Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 33 – Carilah Bekal Untuk Negeri Akhirat Namun Jangan Lupa Bagianmu di Dunia
Allah berfirman:
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلآاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
“Dan carilah (pahala)
negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al Qashash: 77)
Ini merupakan sebuah
kaidah Qur`āniy sekaligus batasan syariat dalam masalah ini yang masih terus
ada kekeliruan dalam memahaminya, karena adanya kelalaian dalam mencari
petunjuk Qur`āniy dalam menerapkan kaidah Qur`āniy tersebut.
Kaidah Qur`āniy yang baku
ini disebutkan dalam kisah Karun yang terpedaya oleh harta dan juga jiwanya
yang memerintahkan melakukan kejelekan. Ketika dikatakan kepadanya:
“Dan carilah (pahala)
negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu,
tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat
kerusakan.” (QS. Al-Qaṣaṣ: 77, Lihat: https://tafsirweb.com/7127-surat-al-qashash-ayat-77.html)
Dia menjawab dengan sombong:
"Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qaṣaṣ: 78, Lihat: https://tafsirweb.com/7128-surat-al-qashash-ayat-78.html).
Kita berlindung kepada
Allah dari kehinaan seperti ini.
Yang jadi intinya di sini
adalah bahwa kaidah ini menjadi neraca yang agung dalam interaksi dengan harta
yang merupakan titipan Allah pada hambahamba-Nya. Oleh karena itu, mereka akan
ditanya pada hari kiamat dengan dua pertanyaan; Dari mana dia mendapatkannya?
Dan untuk apa dia gunakan?
Sebagaimana disebutkan
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan lainnya dari Abu Barzah
Al-Aslamiy.
Sesungguhnya di antara
bentuk keistimewaan dan kebaikan agama ini adalah karena ia mengajak pada
keseimbangan dalam segala hal, tanpa berlebihan ataupun berkekurangan, tidak
guluw dan juga tidak meremehkan, baik dalam urusan agama atau dunia. Inilah
yang ditetapkan oleh kaidah ini dengan jelas dan terang: “Dan carilah (pahala)
negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, tetapi janganlah
kamu lupakan bagianmu di dunia.”
Kalau kita perhatikan
ayat ini, maka kita akan mendapatkan urutan pembicaraan di dalamnya seperti
untaian yang disusun dengan susunan terbaik. Ayat tersebut mengandung empat
wasiat agung yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dalam hal ini, para pemilik
harta. Mari kita sama-sama merenungkannya:
Pertama, “Dan carilah (pahala)
negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu.”
Sesungguhnya akhirat adalah masa depan yang wajib dicapai kesuksesannya oleh
setiap orang yang berakal. Hendaknya dia menjadikan dunianya sekarang ini
sebagai pengantar menuju akhirat, dan menjadikan semua usahanya dalam hidup
sebagai tanaman yang akan dipetik hasilnya pada hari panen nanti (akhirat).
Wasiat kedua, “Tetapi janganlah kamu
lupakan bagianmu di dunia.” Maknanya, Kami tidak mencelamu untuk mengambil
bagianmu dari dunia, yaitu bagian yang tidak didapatkan dengan mengorbankan
jatah di akhirat. Qatādah mengatakan, “Bagian dunia adalah yang halal
semuanya.”
Beberapa ulama
menyebutkan poin penting dalam memahami firman Allah ini: “Tetapi janganlah
kamu lupakan bagianmu di dunia” yaitu, bahwasanya Allah ingin menjadikan dunia
ini sesuatu yang mudah lagi gampang dilupakan dan ditelantarkan. Allah
mengingatkan kita dengan dunia ini dan memotivasi kita untuk mengambil bagian
kita darinya. Sebagaimana saya tidak mengatakan kepada Anda, “Jangan lupakan
sesuatu,” kecuali pada hal yang saya tahu bahwa dia layak untuk dilupakan. Ini
merupakan salah satu aspek kemoderatan dan keseimbangan dalam Islam.”
Wasiat ketiga, “Dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” Ini sangat
sesuai dengan akal dan syariat. Allah Ta’ālā berfirman,
هَلْ جَزَآءُ
ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ
“Tidak ada balasan untuk
kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS. Ar-Raḥmān: 60)
Huruf kāf dalam ayat di
atas adalah untuk tasybīh (penyerupaan), artinya sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu.
Wasiat keempat, “Dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat
kerusakan.” Larangan ini disebutkan untuk mewanti-wanti supaya tidak
mencampuradukkan antara kebaikan dengan kerusakan. Sesungguhnya kerusakan itu
adalah lawan dari kebaikan, karena sebagian orang pandangannya terbalik,
sehingga dia membayangkan bahwa kerusakan itu adalah kebaikan sebagaimana yang
dialami oleh Karun.
Firman Allah: “Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” merupakan faktor adanya
larangan perbuatan merusak, karena amalan yang tidak disukai Allah tidak boleh
dikerjakan oleh para hamba.
Setelah berkelana secara
cepat dalam naungan kaidah Qur`āniy yang mulia ini maka menjadi jelas bagi kita
bahwa Al-Qur`ān ini sebagaimana dikatakan oleh Allah, “memberi petunjuk ke
(jalan) yang paling lurus” (QS. Al-Isrā`: 9). Juga bahwa tidak ada kasus yang
dibutuhkan oleh manusia melainkan ada hukumnya di dalam Kitabullah, sebagaimana
dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’iy. Namun, di manakah orang yang mau
mempelajarinya dan mengambil (manfaat) dari mata air yang tidak pernah kering
ini?!
(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal
Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 33 – Carilah Bekal Untuk Negeri Akhirat Namun Jangan Lupa Bagianmu di Dunia"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.