Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Paha Termasuk Aurat Atau Bukan? Simak Penjelasan Berikut ini...

 

Terinspirasi saat membicarakan sepak bola tempo hari, mendorong saya membuat catatan kecil ini, yaitu tentang bahasan: Apakah paha termasuk aurat bagi laki-laki? Sebagian ikhwan mengatakan kebanyakan pemain sepak bola menampakkan auratnya sehingga konsekuensinya, tidak boleh hukumnya kita nonton sepak bola. Dilihat dari logika istinbath-nya, memang bisa diterima penarikan kesimpulan ini. Tapi bagaimana dengan sebagian ikhwan lain yang – barangkali – tidak memegang pendapat jumhur? Karena saya tidak mau berpolemik dengan hukum nonton sepak bola (1), maka saya ngambil jalur ‘aman’ dengan membahas sebagian permasalahan sebagaimana dalam judul saja.

Jumhur ulama mengatakan paha termasuk aurat. Adapun sebagian ulama semisal Ahmad dalam satu riwayat, Maalik, dan Dhaahiriyyah dimana Ibnu Hazm sebagai tokohnya mengatakan paha tidak termasuk aurat. Bahkan dikatakan, ini merupakan pendapat jumhur mutaqaddimiin.

Dalil yang dipakai jumhur di antaranya:

1. Hadits Muhammad bin Jahsy radliyallaahu ‘anhu.

حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ، عَنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي كَثِيرٍ مَوْلَى مُحَمَّدِ بْنِ جَحْشٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَحْشٍ خَتَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى مَعْمَرٍ بِفِنَاءِ الْمَسْجِدِ مُحْتَبِيًا كَاشِفًا عَنْ طَرَفِ فَخِذِهِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " خَمِّرْ فَخِذَكَ يَا مَعْمَرُ، فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ "

 Telah menceritakan kepada kami Husyaim: Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah, dari Al-‘Alaa’, dari Abu Katsiir maulaa Muhammad bin Jahsy, dari Muhammad bin Jahsy ipar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati Ma’mar di halaman masjid yang saat itu ia sedang duduk memeluk lututnya sehingga tersingkap sebagian pahanya. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tutupilan pahamu wahai Ma’mar, karena paha itu termasuk aurat” (Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/290).

Sanadnya hasan menurut Al-Arna’uth (37/165).

2. Hadits Jarhad radliyallaahu ‘anhu.

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ زُرْعَةَ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ جَرْهَدٍ الْأَسْلَمِيِّ، عَنْ جَدِّهِ جَرْهَدٍ، قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجَرْهَدٍ فِي الْمَسْجِدِ وَقَدِ انْكَشَفَ فَخِذُهُ، فَقَال: " إِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ "، قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ مَا أَرَى إِسْنَادَهُ بِمُتَّصِلٍ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Umar: Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abun-Nadlr maulaa ‘Umar bin ‘Ubaidillah, dari Zur’ah bin Muslim bin Jarhad Al-Aslamiy, dari kakeknya – yaitu Jarhad -, ia berkata: “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati Jarhad di masjid yang ketika itu tersingkap pahanya. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya paha termasuk aurat”. Abu ‘Iisaa berkata: “Hadits ini hasan. Aku tidak berpendapat ia bersambung sanadnya” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2796).

Hadits Jarhad ini dikatakan Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq 2/209 lemah karena sangat goncang (mudltharib) (lihat: catatan kaki Dr. Basyaar ‘Awwaad terhadap Sunan At-Tirmidziy, 4/493).

Adapun dalil yang dipakai oleh pihak yang berseberangan dengan jumhur ada beberapa, di antaranya:

1. Hadits ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa.

حَدَّثَنَا يَحْيَي بْنُ يَحْيَي، وَيَحْيَي بْنُ أَيُّوبَ، وَقُتَيْبَةُ، وَابْنُ حُجْرٍ، قَالَ يَحْيَي بْنُ يَحْيَي: أَخْبَرَنَا، وقَالَ الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي حَرْمَلَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، وَسُلَيْمَانَ ابني يسار، وأبي سلمة بن عبد الرحمن، أن عائشة، قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي بَيْتِي، كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ، فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَوَّى ثِيَابَهُ، قَالَ مُحَمَّدٌ: وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ فَلَمَّا خَرَجَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ، فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ، فَقَالَ: أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ "

Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, dari Muhammad bin Harmalah, dari ‘Athaa’, Sulaimaan bin Yasaar, dan Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan: Bahwasannya ‘Aaisyah pernah berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbaring di rumahku dalam keadaan tersingkap pahanya atau betisnya. Tiba-tiba Abu Bakr meminta izin untuk masuk, beliaupun mengizinkannya sementara beliau masih pada posisi semula hingga berbincang-bincang. Lalu datanglah Umar meminta izin untuk masuk, beliaupun mengizinkannya dan masih pada posisi semula. Lalu datang Utsman meminta izin untuk masuk, beliau lalu duduk dan merapikan pakaiannya....” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Sisi pendalilan: Paha beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika duduk dalam keadaan tersingkap, dan tetap membiarkan saat Abu Bakr dan ‘Umar masuk, lalu berbicara dengan beliau. Seandainya paha termasuk aurat, niscaya tidak akan diperlihatkan kepada Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.

Sanggahan: Terdapat dalam riwayat Muslim suatu pertentangan, di mana perowi mengatakan paha dan betisnya. Di riwayat lain dikatakan dengan lafazh “كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ”, beliau menyingkap paha atau betisnya. Dan betis sama sekali bukanlah aurat berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Jawaban atas sanggahan: Riwayat tersebut tidaklah bertentangan, karena jika seorang tersingkap pahanya, maka betisnya pun akan tersingkap; atau memang kedua-duanya tersingkap. Ini jika kita memilih jalan penjamakan dalam menyikapi keraguan perawi dalam membawakan lafadh hadits. Namun, dalam sebagian riwayat telah ditegaskan, bahwa yang tersingkap itu paha saja. Misalnya: Ibnu Hibbaan no. 6097 (shahih), Ibnul A’rabiy dalam Mu’jam-nya no. 1168 (shahih), Hadiits As-Sarraaj no. 2263 (shahih), Ath-Thahawiy dalam Musykiilul-Aatsaar no. 1695 (shahih), dan yang lainnya. Tidak ada keragu-raguan perawi dalam membawakan lafadh hadits, sehingga inilah yang menjadi hujjah.

Juga, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling pemalu, apalagi untuk berbuat yang diharamkan. Seandainya paha memang aurat, niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkannya terbuka, kecuali pada istrinya saja.

2. Hadits Anas radliyallaahu ‘anhu.

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُلَيَّةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسٍ، " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا خَيْبَرَ، فَصَلَّيْنَا عِنْدَهَا صَلَاةَ الْغَدَاةِ بِغَلَسٍ، فَرَكِبَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكِبَ أَبُو طَلْحَةَ وَأَنَا رَدِيفُ أَبِي طَلْحَةَ، فَأَجْرَى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي زُقَاقِ خَيْبَرَ، وَإِنَّ رُكْبَتِي لَتَمَسُّ فَخِذَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ حَسَرَ الْإِزَارَ عَنْ فَخِذِهِ حَتَّى إِنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ فَخِذِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.....

Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ulayyah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Shuhaib, dari Anas: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berperang di Khaibar. Lalu kami mengerjakan shalat shubuh yang waktu masih gelap. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam naik kendaraannya, dan Abu Thalhah pun naik kendaraannya dimana aku duduk membonceng Abu Thalhah. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melewati jalan sempit di Khaibar, sehingga kedua lututku bersentuhan dengan paha Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau membuka/menyingkap kain sarungnya dari pahanya hingga aku melihat putihnya paha Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam…..” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 371).

Sisi pendalilan: Seandainya paha termasuk aurat, niscaya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan menyingkapkan sarungnya hingga terlihat pahanya. Lagi pula, ini bukan dalam kondisi darurat.

Sanggahan: Hadits di atas dimaksudkan bahwa sarung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersingkap dengan sendirinya, bukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyingkapnya sendiri dan beliau juga tidak menyengajainya. Hal ini didukung dengan riwayat dalam Shahihain yang menyatakan “فانحسر الإزار”, artinya sarung tersebut tersingkap dengan sendirinya.

Jawaban atas sanggahan: Bagamaimana bisa dikatakan tersingkap dengan sendiri padahal lafadh Al-Bukhaariy jelas-jelas menyebutkan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam lah yang menyingkapnya? Kedua lafadh itu sebenarnya tidak perlu dipertentangkan, karena lafadh yang dibawakan oleh Al-Bukhaariy justru menjelaskan sebab terbuka/tersingkapnya kain sarung beliau (sehingga paha beliau terlihat). Selain itu, terbukanya kain sarung ketika posisi duduk di atas kuda (dan terlihat oleh sesama penunggang kuda lain) dan kendaraan berjalan dengan pelan (karena jalan sempit), secara logika lebih mungkin disebabkan si pemilik kain sarung yang menyingkapnya. Bukan tersingkap dengan sendirinya.

Adapun Ibnu Hajar rahimahullah menjawab:

لا فرق في نظري بين الروايتين من جهة أنه صلى الله عليه وسلم لا يُقَرّ على ذلك لو كان حراماً فاستوى الحال بين أن يكون حسره باختياره أو انحسر بغير اختياره

“Tidak ada bedanya dalam pandanganku antara dua riwayat tersebut dari sisi bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak membedakannya. Seandainya hal itu haram, maka sama saja keadaannya antara beliau menyingkapnya dengan sengaja, atau tersingkap tanpa beliau sengaja” (Ad-Diraayah, 2/227).

Oleh karena itu dapat kita lihat bahwa pendapat ulama yang menyatakan bahwa paha bukan termasuk aurat lebih kuat dari segi pendalilannya. Di sisi lain, kita juga tidak boleh menafikkan hadits yang menyatakan paha termasuk aurat. Al-Bukhaariy rahimahullah berkata:

وَحَدِيثُ أَنَسٍ أَسْنَدُ، وَحَدِيثُ جَرْهَدٍ أَحْوَطُ

“Dan hadits Anas lebih kuat sanadnya, dan hadits Jarhad lebih hati-hati” (Shahih Al-Bukhaariy, 1/139).

Yaitu, pendapat paha termasuk aurat (sehingga wajib ditutup) itu lebih hati-hati untuk dipegang dan diamalkan, terlebih menghadapi jaman yang penuh fitnah seperti sekarang. Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah ketika ditanya apakah paha termasuk aurat, setelah beliau memaparkan secara singkat perbedaan pendapat di kalangan ulama beserta pendalilannya, beliau berkata:

والذي يظهر لي أن الفخذ ليس بعورة إلا إذا خيف من بروزه فتنة فإنه يجب ستره كأفخاذ الشباب

“Dan yang nampak bagiku bahwasannya paha bukanlah termasuk aurat, kecuali jika dikhawatirkan akan timbul fitnah, maka wajib untuk menutupnya seperti paha para pemuda” (sumber: http://ar.islamway.com/fatwa/16472).

Akan tetapi masih tersisa ganjalan: Kalau dalil jumhur hanya hanya dipegang sebagai kehati-hatian, lantas apa makna sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa paha itu termasuk aurat? Beberapa ulama fiqh menjelaskan bahwa aurat itu ada dua, yaitu aurat mughaladhah dan aurat mukhaffafah. Aurat mughaladhah ini adalah qubul dan dubur. Adapun aurat mukhaffafah adalah aurat antara pusar dan lutut. Dan paha, termasuk aurat mukhaffafah. Wallaahu a’lam.

Semoga ada manfaatnya.

Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo

Footnote:

(1) Pada asalnya semua olah raga boleh, termasuk sepak bola. Namun membicarakan sepak bola, terutama nonton pertandingan sepak bola, memang menjadi kompleks. Apalagi jika ada taruhan, rasa fanatik terhadap salah satu klub yang bertanding, ikhtilaath, campur dengan orang-orang fasiq di pinggir lapangan, menunda-nunda waktu shalat, dan yang lainnya. Ini bagi mereka yang nonton langsung di lapangan. Lantas bagaimana juga dengan yang menonton live di TV? Atau siaran tundanya? Atau highlight-nya saja? Atau bahkan sekedar menonton cuplikan-cuplikan gol di Youtube (misal: goals of the year, the best goals, dll.)? Apakah juga akan dihukumi sama? Ini perlu pembahasan tersendiri.

Posting Komentar untuk "Paha Termasuk Aurat Atau Bukan? Simak Penjelasan Berikut ini..."