untuk macam-macam maksud yang baik dan maksud yang tidak baik.

Maka itu KH. A. Dahlan merasa perlu giat berusaha menanam bibit tauhid yang sesuci semurni-murninya kepada para pemuda-pemuda di masa itu supaya dapat mempertumbuhkan iman yang teguh dan bakuh serta kuat untuk mengamalkan amalan-amalan agama Islam baik yang mengenai masyarakat dan yang mengenai akhirat.

(selesai nukilan)

Dari kisah di atas bisa dipetik beberapa faidah:

1. Perhatian Kyai Ahmad Dahlan pada dakwah tashfiyah dalam bentuk pemurnian aqidah tauhid, yakni pemurnian tauhid ibadah dari Praktik - praktik penyimpangan aqidah yang menjurus kepada perbuatan syirik, yang saat itu marak terjadi di masyarakat. Pemurnian aqidah tauhid ini pula yang kemudian diwariskan Beliau kepada murid-murid dan penerus-penerusnya di Muhammadiyah, sehingga Muhammadiyah tidak pernah sunyi dari tokoh-tokoh yang sangat kuat mendakwahkan pemurnian tauhid ibadah tersebut.

2. Dakwah tashfiyah di Nusantara sudah berlangsung sejak lama, bukan baru-baru saja seperti dakwaan sebagian orang, dan juga bukan milik eksklusif sekelompok orang saja.

Lalu sejak kapan dakwah tashfiyah mulai muncul di Nusantara? Tentu saja sejak masuknya dakwah Islam di Nusantara, yang dalam konteks di Pulau Jawa sudah berlangsung sejak era Walisongo.

Apakah dakwah Walisongo bisa berkontribusi terhadap dakwah tashfiyah? Tentu saja iya. Karena kurang berkontribusi bagaimana, sedangkan para Wali tersebut berjuang mati-matian seumur hidupnya menyelamatkan umat di Tanah Jawa dari gelapnya kesyirikan penyembahan berhala dan membawanya kepada terangnya cahaya tauhid Islam.

Tentu saja setelahnya terjadi penyempurnaan-penyempurnaan terhadap dakwah tashfiyah yang dilakukan oleh para ulama di era setelah era Walisongo, namun hal itu tidak lantas membuat kita harus menafikan dan melupakan kontribusi mereka.

Ditulis oleh: Wahyu Indra Wijaya

Posting Komentar untuk "Dakwah Tashfiyah Pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan"