Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 43 – Jadilah Hamba Yang Dermawan Niscaya Anda Beruntung

Allah Berfirman:

وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9)

Kaidah Qur`āniy yang baku dalam bab akhlak ini memiliki hubungan yang kuat dengan pendidikan dan pembersihan hati, sebagaimana dia juga memiliki hubungan dengan interaksi seseorang dengan orang lain.

Sebelum kita menjelaskan makna kaidah ini, kita harus menjelaskan terlebih dahulu makna kikir. Kikir adalah enggan menolong dan memberikan disertai keinginan kuat untuk memilikinya.

Karena kikir merupakan insting dalam jiwa maka Allah menyandarkannya kepada diri, “Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya.” Ini bukan berarti bahwa kita tidak bisa terbebas darinya. Bahkan membebaskan diri darinya sangat mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Akan tetapi, terbebas dari semua jenisnya, fisik dan maknawi, secara paripurna tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang beruntung. Oleh karena itu, Abdurrahman bin Auf pernah dilihat sedang tawaf di Kakbah sembari mengucapkan, “Wahai Tuhanku! Peliharalah aku dari kekikiran jiwaku! Wahai Tuhanku! Peliharalah aku dari kekikiran jiwaku!” Dia tidak menambah lebih dari ucapan tersebut. Lalu ditanyakan kepadanya terkait hal itu, maka dia menjawab, “Jika aku dijaga dari kekikiran jiwa maka aku tidak akan pernah mencuri, tidak akan berzina, dan tidak akan melakukan (perbuatan lainnya yang dilarang).”

Ini merupakan salah satu gambaran pemahaman para salaf yang mendalam, khususnya para sahabat, terhadap makna-makna firman Allah Ta’ālā.

Yang menjadi catatatan di sini adalah adanya kaitan antara kaidah ini dengan topik harta. Karena harta, wallāhu ‘alam, merupakan hal yang sangat gamblang memperlihatkan sifat kikir, meskipun kekikiran itu tidak terbatas pada harta saja.

Di antara contoh aplikatif yang menjelaskan makna kaidah yang sedang kita bicarakan ini adalah:

1. Perbuatan terpuji yang dijelaskan oleh ayat dalam surah Al- Ḥasyr:

"Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Ḥasyr: 9, Lihat: https://tafsirweb.com/10807-surat-al-hasyr-ayat-9.html)

Ini merupakan perbuatan terpuji yang Allah sanjungkan terhadap orangorang Ansar yang membukakan pintu rumah dan dada mereka untuk saudarasaudara mereka, orang-orang Muhajirin raḍiyallāhu ‘anhum, meskipun sebagian besar dari kaum Ansar tidak memiliki harta yang banyak. Namun, cukup bagi mereka pujian ilahi dari Allah yang Maha Mengetahui, yang mengetahui apa yang disembunyikan oleh jiwa.

Renungkanlah amalan hati yang diungkapkan oleh Tuhan kita tentang mereka. Semuanya menunjukkan keselamatan mereka dari kekikiran hati:

a. Amalan pertama adalah «mereka mencintai» ketika saat itu sikap para kabilahkabilah lain adalah enggan menerima orang-orang yang hijrah ke tempat mereka, karena merasa akan mempersulit mereka.

b. Amalan kedua adalah dalam firman Allah: “Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin).” Karena kalau keinginan itu ada maka mereka pasti merasakan dalam diri mereka.

c. Amalan ketiga adalah sifat īṡār (mengutamakan orang lain). Īṡār adalah mengutamakan sesuatu dibandingkan yang lain dengan memberikannya suatu kemuliaan atau manfaat. Maksudnya, mereka mengutamakan orang lain di atas kepentingan mereka dengan sukarela. Adapun Al-Khaṣāṣāh maksudnya sangat membutuhkan.

2. Di antara bentuk aplikatif kaidah ini “Dan siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” adalah pujian yang Allah berikan kepada orang yang memiliki sifat īṡār, baik dari golongan Ansar, maupun orang lain yang memiliki sifat tersebut. Ibnu Al-Qayyim menjadikan sifat ini sebagai salah satu tangga orang-orang yang berjalan menuju penghambaan diri kepada Allah Tuhan semesta alama. Dia menjadi sifat īṡār termasuk bagian dari tangga-tangga tersebut.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan Itsar? Itsar adalah lawan dari kikir. Orang yang bersikap Itsar (mengutamakan orang lain) akan meninggalkan apa yang dia butuhkan. Sementara orang kikir akan berusaha mendapatkan apa yang tidak ada di tangannya. Jika sesuatu itu sudah di tangannya maka dia berlaku bakhil untuk memberikannya kepada orang lain. Sifat bakhil merupakan buah dari kekikiran, dan kekikiran mendorong orang untuk bersifat bakhil.

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 43 – Jadilah Hamba Yang Dermawan Niscaya Anda Beruntung"