Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 23 – Dan Masukilah Rumah-Rumah Dari Pintu-Pintunya
Allah Berfirman:
وَاۡتُوا الۡبُيُوۡتَ مِنۡ
اَبۡوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
“Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu beruntung.” (QS. Al Baqarah: 189)
Kaidah Qur`āniy ini disebutkan dalam konteks
pembicaraan tentang salah satu kebiasaan jahiliah. Dahulu bila mereka telah
melakukan ihram, maka mereka tidak masuk ke dalam rumah melalui pintunya
sebagai bentuk ibadah, dan adanya keyakinan mereka bahwa itu adalah kebajikan.
Maka Allah mengabarkan bahwa itu bukan kebajikan, karena Allah Ta’ālā tdak
mensyariatkannya bagi mereka. Hal ini dijelaskan dalam sebab turunnya ayat
tersebut.
Allah berfirman:
«Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.’ Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 189, Lihat: https://kalam.sindonews.com/ayat/189/2/al-baqarah-ayat-189)
Meskipun sebab turunnya ayat ini dalam mengatasi
kesalahan kebiasaan tersebut adalah bentuk paling bagus dan paling jelas dalam
mewakili contoh aplikatif kaidah ini, akan tetapi masih banyak contoh penerapan
yang lebih luas untuk kaidah Qur`āniy yang sangat mulia ini: “Masukilah
rumah-rumah dari pintu-pintunya.” Hal itu bisa dilihat dengan menelusuri
perkataan para ulama atau penerapan terhadap kaidah ini yang mereka lakukan.
Di antaranya:
1. Beribadah
kepada Allah Ta’ālā.
Sesungguhnya ibadah adalah jalan yang akan
mengantarkan kepada Allah. Siapa yang ingin sampai kepada Allah maka dia harus
menempuh jalan yang bisa mengantarkannya kepada-Nya. Itu tidak bisa dilakukan
kecuali dengan perantaraan jalan yang sudah dibuat oleh Rasulullah ṣallallāhu
‘alaihi wa sallam.
Siapa yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu
yang tidak disyariatkan oleh Allah dan juga Rasul-Nya maka berarti dia tidak
memasuki urusan tersebut melalui pintunya. Bahkan justru dia merupakan pelaku
bidah dalam agama, dan amalannya akan tertolak kembali kepadanya.
2. Dari keumuman
lafal dan makna kaidah tersebut dapat disimpulkan bahwa semua urusan penting
harus dilakukan melalui pintunya, karena itu merupakan jalan terdekat dan
sarana yang bisa mengantarkan kepada tujuan.
Hal ini berkonsekuensi untuk selalu mengetahui
berbagai faktor dan sarana secara maksimal, sehingga seseorang bisa menempuh
jalan yang terbaik, terdekat, dan termudah, serta lebih dekat menuju
kesuksesan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara urusan amaliah dan ilmiah,
urusan agama dan dunia, urusan yang manfaatnya luas ataupun untuk diri sendiri.
Keumuman ini merupakan salah satu hikmah kaidah ini.
3. Dalam bab
menuntut ilmu, baik ilmu agama ataupun bukan, demikian juga dalam mencari
rezeki.
Setiap orang yang menempuh suatu jalan atau
melakukan sebuah amalan, dan dia melakukannya melalui pintunya dan menempuh
jalan yang mengantarkannya kepada tujuan, maka dia pasti akan menang, sukses,
dan bisa mencapai tujuannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ālā: “Dan masukilah
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.” (QS. Al-Baqarah: 189). Semakin agung
sebuah target yang ingin dicapai maka semakin penting kaidah ini diterapkan,
dan harus semakin maksimal mencari jalan terbaik yang bisa mengantarkan ke
target tersebut.
4. Di antara
bentuk aplikatif kaidah Qur`āniy ini adalah saat berbicara dengan manusia.
Ayat ini mengajarkan seorang mukmin untuk
menempuh cara yang sesuai dalam berbicara. Dia harus mengetahui topik yang
cocok untuk dibicarakan, waktu yang pantas, dan mengetahui tabiat orang yang
menjadi lawan bicaranya. Karena untuk setiap situasi ada kata yang pantas,
untuk setiap tempat ada diskusi yang layak, dan untuk setiap pembicaraan ada
topik yang sesuai.
Oleh karena itu, jika seseorang ingin berbicara
dengan orang lain yang mempunyai kedudukan dalam ilmu atau kemuliaan, maka
tidak pantas dia berbicara kepadanya dengan gaya pembicaraan kepada orang-orang
biasa. Hikmah (kebijaksanaan) dalam menerapkan hal ini adalah kuncinya, karena
siapa yang diberi kebijaksanaan maka berarti dia sudah diberi kebaikan yang
sangat banyak.
5. Di antara
bentuk penerapan kaidah Qur`āniy ini adalah mencari metode yang cocok untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan sosial dan rumah tangga, mengetahui solusi yang sesuai untuk masalah yang
ada setelah mendiagnosa dan mempelajarinya. Ini semua merupakan petunjuk yang
disampaikan oleh ayat tersebut. Siapa yang menyalahinya maka permasalahannya
akan semakin bertambah dan semakin rumit penyelesaiannya.
Hal yang wajib kita lakukan secara umum adalah segera
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi meskipun beragam, sesuai dengan
petunjuk AlQur`ān dan Sunnah Nabi kita ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Kita harus
yakin dengan solusi tersebut, karena Allah Ta’ālā berfirman, “Sungguh,
Al-Qur`ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus” dalam segala hal:
dalam urusan akidah, hukum halal dan haram, kasus-kasus sosial, ekonomi, dan
politik. Namun yang menjadi masalah ada pada diri kita serta kekurangan kita
dalam mencari solusi permasalahan kita dari Kitabullah. Semoga Allah Ta’ālā
menolong kita untuk memahami kitab-Nya, mengikuti pentunjuknya, dan mengambil
cahayanya.
(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR.
Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 23 – Dan Masukilah Rumah-Rumah Dari Pintu-Pintunya"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.