Hadits-Hadits Lemah dan Palsu Tentang Keutamaan Amalan-amalan di Bulan Muharram
Hadits-Hadits Lemah dan
Palsu Tentang Keutamaan Amalan-amalan di Bulan Muharram
Hadits Pertama:
Imam Ath-Thobroni
rahimahullah berkata:
Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Rozin bin Jami’ Al-Mishri Abu Abdillah Al-Mu’addal, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Habib, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thowil, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Laits
bin Abi Saliim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ
يَوْمَ عَرَفَةَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنَ
الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاَثُوْنَ يَوْمًا
“Barangsiapa berpuasa
pada hari Arofah maka puasa itu akan menghapuskan (dosa-dosa) selama dua tahun.
Dan barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan Muharram maka baginya dari
setiap hari (bagaikan berpuasa) 30 hari”.
(Dikeluarkan oleh Ath-Thobaroni dalam
Al-Mu’jam Ash-Shoghir II/164 no.963).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya
PALSU (Maudhu’).
📌 Berkata Syaikh Al-Albani
rahimahullah: “Ini adalah hadits PALSU (maudhu’).
Di dalam sanadnya ada dua
orang perowi pendusta (pemalsu hadits), yaitu:
1. Sallam Ath-Thowil dan dia adalah pendusta.
* Ibnu Khorrosy berkata
tentangnya: “Dia seorang pendusta.”
Ibnu Hibban berkata
tentangnya: “Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari para perowi yang tsiqoh
(terpercaya/kredibel), dan sepertinya dia yang sengaja memalsukannya.”
* Al-Hakim berkata
tentangnya pula: “Dia meriwayatkan hadits-Hadits palsu.”
2. Al-Haitsam bin Habib
diklaim oleh imam Adz-Dzahabi sebagi orang yang meriwayatkan hadits bathil”.
(Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/596
no.412, dan Dho’if At-Targhib wat Tarhib I/154 no. 615).
Hadits Kedua:
Imam Ath-Thobroni
rahimahullah berkata:
Telah menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qodhi
dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada
kami Abdul A’la bin Hammad An-Narsi, ia berkata; telah menceritakan kepada kami
Abdul Jabbar bin Al-Ward, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ubaidillah bin Abi
Yazid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
لَيْسَ لِيَوْمٍ
فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَيَوْمُ
عَاشُوْرَاءَ
“Tidak ada satu haripun yang memiliki
keutamaan melebihi hari-hari yang lainnya dalam hal berpuasa kecuali bulan
Ramadhan dan hari ‘Asyuro’”.
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni di dalam
Al-Mu’jam Al-Kabir XI/127 no.11253).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya
DHO’IF JIDDAN (Sangat Lemah).
Di dalam sanadnya
terdapat seorang perowi yang bernama Abdul Jabbar bin Al-Ward.
Imam Al-Bukhori
rahimahullah berkata tentangnya: “Dia menyelisihi pada sebagian hadits-haditsnya”
dan berkata Ibnu Hibban tentangnya: “Dia sering salah dan keliru (wahm).”
Syaikh Al-Albani
rahimahulla berkata: “Hadits ini MUNGKAR.”
(Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah
I/453no. 285, dan Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib I/155 no. 616).
Hadits Ketiga:
Imam Ath-Thobroni
rahimahullah berkata:
Telah menceritakan kepada
kami Abdul warits bin Ibrahim Abu Ubaidah Al-Askari, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ali bin Abu Tholib Al-Bazzaz, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Al-Haishom bin Asy-Syuddakh, dar Al-A’masy, dari
Ibrahim, dari Alqomah, dari Abdullah (bin Mas’ud), dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam, beliau bersabda:
مَنْ وَسَّعَ
عَلَى عِيَالِهِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِيْ سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang melapangkan (nafkah) kepada
keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya ia akan senantiasa dalam kelapangan
(rizkinya) selama setahun itu”.
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni X/77no.10007,
dan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman VIII/312no.3635)
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya
DHO’IF (Lemah).
Imam Ahmad bin Hanbal
berkata: “Hadits ini TIDAK SHOHIH.”
Syaikh Al-Albani berkata:
“Hadits ini DHO’IF (Lemah).
(Lihat tahqiq beliau
terhadap Misykat Al-Mashobih, I/434 no.1926).
Di dalam sanadnya ada
seorang perowi yang majhul (Tidak dikenal jati dirinya), yaitu: Al-Haishom bin
Asy-Syuddakh.
Al-‘Uqoili berkata:
“Al-Haishom adalah perowi yang majhul, dan hadits ini tidak mahfuzh.”
Ibnu Hibban berkata:
“Al-Haishom meriwayatkan hal-hal yang aneh dan berbahaya, tidak boleh berhujjah
dengannya.”
Hadits ini disebutkan
pula oleh Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif Fi Ash-Shohih wa Adh-Dho’if,
I/111 no.223, dan Asy-Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, I/98 no.37
Hadits Keempat:
Ibnul Jauzi rahimahullah
di dalam kitabnya Al-Maudhu’aat , bab Puasa di akhir dan awal tahun (baru
Hijriyah) berkata:
“Telah memberitahukan
kepada kami Muhammad bin Nashir, ia berkata; telah memberitahukan kepada kami
Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi
Al-Fawaris, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Umar bin Ahmad, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ayub, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Syadzan, ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Abdullah Al-Harwi, ia berkata; telah menceritakan kepada
kami Quthb bin Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Atho’, dari Ibnu Abbas, ia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ
آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ
خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ
بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir
dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh
telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang
dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kafarat/tertutup dosanya selama 50
tahun.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam
Al-Maudhu’at II/566, Ay-Syaukani dalam Al-Fawa-id Al-Majmu’ah I/96 no.31, dan
selainnya).
Derajat Hadits:
Hadits ini derajatnya
PALSU (Maudhu’).
Di dalam sanadnya
terdapat dua perowi pendusta dan pemalsu hadits, yaitu Al-Harwi Al-juwaibari
dan Wahb.
Ibnul Jauzi berkata
tentang keduanya, yaitu Al-Harwi atau dikenal juga dengan Al-Juwaibari, dan
Wahb bahwa keduanya adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. (Lihat
Al-Mawdhu’at II/566).
Asy-Syaukani berkata
tentang hadits ini: “Di dalam hadits ini ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan
hadits ini.”
(lihat Al Fawa-id Al
Majmu’ah I/96 no.31).
Jika demikian derajat
haditsnya, maka tidak boleh bagi siapapun dari umat Islam yang mengkhususkan
puasa dan amalan-amalan ibadah lainnya seperti doa menyambut tahun baru
hijriyah, dzikir berjama’ah, menghidupkan malamnya dengan qiyamul lail,
bersedekah, membaca Al-Qur’an, mengadakan pengajian dan selainnya pada awal dan
akhir tahun Hijriyah, karena haditsnya jelas-jelas sangat lemah atau bahkan
PALSU, bukan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam. Cukuplah bagi kita
beribadah kepada Allah dengan amalan-amalan yang dilandasi dengan hadits-hadits
yang jelas dan pasti keshohihannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Bersambung, in sya Allah...
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawwaz
Posting Komentar untuk "Hadits-Hadits Lemah dan Palsu Tentang Keutamaan Amalan-amalan di Bulan Muharram"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.