Menundukkan Pandangan (Ghoddul Basor)
Batas Dibolehkannya Melihat Aurat Laki-Laki Atau
Perempuan
Perhiasan Perempuan Yang Boleh Tampak Dan Yang Tidak
Boleh
Larangan Ini Dikecualikan Untuk 12 Orang
Buah Dari Menundukkan Pandangan
Langkah -Langkah Menjauhkan Diri Dari Fitnah An-Nazhar
Menundukkan
Pandangan
Fitnah An-Nazhar (bahaya pandangan) merupakan
salah satu problematika terbesar yang menimpa kaum muslimin pada umumnya,
kelompok pemuda pada khususnya dan lebih khusus lagi kepada mereka yang belum
menikah. Sebuah fitnah yang mengepung kita pada berbagai situasi dan kondisi.
Seperti di pasar, mall, rumah sakit, kampus, sekolah, bis kota, kereta api,
pesawat terbang, bahkan pada tempat-tempat suci sekalipun.
Sejauh mata memandang
bisa saja kita terjatuh pada maksiat pandangan ini. Karena fitnah an-nazhar
tidak terbatas pada kondisi dadakan saja --misalnya seseorang berlalu di
hadapan kita, secara tidak sengaja kita melihat aurat orang tersebut—boleh jadi
lingkungan kita memang dipenuhi orang-orang yang secara sadar mempertontonkan
auratnya. Kalau sudah begini maka naluri ke-dai-an kita harus bangkit untuk
menyadarkan mereka yang terlanjur jatuh pada mepertontonkan aurat.
Bagi mereka yang keluar
rumah, Islam memberikan sebuah ajaran indah untuk menundukkan pandangan. Bukan
hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi
pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang
berdampak buruk. Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi
ternyata tidak. Di balik itu tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa
menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut kebersihan dan kekotorannya.
Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di sini.
Hukum Melihat Aurat
Bagi mereka yang keluar
rumah, Islam memberikan sebuah ajaran bagus untuk menundukkan pandangan. Bukan
hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi
pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang
berdampak buruk. Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi
ternyata tidak. Di balik itu tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa
menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut kebersihan dan kekotorannya.
Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di sini.
Di antara yang harus
ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat. Karena Rasulullah s.a.w. telah
melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan
dengan perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.
Sabda Rasulullah s.a.w.:
"Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu
juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh
seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu
juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian."
(Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Aurat laki-laki yang
tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh
dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang
diterangkan dalam Hadis Nabi. Tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan
sebagian ulama Maliki berpendapat, bahwa paha itu bukan aurat.
Sedang aurat perempuan
dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan
dua tapak tangan. Adapun yang dalam hubungannya dengan mahramnya seperti ayah
dan saudara, maka seperti apa yang akan diterangkan dalam Hadis yang
membicarakan masalah menampakkan perhiasan. Ada yang tidak boleh dilihat, tidak
juga boleh disentuh, baik dengan anggota-anggota badan yang lain.
Semua aurat yang haram
dilihat seperti yang kami sebutkan di atas, baik dilihat ataupun disentuh,
adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak
memerlukan). Tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka
haram tersebut bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak
akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. Kalau ada fitnah atau syahwat,
maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya.
Batas Dibolehkannya Melihat Aurat Laki-Laki Atau Perempuan
Dan keterangan yang kami
sebutkan di atas, jelas bahwa perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya,
yaitu di bagian atas pusar dan di bawah lutut, hukumnya mubah, selama tidak
diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sebab
Rasulullah sendiri pernah memberikan izin kepada Aisyah untuk menyaksikan
orang-orang Habasyi yang sedang mengadakan permainan di masjid Madinah sampai
lama sekali sehingga dia bosan dan pergi.
Yang seperti ini ialah
seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian muka
dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau
tidak dikawatirkan menimbulkan fitnah.
Aisyah meriwayatkan,
bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan
berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan
mengatakan: "Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah
datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan
ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya." (Riwayat Abu
Daud)
Dalam hadis ini ada
kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan melihat
muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah.
Ringkasnya, bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau
perempuan, selama tidak berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan
dan tidak membawa fitnah, hukumnya tetap halal.
Salah satu kelapangan
Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bagian yang
seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini: "Dari
Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah s.a. w. tentang
melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!"
(Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi
melihat untuk kedua kalinya.
Perhiasan Perempuan Yang Boleh Tampak Dan Yang Tidak Boleh
Ini ada hubungannya dengan
masalah menundukkan pandangan yang oleh dua ayat di surah an-Nur 30-31, Allah
perintahkan kepada laki-laki dan perempuan. Adapun yang khusus buat orang
perempuan dalam ayat kedua (ayat 31) yaitu:
a. Firman Allah:
"Janganlah orang-orang perempuan menampakkan perhiasannya, melainkan apa
yang biasa tampak daripadanya."
Yang dimaksud perhiasan
perempuan, yaitu apa saja yang dipakai berhias dan untuk mempercantik tubuh,
baik berbentuk ciptaan asli seperti wajah, rambut dan potongan tubuh, ataupun
buatan seperti pakaian, perhiasan, make-up dan sebagainya.
Dalam ayat di atas Allah
memerintahkan kepada para perempuan supaya menyembunyikan perhiasan tersebut
dan melarang untuk dinampak-nampakkan. Allah tidak memberikan pengecualian,
melainkan apa yang bisa tampak. Oleh karena itu para ulama kemudian berbeda
pendapat tentang arti apa yang biasa tampak itu dan ukurannya. Apakah artinya:
apa yang tampak karena terpaksa tanpa disengaja, misalnya terbuka karena ditiup
angin; ataukah apa yang biasa tampak dan memang dia itu asalnya tampak?
Kebanyakan ulama salaf
berpendapat menurut arti kedua, Misalnya Ibnu Abbas, ia berkata dalam
menafsirkan apa yang tampak itu ialah: celak dan cincin. Yang berpendapat
seperti ini ialah sahabat Anas. Sedang bolehnya dilihat celak dan cincin,
berarti boleh dilihatnya kedua tempatnya, yaitu muka dan kedua tapak tangan.
Demikianlah apa yang ditegaskan oleh Said bin Jubair, 'Atha', Auza'i dan
lain-lain. Sedang Aisyah, Qatadah dan lain-lain menisbatkan dua gelang termasuk
perhiasan yang boleh dilihat. Dengan demikian, maka sebagian lengan ada yang
dikecualikan. Tetapi tentang batasnya dari pergelangan sampai siku, masih
diperselisihkan.
Di samping satu
kelonggaran ini, ada juga yang mempersempit, misalnya: Abdullah bin Mas'ud dan
Nakha'i. Kedua beliau ini menafsirkan perhiasan yang boleh tampak, yaitu
selendang dan pakaian yang biasa tampak, yang tidak mungkin disembunyikan.
Tetapi pendapat yang kami anggap lebih kuat (rajih), yaitu dibatasinya
pengertian apa yang tampak itu pada wajah dan dua tapak tangan serta perhiasan
yang biasa tampak dengan tidak ada maksud kesombongan dan berlebih-lebihan,
seperti celak di mata dan cincin pada tangan. Begitulah seperti apa yang
ditegaskan oleh sekelompok sahabat dan tabi'in.
Ini tidak sama dengan
make-up dan cat-cat yang biasa dipakai oleh perempuan-perempuan zaman sekarang
untuk mengecat pipi dan bibir serta kuku. Make-up ini semua termasuk
berlebih-lebihan yang sangat tidak baik, yang tidak boleh dipakai kecuali di
dalam rumah. Sebab perempuan-perempuan sekarang memakai itu semua di luar
rumah, adalah untuk menarik perhatian laki-laki. Jadi jelas hukumnya adalah
haram.
Sedang penafsiran apa
yang tampak dengan pakaian dan selendang yang biasa di luar, tidak dapat
diterima. Sebab itu termasuk hal yang lumrah (tabi'i) yang tidak bisa
dibayangkan untuk dilarangnya sehingga perlu dikecualikan. Termasuk juga
terbukanya perhiasan karena angin dan sebagainya yang boleh dianggap darurat.
Sebab dalam keadaan darurat, bukan suatu yang dibuat-buat. Jadi baik
dikecualikan ataupun tidak, sama saja. Sedang yang cepat diterima akal apa yang
dimaksud istimewa (pengecualian) adalah suatu rukhsah (keringanan) dan justru
untuk mengentengkan kepada perempuan dalam menampakkan sesuatu yang mungkin
disembunyikan; dan ma'qul sekali (bisa diterima akal) kalau dia itu adalah muka
dan dua tapak tangan.
Adanya kelonggaran pada
muka dan dua taak tangan, adalah justru menutupi kedua anggota badan tersebut
termasuk suatu hal yang cukup memberatkan perempuan, lebih-lebih kalau mereka
perlu bepergian atau keluar yang sangat menghajatkan, misalnya dia orang yang
tidak mampu. Dia perlu usaha untuk mencari nafkah buat anak anaknya, atau dia
harus membantu suaminya. Mengharuskan perempuan supaya memakai cadar dan
menutup kedua tangannya adalah termasuk menyakitkan dan menyusahkan perempuan.
Imam Qurthubi berkata:
"Kalau menurut ghalibnya muka dan dua tapak tangan itu dinampakkan, baik
menurut adat ataupun dalam ibadat, seperti waktu sembahyang dan haji, maka
layak kiranya kalau pengecualian itu kembalinya kepada kedua anggota tersebut.
Dalil yang kuat untuk pentafsiran ini ialah hadis riwayat Abu Daud dari jalan
Aisyah r.a., bahwa Asma' binti Abubakar pernah masuk ke rumah Nabi s.a.w.
dengan berpakaian tipis, kemudian Nabi memalingkan mukanya sambil ia berkata:
"Hai Asma'! Sesungguhnya perempuan apabila sudah datang waktu haidhnya
(sudah baligh) tidak patut dinampakkan badannya, kecuali ini dan ini -- sambil
ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya."
Sedang firman Allah yang
mengatakan: "Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki supaya
menundukkan pandangan" itu memberikan suatu isyarat, bahwa muka perempuan
itu tidak tertutup. Seandainya seluruh tubuh perempuan itu tertutup termasuk
mukanya, niscaya tidak ada perintah menundukkan sebagian pandangan, sebab di
situ tidak ada yang perlu dilihat sehingga memerlukan menundukkan pandangan.
Namun, kiranya sesempurna mungkin seorang muslimah harus bersungguh-sungguh
untuk menyembunyikan perhiasannya, termasuk wajahnya itu sendiri kalau mungkin,
demi menjaga meluasnya kerusakan dan banyaknya kefasikan di zaman kita sekarang
ini. Lebih-lebih kalau perempuan tersebut mempunyai paras yang cantik yang
sangat dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.
b. Firman Allah:
"Hendaknya mereka itu melabuhkan kudungnya sampai ke dadanya."
(an-Nur: 31)
Pengertian khumur
(kudung), yaitu semua alat yang dapat dipakai untuk menutup kepala. Sedang apa
yang disebut juyub kata jama' (bentuk plural) dari kata jaibun, yaitu belahan
dada yang terbuka, tidak tertutup oleh pakaian/baju. Setiap perempuan muslimah
harus menutup kepalanya dengan kudung dan menutup belahan dadanya itu dengan
apapun yang memungkinkan, termasuk juga lehernya, sehingga sedikitpun
tempat-tempat yang membawa fitnah ini tidak terbuka yang memungkinkan dilihat
oleh orang-orang yang suka beraksi dan iseng.
c. Firman Allah:
"Dan hendaknya mereka itu tidak menampak-nampakkan perhiasannya terhadap
suami atau ayahnya." (an-Nur: 31)
Pengarahan ini tertuju
kepada perempuan-perempuan mu'minah, dimana mereka dilarang keras membuka atau
menampakkan perhiasannya yang seharusnya disembunyikan, misalnya: perhiasan
telinga (anting-anting), perhiasan rambut (tusuk); perhiasan leher (kalung),
perhiasan dada (belahan dadanya) dan perhiasan kaki (betis dan gelang kaki).
Semuanya ini tidak boleh dinampakkan kepada laki-laki lain. Mereka hanya boleh
melihat muka dan kedua tapak tangan yang memang ada rukhsah untuk dinampakkan.
Larangan Ini Dikecualikan Untuk 12 Orang
1. Suami. Yakni si suami
boleh melihat isterinya apapun ia suka. Ini ditegaskan juga oleh hadis Nabi
yang mengatakan: "Peliharalah auratmu, kecuali terhadap isterimu."
2. Ayah. Termasuk juga
datuk, baik dari pihak ayah ataupun ibu.
3. Ayah mertua. Karena mereka
ini sudah dianggap sebagai ayah sendiri dalam hubungannya dengan isteri.
4. Anak-anak
laki-lakinya. Termasuk juga cucu, baik dari anak laki-laki ataupun dari anak
perempuan.
5. Anak-anaknya suami.
Karena ada suatu keharusan untuk bergaul dengan mereka itu, ditambah lagi,
bahwa si isteri waktu itu sudah menduduki sebagai ibu bagi anak-anak tersebut.
6. Saudara laki-laki,
baik sekandung, sebapa atau seibu.
7. Keponakan. Karena
mereka ini selamanya tidak boleh dikawin.
8. Sesama perempuan, baik
yang ada kaitannya dengan nasab ataupun orang lain yang seagama. Sebab
perempuan kafir tidak boleh melihat perhiasan perempuan muslimah, kecuali
perhiasan yang boleh dilihat oleh laki-laki. Demikianlah menurut pendapat yang
rajih.
9. Hamba sahaya. Sebab
mereka ini oleh Islam dianggap sebagai anggota keluarga. Tetapi sebagian ulama
ada yang berpendapat: Khusus buat hamba perempuan (amah), bukan hamba
laki-laki.
10. Keponakan dari
saudara perempuan. Karena mereka ini haram dikawin untuk selamanya.
11. Bujang/orang-orang
yang ikut serumah yang tidak ada rasa bersyahwat. Mereka ini ialah buruh atau
orang-orang yang ikut perempuan tersebut yang sudah tidak bersyahwat lagi
karena masalah kondisi badan ataupun rasio. Jadi yang terpenting di sini ialah:
adanya dua sifat, yaitu mengikut dan tidak bersyahwat.
12. Anak-anak kecil yang
tidak mungkin bersyahwat ketika melihat aurat perempuan. Mereka ini ialah
anak-anak yang masih belum merasa bersyahwat. Kalau kita perhatikan dari
kalimat ini, anak-anak yang sudah bergelora syahwatnya, maka orang perempuan
tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada mereka, sekalipun anak-anak
tersebut masih belum baligh.
Dalam ayat ini tidak
disebut-sebut masalah paman, baik dari pihak ayah ('aam) atau dari pihak ibu
(khal), karena mereka ini sekedudukan dengan ayah, seperti yang diterangkan
dalam hadis Nabi: "Pamannya seseorang adalah seperti ayahnya
sendiri." (Riwayat Muslim)
Buah Dari Menundukkan Pandangan
a. Menjadikan Pikiran
Jernih.
Alam pikiran manusia
tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak pula ditentukan sewenang-wenang oleh
Allah. Yang bisa membentuknya adalah si empunya pikiran sendiri, melalui
pemrosesan data dan informasi dalam otak. Informasi itu masuk melalui panca
indera. Apa yang dilihat, didengar, dicium, disentuh dan dirasa, semuanya akan
terekam di dalam otak. Ada yang cepat hilang dan dilupakan, ada yang lekat
sampai tua. Semakin banyak dan semakin sering data dimasukkan, semakin besar
pula kemungkinannya untuk tertanam tajam dalam memori, lalu membentuk pola
pikir seseorang.
Proses pembentukan pola
pikir itu bisa berjalan walau tanpa dikehendaki pemiliknya sendiri. Karena itu
sangat penting untuk memperhatikan apa-apa yang didengar dan dilihat demi
menjamin kebersihan hati dan pikiran. Menjaga pandangan adalah salah satu sarananya.Pikiran
yang jernih akan menghasilkan keputusan-keputusan yang sehat dan tepat.
Tentunya ini akan sangat bermanfaat bagi semua pihak.
b. Mempertajam Hati
Nurani.
Pola pikir yang telah
terbentuk, lama-kelamaan akan mempengaruhi standar nurani seseorang. Hati bisa
menjadi keras bila dalam kurun cukup lama tidak dilatih dekat dengan Allah
lantaran pola pikirnya tidak mendukung. Proses perubahan suasana hati itupun
bisa berjalan tanpa disadari.
Sebaliknya jika mata
terjaga, begitu pula indera yang lain, hati pun ikut terjaga kebersihannya,
sehingga hati terselubungi oleh cahaya keimanan dan terjauhkan dari kegelapan,
seperti firman Allah, "Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lobang yang tak tembus yang di
dalamnya ada pelita besar." (An-Nur: 35)
c. Senantiasa Dzikir
Kepada Allah.
Pola pikir kotor yang
mulai meracuni hati dapat diselamatkan jika seseorang masih mampu mengingat
Allah banyak-banyak. Ini ibarat sebuah perang antara kebersihan hati yang
didasarkan pada ingat kepada Allah dengan pola pikir kotor yang berdasarkan
hawa nafsu. Dengan menundukkan pandangan, seseorang akan lebih mudah mengingat
Allah sehingga memberinya kekuatan kepada hati untuk memerangi pengaruh negatif
yang disodorkan pikiran kotor dan hawa nafsu. Telah berfirman Allah SWT dalam
surat Al-Kahfi 28, ".... Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya melewati batas."
d. Mencegah Sikap Liar.
Liar artinya tak bisa
dikendalikan. Sikap ini gampang muncul bila tidak ada niatan dari yang
bersangkutan untuk mengendalikan dirinya. Prosesnya bisa dimulai dari hal-hal
sepele, misalnya mulai menganggap remeh perintah Allah. Kian lama kian berani
melanggar larangan dan mengabaikan anjuran, hingga akhirnya keyakinanpun bisa
goyah. Menjaga pandangan merupakan salah satu sarana latihan mengendalikan
diri.
e. Melihat Dengan Fitrah
Bashirah
Setiap orang memiliki
bashirah yang dapat membedakan kebaikan dari keburukan. Apabila intuisi ini
dipelihara, dirawat, dan dijaga maka ia akan berfungsi banyak bagi pemiliknya.
Apalagi jika seseorang selalu menjaga pandangan matanya, sehingga dapat
membersihkan hati maka intuisi bukan sekedar terpelihara melainkan terasah
semakin tajam. Sebaliknya, jika intuisi tidak terpelihara gara-gara hati tidak
bersih, maka ukuran benar salah menjadi rancu baginya. Fitrahnya rusak,
sehingga hatinya lebih sulit diajak meniti jalan kebenaran.
Langkah -Langkah Menjauhkan Diri Dari Fitnah An-Nazhar
Jauh empat belas abad
yang lampau Rasulullah telah mengingatkan kita dengan sabdanya: "Tiada
suatu fitnah (bencana) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum pria selain
daripada wanita." (Muttafaqun `Alaih).
Rasulullah juga
bersabda:"Sesungguhnya dunia itu manis nan menawan, dan sesungguhnya Allah
memberikan penguasaannya kepada kamu sekalian, kemudian Dia melihat apa yang
kamu kerjakan. Maka berhati-hatilah kamu terhadap (godaan) dunia dan wanita,
karena sesungguhnya sumber bencana Bani Israil adalah wanita." (H.R.
Muslim)
1. Meyakini tentang
perintah Allah berkenaan dengan perintah untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul
bashar) dan larangan melepaskan pandangan kepada hal-hal yang haram.
Diantaranya firman Allah: "Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. 24:30)
"Sesungguhnya Allah
telah menetapkan bagi anak Adam mendapat bagian dari zina, tidak boleh tidak,
zina kedua mata ialah memandang, zina lidah ialah perkataan, dan zina hati
ialah keinginan dan syahwat, sedang faraj (kemaluan) saja yang menentukan benar
ataau tidaknya dia berbuat zina." (Muattafaqun `Alaih)
Dari Jarir bin Abdillah z
berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah mengenai "pandangan yang
tiba-tiba", maka beliau bersabda:"Palingkan pandanganmu." ( H.R.
Muslim dan Abu Daud, lafadz hadits Abu Daud) Dalam hadits lain, Rasulullah
bersabda:"Jangan kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan
(berikutnya), pandangan pertama untukmu, dan tidak untuk yang pandangan
kedua." ( H.R. Tirmidzi dan Abu Daud, Tirmidzi dan AlBani menilai hadits
ini hasan.) Yang dimaksud dengan pandangan pertama adalah pandangan yang
terlontar tanpa sengaja.
2. Berlindung kepada
Allah dan berpaling dari fitnah nazhar ini, serta mengikat diri terhadap
syahwat pandangan sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari
kejahatan fitnah tersebut. Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim:
"Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali yang Aku beri hidayah
(petunjuk), maka mintalah petunjuk itu dari-Ku niscaya kalian akan Ku
tunjuki." Firman Allah: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. 2:186)
Beliau berdoa:"Ya
Allah, jadikanlah bagi kami dari rasa ketakutan kami terhadap-Mu sebagai
dinding pemisah antara kami dengan kemaksiatan kepada-Mu." ( H.R.
At-Tirmidzi dan Al Bani menilai hadits ini hasan.)
Beliau juga berdoa:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya pendengaranku,
penglihatanku, lidahku, hatiku dan maniku." (H.R. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Al Bani.)
