Berdoanya Sesudah atau Sebelum Salam? (Makna Duburush-Shalaah)
Sebagaimana telah disinggung singkat di
artikel Waktu-Waktu
Mustajab untuk Berdoa Kepada Allah, para ulama berbeda pendapat tentang
makna duburush-shalaah, sebagaimana terdapat dalam hadits:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بن يَحْيى الثَّقَفِيُّ الْمَرْوَزِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَفْصُ بن
غِيَاثٍ، عن ابن جُرَيْجٍ، عن عَبْدِ الرَّحْمَنِ بن سَابِطٍ، عن أَبِي أُمَامَةَ،
قالَ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ: أيُّ الدُّعَاءِ أَسْمعُ ؟ قَالَ: ((جَوْفَ
اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلواتِ الْمَكْتُوبَاتِ)).
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Yahyaa Ats-Tsaqafiy Al-Marwaziy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami
Hafsh bin Ghiyaats, dari Ibnu Juraij, dari ‘Abdurrahmaan bin Saabith, dari Abu
Umaamah, ia berkata: Dikatakan: ‘Wahai Rasulullah, kapankah waktu yang paling
baik saat doa dikabulkan?’. Beliau bersabda: ‘Akhir waktu malam dan akhir
shalat-shalat yang diwajibkan” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3499, dan ia
berkata: “Hasan”(1)).
Ada yang berpendapat
akhir shalat sebelum salam, dan yang lain berpendapat seusai shalat setelah
salam. Berikut pembahasan ringkasnya:
1. Akhir Shalat Sebelum
Salam.
Para ulama yang memegang
pendapat ini mengatakan bahwa perkataan ‘akhir dari sesuatu’ (duburusy-syai’)
masih merupakan bagian dari sesuatu itu. