Hukum Mencabut Uban di Kepala dan Jenggot dalam Pandangan Syariat Islam
Ada beberapa riwayat yang
terkait dengan bahasan ini:
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ، فَإِنَّهُ
نُورُ الْمُسْلِمِ، مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ
بِهَا حَسَنَةً، وَكَفَّرَ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً، وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr
Al-Hanafiy: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ja’far, dari ‘Amru
bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Janganlah kalian mencabut uban, karena ia
adalah cahaya seorang muslim. Barangsiapa yang ditumbuhi uban dalam Islam,
Allah akan tulis dengannya kebaikan, akan Allah tutup dengannya kesalahan, dan
akan Allah angkat dengannya satu derajat” (Diriwayatkan oleh Ahmad, 2/210;
shahih).
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَ: ثَنَا يَحْيَى بْنُ
مَعِينٍ، قَالَ: ثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ، قَالَ: ثَنَا أَبِي،
قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي
حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي الصَّعْبَةِ، عَنْ حَنَشٍ
الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ
كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ "، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: إِنَّ
رِجَالا يَنْتِفُونَ الشَّيْبَ، فَقَالَ: " مَنْ شَاءَ نَتَفَ شَيْبَهُ
"، أَوْ قَالَ: " نُورَهُ
".
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Utsmaan bin Abi Syaibah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ma’iin, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jariir bin Haazim, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata: Aku mendengar Yahyaa bin Ayyuub menceritakan dari Yaziid bin Abi Habiib, dari ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Sha’bah, dari Hanasy Ash-Shan’aaniy, dari Fadlaalah bin ‘Ubaid, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang ditumbuhi uban dalam jalan Allah, maka baginya cahaya kelak di hari kiamat”. Seorang laki-laki bertanya kepada beliau: “Sesungguhnya beberapa orang laki-laki mencabut uban”. Maka beliau bersabda: “Barangsiapa yang ingin mencabut ubannya – atau beliau bersabda: cahayanya” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5493).
Dhahir larangan dalam
riwayat ini menunjukkan keharaman mencabut uban. Begitu
pula dengan riwayat Anas radliyallaahu ‘anhu:
حَدَّثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى
بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: " يُكْرَهُ
أَنْ يَنْتِفَ الرَّجُلُ الشَّعْرَةَ الْبَيْضَاءَ مِنْ رَأْسِهِ، وَلِحْيَتِهِ،
قَالَ: وَلَمْ يَخْتَضِبْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّمَا كَانَ الْبَيَاضُ فِي عَنْفَقَتِهِ، وَفِي الصُّدْغَيْنِ، وَفِي
الرَّأْسِ نَبْذٌ "
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy
Al-Jahdlamiy: Telah menceritakan kepada kami ayahku: Telah menceritakan kepada
kami Al-Mutsannaa bin Sa’iid, dari Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata:
“Dibenci bagi seseorang mencabut uban yang ada di kepala dan jenggotnya”. Ia juga berkata:
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyemirnya. Uban
beliau hanyalah ada pada bawah bibir, kedua pelipis, dan sedikit yang tumbuh di
kepala” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2341).
Hal itu dikarenakan dalam
nash dan terminologi salaf, makruh seringkali digunakan dalam makna haram.(1)
Oleh karena itu, tidak ada petunjuk dari riwayat ini yang memalingkan asal
keharaman yang ada pada nash sebelumnya.
Timbul pertanyaan:
Jika mencabut diharamkan,
lantas bagaimana dengan mencukurnya ? Padahal esensi dua hal tersebut adalah
sama, yaitu menghilangkannya. Telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pensyari’atan mencukur rambut di kepala (hingga botak/gundul) ketika
haji dan ‘umrah.
حَدَّثَنِي
إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا أَبُو ضَمْرَةَ، حَدَّثَنَا مُوسَى
بْنُ عُقْبَةَ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَخْبَرَهُمْ: " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَلَقَ رَأْسَهُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
"
Telah menceritakan kepadaku Ibraahiim bin
Al-Mundzir: Telah menceritakan kepada kami Abu Dlamrah: Telah menceritakan
kepada kami Muusaa bin ‘Uqbah, dari Naafi’: Bahwasannya Ibnu ‘Umar pernah
menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mencukur (rambut) kepalanya ketika Haji Wadaa’ (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 4410).
Dalam hadits lain disebutkan kebolehan
mencukur (gundul) rambut kepala di luar waktu haji dan ‘umrah:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ،
عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى صَبِيًّا قَدْ حُلِقَ بَعْضُ شَعْرِهِ وَتُرِكَ بَعْضُهُ
فَنَهَاهُمْ عَنْ ذَلِكَ، وَقَالَ: احْلِقُوهُ كُلَّهُ أَوِ اتْرُكُوهُ كُلَّهُ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Hanbal: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq: Telah menceritakan kepada
kami Ma’mar, dari Ayyuub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar: Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang anak yang dicukur
sebagian rambutnya dan dibiarkan sebagian yang lainnya. Maka beliau melarangnya
dan bersabda: "Cukurlah seluruhnya atau biarkan seluruhnya" (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 4195; shahih).
Riwayat ini merupakan pemalingan hukum yang
cukup kuat mencabut uban yang ada di kepala, dari haram menjadi makruh.
Adapun mencabut uban yang
ada di jenggot, maka tetap diharamkan (karena tidak ada dalil yang memalingkan
sebagaimana rambut kepala). Keharaman
tersebut juga masuk dalam cakupan riwayat:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ. ح وحَدَّثَنَا ابْنُ
نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ
ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
"
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Al-Mutsannaa: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu
Numair: Telah menceritakan kepada kami ayahku; keduanya dari ‘Ubaidullah, dari
Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda: “Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” (Diriwayatkan oleh
Muslim no. 259).
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:
لا يجوز حلقها
ولا نتفها ولا قصها
“Tidak diperbolehkan untuk mencukur, mencabut,
dan memangkas jenggot” (Tahriimu Halqil-Lihaa oleh ’Abdurrahman bin Qasim
Al-’Ashimi Al-Hanbaly hal. 5).
Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah ketika ditanya
tentang hukum mencabut uban di kepala dan jenggot, beliau menjawab:
أما من اللحية
أو شعر الوجه فإنه حرام؛ لأن هذا من النمص، فإن النمص نتف شعر الوجه واللحية منه ،
وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه لعن النامصة والمتنمصة. ونقول لهذا الرجل
إذا كنت ستتسلط على كل شعرة أبيضت فتنتفها فلن تبقى لك لحية، فدع ما خلقه الله على
ما خلقه الله ولا تنتف شيئاً. أما إذا كان النتف من شعر الرأس فلا يصل إلى درجة
التحريم لأنه ليس من النمص
“Adapun mencabut uban di
jenggot atau wajah, maka haram, karena perbuatan ini termasuk namsh. Namsh itu
adalah mencabut bulu/rambut yang ada di wajah, dan jenggot termasuk bagian
darinya. Telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya
beliau melaknat orang yang melakukan namsh dan orang yang minta dilakukan namsh
padanya. Dan kami katakan pada laki-laki ini: Apabila engkau melihat semua
rambut telah memutih, lalu engkau mencabutnya, maka tidak ada yang tersisa
jenggot padamu. Maka, biarkanlah apa yang telah Allah ciptakan sebagaimana
adanya, dan jangan engkau cabut sama sekali. Adapun mencabut uban yang ada di
kepala, maka itu tidak sampai pada derajat haram, karena ia bukan termasuk
an-namsh” (Majmuu’ Al-Fataawaa, 11/123).
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Misalnya dalam firman
Allah ta’ala:
كُلُّ ذَلِكَ
كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا
“Semua itu kejahatannya amat dibenci (makruuh)
di sisi Tuhanmu” (QS. Al-Israa’: 38).
