Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 41 – Akibat Ulah Tangan Manusia di Muka Bumi

Allah Berfirman:

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu maka adalah karena perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy Syuuro: 30)

Ini merupakan kaidah Qur`āniy yang baku, yang memiliki dampak keimanan dan tarbiah bagi orang yang memikirkan dan merenungkannya.

Kaidah Qur`āniy yang baku ini disebutkan berulang kali dengan redaksi yang hampir sama di beberapa tempat, dan maknanya juga diulang-ulang di beberapa tempat lainnya, seperti firman Allah Ta’ālā:

“Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuhmusuhmu pada Perang Badar). Kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Āli ‘Imrān: 165, Lihat: https://tafsirweb.com/1297-surat-ali-imran-ayat-165.html)

Syekh Islam Ibnu Taimiyah memberikan kesimpulan yang ditunjukkan oleh ayat mulia ini dengan satu kesimpulan yang menunjukkan bahwa dirinya seorang alim yang meneliti nas-nas Al-Qur`ān secara sempurna dengan mengatakan, “AlQur`ān menjelaskan di lebih dari satu tempat bahwa Allah tidak mencelakakan dan mengazab seseorang kecuali karena sebuah dosa.”

Makna yang ditunjukkan oleh ayat mulia ini juga ditunjukkan oleh nas-nas wahyu yang lain, yaitu Sunnah Nabi, semoga selawat dan salam terbaik selalu tercurah kepada beliau. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Sahihnya dari Abu Żarr, dia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis qudsi yang agung yang beliau riwayatkan dari Tuhannya, Allah Ta’ālā, bahwa Dia berfirman, “Sesungguhnya amalan-amalan kalian Aku hitung (kumpulkan) untuk kalian, kemudian Aku akan menyempurnakan balasannya pada kalian. Siapa yang mendapati kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah. Dan siapa yang mendapatkan selain dari itu maka janganlah dia mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR. Muslim: 2577)

Dalam Sahih Bukhari dari hadis Syaddād bin Aus, dia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penghulu istigfar adalah ucapan, ‘Ya Allah! Sesungguhnya Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu, dan aku selalu berada dalam perjanjian dengan-Mu dan janji-Mu semampuku. Aku berlindung dengan-Mu dari kejahatan perbuatanku, dan aku mengakui nikmat-Mu untukku, dan aku mengakui perbuatan dosaku, maka ampunilah aku karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau....” dan seterusnya. (HR. Bukhari: 6306)

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim disebutkan, ketika Abu Bakar meminta dari Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkannya sebuah doa yang akan dibacanya waktu salat, maka Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Katakanlah, ‘Ya Allah! Sungguh, aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau, maka ampunilah Aku dengan ampunan dari-Mu, dan sayangilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Renungkanlah hadis ini baik-baik! Siapa yang bertanya? Siapa yang menjawab? Adapun penanya adalah Abu Bakar Aṣ-Ṣiddīq Al-Akbar, yang telah dipersaksikan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di berbagai kesempatan bahwa dia termasuk penghuni surga. Adapun yang menjawab adalah Rasul ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, orang yang sangat suka menasehati dan sangat penyayang. Namun demikian, Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tetap meminta beliau untuk mengakui dosa-dosanya, kezalimannya yang besar dan banyak. Kemudian meminta kepada Allah untuk mengampuni dan memaafkannya. Pertanyaannya, siapakah manusia (yang lebih terjauhkan dari dosa) selain Abu Bakar?

Jika hal hakikat syariat ini sudah jelas, yaitu bahwasanya dosa merupakan sebab datangnya hukuman-hukuman yang bersifat umum ataupun khusus, maka sudah seharusnya orang yang berakal untuk mulai memeriksa dirinya, memeriksa kesalahan-kesalahan dirinya, dan memohon kepada Tuhannya untuk memberinya petunjuk untuk mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut. Karena ada orang yang larut melakukan dosa demi dosa, maksiat demi maksiat, dan dia tidak menyadari hal tersebut, bahkan ada yang tidak mau peduli. Bisa jadi ada juga yang menganggap itu adalah perbuatan baik, sehingga hukuman kepadanya datang bertubi-tubi tanpa dia sadari, sehingga maksiatnya pada waktu itu semakin berlipat ganda. Mari kita berlindung kepada Allah dari perbuatan tersebut.

Ibnu Al-Qayyim raḥimahullāh, ketika menjelaskan sebagian dari dalalah kaidah Qur`āniy yang baku ini mengatakan, “Tidak ada keburukan dan penyakit di dunia dan akhirat melainkan disebabkan oleh dosa dan kamaksiatan.

Apa yang mengeluarkan kedua orang tua kita (Adam dan Hawa) dari surga, tempat kelezatan dan kenikmatan, tempat kebahagiaan dan kegembiraan, menuju tempat penyakit, kesedihan, dan berbagai musibah?

Apa yang mengeluarkan Iblis dari penduduk langit? Membuat dia terusir, terlaknat, dan lahir serta batinnya diubah oleh Allah? Sehingga bentuk fisiknya menjadi yang paling jelek dan paling buruk? Dan batinnya menjadi lebih jelek dan lebih buruk dari bentuk fisiknya?

Apa yang membuat kaum Nuh semuanya tenggelam? Sehingga air melimpah melebihi puncak gunung. Apa yang menyebabkan angin yang kering menimpa kaum ‘Ād sehingga membuat mereka menjadi bangkai-bangkai di permukaan bumi seperti pelepah kurma yang sudah lapuk?

Apa yang menyebabkan teriakan keras dikirim kepada kaum Ṡamūd? Sehingga membuat jantung mereka copot di dalam rongga dada mereka, dan semuanya mati?

Apa yang menyebabkan kampung pengggemar homoseks diangkat sehingga para malaikat pun mendengar lolongan anjing mereka? Kemudian kampung itu dibalikkan menimpa mereka, sehingga bagian atasnya menjadi bagian bawah?

Sehngga mereka semua celaka, yang kemudian diikuti dengan lemparan batu dari langit? Mereka dihujani dengan batu tersebut, sehingga berbagai macam azab terkumpul pada mereka yang tidak pernah dirasakan oleh umat selain mereka, juga tidak dirasakan oleh saudara-saudara mereka yang serupa dengan mereka. Dan azab tersebut tidak jauh dari orang-orang yang zalim.

Apa yang menyebabkan Firaun dan kaumnya tenggelam di lautan, kemudian arwah mereka dikirim ke neraka Jahanam, fisik mereka tenggelam dan arwah mereka dibakar?

Apa yang menyebabkan Karun ditenggelamkan bersama dengan rumah, harta, dan keluarganya?

Apa yang menyebabkan orang-orang yang datang setelah Nuh dihancurkan dengan berbagai hukuman? Dan mereka dihancurkan sehancur-hancurnya?” Dan seterusnya yang dikatakan oleh Ibnu Al-Qayyim raḥimahullāh.

Seharusnya kita menyadari bahwa hukuman-hukuman itu ketika disebutkan, maka tidak boleh dibatasi bahwa ia hanya berupa hukuman fisik, atau hukuman secara umum saja, sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnu Al-Qayyim, seperti keruntuhan, tenggelam, teriakan keras, penjara, azab fisik, dan sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan jenis-jenis hukuman. Akan tetapi masih ada hukuman jenis lain yang lebih dahsyat dan lebih berbahaya, yaitu hukuman yang ditimpakan terhadap hati, sehingga hati tersebut menjadi lalai dan keras, hingga seandainya gunung-gunung dunia bertabrakan di hadapannya, dia tetap tidak bisa mengambil nasihat dan pelajaran, kita belindung kepada Allah dari hati seperti itu. Bahkan ada yang mengira, atau ada umat yang mengira, ketika melihat nikmat datang bertubi-tubi dan bertambah padahal dia masih terus menjauh dari syariat Allah, dia mengira bahwa nikmat itu merupakan tanda keridaan Allah terhadapnya. Ini, demi Allah, merupakan hukuman paling besar yang ditimpakan terhadap seroang hamba, dan diujikan kepada sebuah umat. Kita berlindung kepada Allah dari sebab-sebab yang mendatangkan kemarahan dan kemurkaan-Nya.

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 41 – Akibat Ulah Tangan Manusia di Muka Bumi"