Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menolak Hadiah dalam Pandangan Syariat Islam

Agama Islam telah mensyari’atkan bagi pemeluknya untuk saling memberi hadiah. Hadiah yang diberikan dengan ikhlash dan rasa kasih sayang. Dengan saling memberikan hadiah, akan tercipta rasa cinta.

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا ضِمَامُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: سَمِعْتُ مُوسَى بْنَ وَرْدَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " تَهَادُوا، تَحَابُّوا "

Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Khaalid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Dlammaam bin Ismaa’iil, ia berkata: Aku mendengar Muusaa bin Wardaan, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad hal. 306 no. 594; dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Irwaaul-Ghaliil no. 1601).

وَأَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " تَصَافَحُوا يَذْهَبِ الْغِلُّ، وَتَهَادَوْا تَذْهَبِ الشَّحْنَاءُ ".

Dan telah mengkhabarkan kepadaku Usaamah bin Zaid, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari ayahnya: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Saling berjabat tanganlah, niscaya akan hilang kedengkian. Dan saling memberi hadiahlah kalian, niscaya akan hilang permusuhan” (Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Wahb dalam Al-Jaami’ no. 246; sanadnya mursal hasan. Asy-Syaikh Saliim Al-Hilaaliy membawakan beberapa jalan penguatnya dalam takhrij-nya terhadap Al-Muwaththa’ 4/303-304).

Oleh karena itu, disunnahkan bagi kita untuk menerima hadiah, menghargai pemberinya, tidak meremehkannya, mendoakannya, dan membalasnya (dengan hadiah semisal).

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، وَيُثِيبُ عَلَيْهَا "

 Telah menceritakan kepada kami Musaddad: Telah menceritakan kepada kami ‘Iisaa bin Yuunus, dari Hisyaam, dari ayahnya, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa menerima hadiah dan membalasnya” (Diriwayatkan Al-Bukhaariy no. 2585).

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي أَبُو الْأَسْوَدِ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ عَدِيٍّ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ بَلَغَهُ مَعْرُوفٌ عَنْ أَخِيهِ مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ، وَلَا إِشْرَافِ نَفْسٍ، فَلْيَقْبَلْهُ وَلَا يَرُدَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ "

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yaziid: Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi Ayyuub: Telah menceritakan kepadaku Abul-Aswad, dari Bukair bin ‘Abdillah, dari Busr bin Sa’iid, dari Khaalid bin ‘Adiy Al-Juhaniy, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang sampai kepadanya kebaikan (hadiah) dari saudaranya tanpa meminta dan tanpa ambisi jiwa, hendaklah ia menerimanya dan jangan menolaknya. Karena ia hanyalah rizki yang Allah ‘azza wa jalla kirimkan/berikan kepadanya” (Diriwayatkan oleh Ahmad 4/220-221 (29/456) no. 17936; Al-Arna’uth dkk. berkata: “Sanadnya shahih”).

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَوْ دُعِيتُ إِلَى ذِرَاعٍ أَوْ كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ "

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Adiy, dari Syu’bah, dari Sulaimaan, dari Abu Haazim, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Seandainya aku diundang untuk makan hasta atau kaki kambing, niscaya akan aku penuhi. Dan seandainya dihadiahkan kepadaku hasta atau kaki kambing, niscaya akan aku terima” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2568).

حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ، لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ "

Telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin ‘Aliy: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, dari Al-Maqburiy, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, beliau bersabda: “Wahai para wanita muslimah, janganlah kalian meremehkan pemberian tetangga kalian meskipun hanya sekedar bagian kaki kambing” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2566).

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ الْمَرْوَزِيُّ بِمَكَّةَ، وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، قَالَا: حَدَّثَنَا الْأَحْوَصُ بْنُ جَوَّابٍ، عَنْ سُعَيْرِ بْنِ الْخِمْسِ، عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ "

Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Hasan Al-Marwaziy di makkah dan Ibraahiim bin Sa’iid Al-Jauhariy, mereka berdua berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Ahwash bin Jawwaab, dari Su’air bin Al-Khims, dari Sulaimaan At-Taimiy, dari Abu ‘Utsmaan An-Nahdiy, dari Usaamah bin Zaid, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang diberikan kepadanya satu kebaikan, hendaklah ia berkata (mendoakan) kepada pelakunya (orang yang memberi): ‘Jazaakallaahu khairan (semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu), maka ia telah memberikan pujian yang besar” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy 3/557 no. 2035, dan ia berkata: “Hadits ini hasan jayyid ghariib”. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/392).

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ فَأَعِيذُوهُ، وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ، وَمَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى يَعْلَمَ أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ "

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Al-A’masy, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang meminta perlindungan kepadamu dengan menyebut nama Allah, maka lindungilah ia. Barangsiapa yang meminta dengan menyebut nama Allah, maka berilah ia. Barangsiapa yang datang kepada kalian kebaikan, maka balaslah. Apabila kalian tidak mendapatkan (sesuatu untuk membalasnya) maka doakanlah ia hingga ia mengetahui bahwa kalian telah membalasnya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad hal. 113 no. 216; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 254).

Akan tetapi, ada beberapa sebab dan keadaan yang menghalangi kita menerima hadiah. Diantaranya:

1. Hadiah yang diberikan adalah barang yang haram, misalnya: khamr atau harta curian.

2. Hadiah yang diberikan berkaitan dengan kedudukan atau pekerjaan yang diberi hadiah, karena ia termasuk ghuluul.(1)

حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ أَبُو طَالِبٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ "

Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam Abu Thaalib: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim, dari ‘Abdul-Waarits bin Sa’iid, dari Husain Al-Mu’allim, dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang kami pekerjakan dengan satu pekerjaan dan kami upah ia (atas pekerjaan yang ia lakukan), maka harta apapun yang ia ambil selebih dari itu adalah ghuluul (korupsi)” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2943; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/230).

3. Hadiah yang diberikan merupakan sogokan untuk memuluskan satu maksud dengan melanggar prosedur atau mendhalimi hak-hak orang-hak orang lain.

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa Muhammad bin Al-Mutsannaa: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al-‘Aqadiy: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, dari pamannya yang bernama Al-Haarits bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu Salamah, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan suap dan yang disuap” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy 3/16 no. 1337, dan ia berkata: “Hadits hasan shahih”. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/69).

وَحَدَّثَنِي مَالِك، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ، فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ، قَالَ: فَجَمَعُوا لَهُ حَلْيًا مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ، فَقَالُوا لَهُ: هَذَا لَكَ، وَخَفِّفْ عَنَّا وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ.فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ، وَاللَّهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللَّهِ إِلَيَّ، وَمَا ذَاكَ بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ عَلَيْكُمْ، فَأَمَّا مَا عَرَضْتُمْ مِنَ الرَّشْوَةِ، فَإِنَّهَا سُحْتٌ وَإِنَّا لَا نَأْكُلُهَا، فَقَالُوا: بِهَذَا قَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ.

Telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Ibnu Syihaab, dari Sulaimaan bin Yasaar: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus ‘Abdullah bin Rawaahah ke Khaibar, lalu ia menaksir pembagian antara dirinya dan Yahudi Khaibar. Perawi berkata: Lalu mereka (Yahudi Khaibar) mengumpulkan perhiasan dari perhiasan wanita-wanita mereka untuknya. Mereka berkata kepadanya: “Ini adalah bagianmu. Berilah keringanan bagi kami dan lebihkanlah bagian kami”. Maka ‘Abdullah bin Rawaahah berkata: “Wahai sekalian orang Yahudi, demi Allah, sesungguhnya kalian termasuk makhluk Allah yang paling aku benci. Namun demikian, hal itu tidak menyebabkan aku berbuat dhalim kepada kalian. Adapun sesuatu yang kalian berikan kepadaku itu termasuk risywah (suap/sogokan) dan dosa. Sesungguhnya kami (kaum muslimin) tidak memakannya”. Mereka berkata: “Dengan ini, tegaklah langit dan bumi” (Diriwayatkan oleh Maalik dalam Al-Muwaththa’ 3/494-495 no. 1514; sanadnya mursal shahih. Al-Arna’uth menjelaskan beberapa jalan yang menyambungkannya, dan kemudian menghasankannya dalam Jaam’ul-Ushuul 4/617 no. 2701. Dishahihkan oleh Al-Hilaaliy dalam Takhrij Al-Muwaththaa’ 3/494-495).