3. Pada prinsipnya kita
mengetahui dan menyadari, bahwa pada situasi dan kondisi bagaimana pun Anda
tidak memiliki hak khiyar (pilihan) dalam perkara ini. Kita wajib menundukkan
pandangan kita terhadap hal-hal yang diharamkan, di seluruh tempat, waktu dan
kondisi. Tidak ada alasan bagi kita untuk ikut tergelincir pada kerusakan moral
dan membebaskan diri dari kesalahan dengan adanya situasi dan kondisi yang
merangsang kita melakukankan fitnah tersebut. Firman Allah:"Dan tidakkah
patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
(QS. 33:36)
4. Menghadirkan
pengawasan Allah dan keluasan ilmu-Nya sehingga kita merasa takut dan malu
kepada-Nya ketika ada kesempatan berbuat dosa. Firman Allah: "Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS.
50:16) "Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang
disembunyikan oleh hati". (QS. 40:19) Rasulullah bersabda: "Saya
wasiatkan kepadamu, hendaklah kamu malu (berbuat dosa) di hadapan Allah seperti
kamu malu (berbuat dosa) di hadapan seorang yang shalih dari kaummu." H.R.
Al Hasan bin Sufyan, Ahmad dalam kitab Az Zuhud dan dishahihkan oleh Al Bani.
5. Kita menyadari bahwa
kedua mata kita akan menjadi saksi di Yaumil Hisab kelak atas apa yang kita
lihat selama hidup di dunia. Firman Allah: "Sehingga apabila mereka sampai
ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap
mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan." (QS. 41:20)
Dalam shahih Muslim dari
Anas berkata:"Pada suatu hari kami sedang bersama-sama Rasulullah kemudian
beliau tertawa, maka beliau bertanya: "Apakah kalian mengetahui apa yang
menjadikan saya tertawa ?", kami menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang
lebih mengetahui. Rasulullah n bersabda: (Seorang hamba bertanya kepada Rabbnya:
"Wahai Rabbku bukankah kamu berjanji untuk melindungiku dari tindakan
kezhaliman, Allah l menjawab: "Benar". Kemudian hamba tersebut
berkata: Saya tidak memperkenankan (perhitungan) atas diri saya kecuali
dihadirkan saksi dari diriku sendiri". Allah berkata: "Cukuplah
bagimu saksinya dirimu sendiri pada hari ini dan para Malaikat pencatat. Maka
mulutnya terkunci dan diperintahkan kepada seluruh anggota tubuhnya untuk
berbicara, maka anggota tubuhnya menceritakan seluruh perbuatannya, lalu orang
tersebut dipersilahkan untuk berbicara,ia berkata: menjauhlah engkau (kepada
anggota tubuhnya) selanjutnya ia berdebat dengannya." Dari sini telah
menjadi jelas bahwa mata yang anda tundukkan dari hal-hal yang haram akan
memberikan persaksian terhadap anda di hari Qiamat maka ikatlah ia dari hal-hal
yang haram.
6. Mengingat eksistensi
Malaikat yang bertugas mencatat segala perbuatan anda. Firman Allah:"Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang
selalu hadir." (QS. 50:18)
"Padahal
sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. 82:10-12)
7. Mengingat bahwa bumi
yang kita pijak akan memberikan persaksian atas seluruh peristiwa kemaksiatan
yang terjadi diatasnya. Allah l berfirman mengenai ihwal bumi pada Hari Qiamat
kelak: "Pada hari itu bumi menceritakan beritanya." (QS. 99:4) Nabi
menafsirkan ayat ini dengan sabdanya: "Akhbaaruhaa (beritanya) yaitu
dengan bumi ini bersaksi atas setiap manusia dan umat terhadap setiap perbuatan
yang dilakukannya di permukaan bumi, dengan berkata: (Dia melakukan ini dan begini,
pada hari ini dan ini)". H.R. At Tirmidzi, dan berkata: "Hadits hasan
shahih".
8. Ingatlah bahwa
bidadari yang menyejukkan mata menunggu para penghuni surga, dari Abu Hurairah
dari Nabi: "Setiap lelaki penduduk syurga memiliki dua istri dari bidadari
yang cantik jelita, setiap bidadari memiliki 70 pakaian, tampak sumsum betisnya
dari belakang daging.
Disarikan dari kitab: Fitnah
An-Nazhar wa `Ilajiha.
Posting Komentar untuk "Menundukkan Pandangan (Ghoddul Basor)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.