Maksudnya, semua kejahatan yang tercantum
dalam ayat-ayat sebelumnya berupa syirik, durhaka pada orang tua,
menghambur-hamburkan harta, zina, dan yang lainnya adalah dibenci (makruh) di
sisi Allah. Makruh di sini maknanya haram.
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ
عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ
تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin
Sa’iid: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad, dari
‘Umaarah bin Ghaziyyah, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah
menyukai dilaksanakan rukhshah (keringanan)-Nya, sebagaimana Dia membenci
dilaksanakan maksiat kepada-Nya” (Diriwayatkan oleh Ahmad 2/108; shahih).
أَخْبَرَنَا
أَبُو النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، عَنْ دَاوُدَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ كَانَ يَكْرَهُ إِتْيَانَ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ فِي
دُبُرِهَا، وَيَعِيبُهُ عَيْبًا شَدِيدًا
"
Telah mengkhabarkan kepada kami Abun-Nu’maan:
Telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Daawud, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu
‘Abbaas: Bahwasannya ia membenci seseorang yang mendatangi istrinya pada
duburnya, dan mencelanya dengan keras” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1119;
shahih).
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، نا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: " كَانَ يَكْرَهُ
أَنْ يَبْنِيَ مَسْجِدًا بَيْنَ الْقُبُورِ
"
Telah menceritakan kepada kami Wakii: Telah
mengkhabarkan kepada kami Hammaam, dari Qataadah, dari Anas; ia (Qataadah)
berkata: “Anas membenci membangun masjid di antara kubur” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah no. 7654; shahih).
Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibaaniy
rahimahullah berkata:
لا يَنْبَغِي
لِلرَّجُلِ الْمُسْلِمِ أَنْ يَلْبَسَ الْحَرِيرَ، وَالدِّيبَاجَ وَالذَّهَبَ،
كُلُّ ذَلِكَ مَكْرُوهٌ لِلذُّكُورِ مِنَ الصِّغَارِ وَالْكِبَارِ
“Tidak boleh bagi
laki-laki muslim memakai sutera dan emas. Semuanya itu adalah makruh bagi
laki-laki, baik anak-anak ataupun orang tua” (Al-Muwaththa’ lil-Maalik
bi-Riwaayati Muhammad bin Al-Hasan, 3/375).
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:
وَكَذَلِكَ
الْمُسْتَحِلُّ لِإِتْيَانِ النِّسَاءِ فِي أَدْبَارِهِنَّ، فَهَذَا كُلُّهُ
عِنْدَنَا مَكْرُوهٌ مُحَرَّمٌ
“Dan begitu pula dengan orang yang
menghalalkan menjimai wanita dari duburnya, maka semua ini adalah makruh lagi
diharamkan di sisi kami” (Al-Umm, 6/227).
أَخْبَرَنَا
مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، قَالَ: " كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ
مَنْفَعَةً فَهُوَ مَكْرُوهٌ "، قَالَ مَعْمَرٌ: وَقَالَهُ قَتَادَةُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari
Ayyuub, dari Ibnu Siiriin, ia berkata: “Setiap pinjaman yang mendatangkan
manfaat adalah makruh”. Ma’mar berkata: “Hal itu juga dikatakan oleh Qataadah” (Diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazzaaq no. 14657).
Setiap pinjaman yang
mendatangkan manfaat adalah riba, dan riba adalah haram.
Al-Haazimiy rahimahullah berkata:
وَأَمَّا
الْحَلِفُ بِغَيْرِ اللَّهِ: فَهُوَ مَكْرُوهٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْم
“Adapun bersumpah dengan
selain Allah, maka itu makruh menurut para ulama” (Al-I’tibaar, 2/782).
Posting Komentar untuk "Hukum Mencabut Uban di Kepala dan Jenggot dalam Pandangan Syariat Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.