Memuliakan Para Guru Ngaji, Dahulu Dan Kini
Alkisah ada seorang
ibu-ibu guru ngaji yang diminta mengajar privat mengaji anak-anak oleh salah
satu tetangganya. Jarak rumah sang guru mengaji ini dengan rumah si pengundang
sekitar 10 menitan jalan kaki. Belajarnya enam hari dalam sepekan. Mengajar
tiga orang anak yang tentunya dengan karakter yang berbeda – beda.
Di bulan pertama sang guru
mengaji ini digaji 100 ribu rupiah. Kemudian di bulan berikutnya tidak digaji
sama sekali. Padahal secara finansial si pengundang tersebut terlihat mampu.
Rumahnya gedong, mewah, punya usaha gilingan padi dan travel. Adapun sang guru
ngaji tersebut bukanlah orang yang berada (kondisi ekonominya pas – pasan). Saya
rasa meskipun alkisah ini hanya kami sebutkan sampai disini, kami sangat yakin para
pembaca sekalian sudah bisa menangkap apa yang kami maksud dari al kisah tersebut.
Tentu yang kami ingin katakan "Itulah sekelumit potret nasib guru ngaji di zaman ini".
Sangat – sangat tidak
dihargai oleh para orang tua dari anak – anak didiknya. Padahal seorang anak
bisa mengerti dan bisa mengucapkan 1 huruf hijaiyah dengan fasih, itu lebih
baik dibanding uang 100 ribu yang ia berikan kepada sang guru ngaji tersebut.
Para pembaca yang budiman, Mari kita melihat ke
belakang. Mari kita melihat pada masa puncak kejayaan kekhalifahan dinasti
Abbasiyyah. Guna menyaksikan betapa besar perhatian negara terhadap para ulama,
dan betapa fantastisnya gaji atau insentif yang diterima oleh para guru ngaji
dan ulama saat itu.
Dalam sebuah kitab yang
berjudul An-Nafaqât Wa Idâratuhâ Fî Ad-Daulah Al-‘Abbâsiyyah, karya Dr.
Dhaifullah az-Zahrâniy (hal. 202) disebutkan, bahwa gaji para pengajar di
masa itu sama dengan gaji para mu'adzin. Yaitu sebesar 1000 dinar pertahun (-+
3,9 Miliar pertahun, berarti perbulan sekitar 325 juta).
Sedangkan para ulama yang
sibuk dengan al Qur'an, yakni mengajar ilmu al Qur'an dan juga mengurusi para
santri, gajinya adalah 2000 dinar (-+ 7,8 Miliar pertahun, berarti perbulan
sekitar 650 juta).
Adapun ulama dengan
kemampuan khusus yang mengkaji ilmu-ilmu al Qur'an, mengumpulkan riwayat hadits
dan juga ahli ilmu fiqih memperoleh gaji 4.000 dinar pertahun (-+ 15.6 Miliar
pertahun, berarti gaji perbulannya sekitar 1,3 Miliar).
Selain gaji umum, tercatat ada beberapa
ulama yang diberi gaji khusus oleh negara karena jasanya yang dianggap besar. Semisal
di masa Khalifah al Watsiq, ia memberi gaji seorang ulama yang bernama Al-Jari,
awalnya 100 dinar perbulan (-+ 390 juta), lalu ia menaikannya menjadi 500 dinar
(-+ 3,9 Miliar)! Khalifah Harun
ar-Rasyid pernah memberi Imam Malik dana sebesar 3000 dinar (-+ 11,7 Miliar)
untuk membeli rumah.
Perlu di renungi dengan
baik oleh kita semua‼!
Inilah salah satu rahasia mengapa ilmu dan
peradaban umat Islam berjaya di masa itu? Karena para guru dan ulama
diposisikan sebagai pahlawan dengan tanda jasa sepenuhnya! Pemerintah sangat
menghargai mereka.
Urgensi Sinergi
Bila realitanya
pemerintah belum maksimal dalam menjalankan kewajibannya, maka kita tidak boleh
pasrah duduk berpangku tangan. Justru perlu ada sinergi antar semua pihak yang
peduli dengan keberlangsungan dakwah Islam.
Para pemilik lembaga
pendidikan seharusnya menjadikan kesejahteraan para guru sebagai prioritas
utama lembaganya.
Para takmir masjid
seyogyanya lebih menghargai para khatib, imam dan muadzin, dengan memberikan
insentif yang lebih layak bagi mereka.
Begitu pula halnya para
panitia pengajian.
Selanjutnya adalah para
orang kaya. Mereka perlu menjadikan salah satu pos utama infaknya adalah
kepedulian terhadap kesejahteraan para guru ngaji. Sehingga waktu mereka bisa
lebih maksimal digunakan untuk mengajar dan berdakwah.
Pahamilah bahwa ikhlas itu
tidak berkonotasi diabaikannya kesejahteraan para guru ngaji. Justru disejahterakannya
kebutuhan materi mereka, akan membantu mereka untuk ikhlas dan fokus dalam
mengajar. Tidak lagi pontang-panting mencari tambahan penghasilan, hanya untuk
membelikan susu formula si kecil. Atau kebingungan mencari tambahan uang untuk
membayar kontrakan rumah yang sudah jatuh tempo.
(Pesantren “Tunas Ilmu”
Kedungwuluh Purbalingga, 6 Dzulhijjah 1444 / 25 Juni 2023)
Penulis: Ust. Abdullah Zaen, Lc., MA
Disadur dan
dipublikasikan oleh: Tim Kabeldakwah.com
Posting Komentar untuk "Memuliakan Para Guru Ngaji, Dahulu Dan Kini"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.