4. Hadiah diberikan karena telah memberikan syafa’ah (pertolongan) kepada yang memberikan hadiah.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ، عَنْ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ شَفَعَ لِأَخِيهِ بِشَفَاعَةٍ فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً عَلَيْهَا فَقَبِلَهَا، فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا "

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Amru bin As-Sarh: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari ‘Umar bin Maalik, dari ‘Ubaidullah bin Abi Ja’far, dari Khaalid bin Abi ‘Imraan, dari Al-Qaasim, dari Abu Umaamah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang memberikan syafa’at (pertolongan) kepada saudaranya, lalu saudaranya tersebut memberinya hadiah atas pertolongan tersebut, kemudian ia menerimanya, sungguh ia mendatangi satu pintu di antara pintu-pintu riba” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3541; dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/383).

Catatan: Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hadits ini. Diantara mereka ada yang melarang menerima hadiah dengan mengambil dhahir hadits, ada yang mengatakan larangan tersebut berkaitan dengan pertolongan dalam perbuatan dhalim, dan yang lainnya. Yang selamat adalah tidak mengambil imbalan hadiah setelah memberikan pertolongan dengan hanya mengharapkan pahala dari Allah ta’ala.

5. Hadiah diberikan oleh orang yang mengharap-harap imbalan/balasan yang lebih banyak, yang dengan diterimanya hadiah dapat merendahkan martabat/kehormatan.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنِي أَيُّوبُ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَهْدَى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَكْرَةً، فَعَوَّضَهُ مِنْهَا سِتَّ بَكَرَاتٍ، فَتَسَخَّطَهَا، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: " إِنَّ فُلَانًا أَهْدَى إِلَيَّ نَاقَةً فَعَوَّضْتُهُ مِنْهَا سِتَّ بَكَرَاتٍ، فَظَلَّ سَاخِطًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ لَا أَقْبَلَ هَدِيَّةً إِلَّا مِنْ قُرَشِيٍّ، أَوْ أَنْصَارِيٍّ، أَوْ ثَقَفِيٍّ، أَوْ دَوْسِيٍّ "

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manii’: Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun: Telah mengkhabarkan kepadaku Ayyuub, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah: Bahwasannya ada seorang A’rabiy (Arab baduwi) memberikan hadiah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seekor onta muda, lalu setelah itu membalasnya dengan memberi enam ekor onta muda, namun orang tersebut marah tidak meridlainya. Sampailah hal tersebut kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah memuji Allah, beliau bersabda: “Sesungguhnya Fulaan memberikan hadiah kepadaku seekor onta betina, lalu aku membalasnya dengan enam ekor onta muda, namun ternyata ia tidak ridla. Dan sungguh, aku berkeinginan untuk tidak menerima hadiah lagi kecuali dari orang Quraisy, orang Anshaar, orang Tsaqaf, atau orang Daus” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy 6/218 no. 3945; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/594).

Wallaahu a’lam.

Semoga ada manfaatnya.

Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo

Footnote:

(1) Silakan baca artikel berjudul: Apakah Korupsi Termasuk Sebab Kekafiran?.

Posting Komentar untuk "Hukum Menolak Hadiah dalam Pandangan Syariat Islam"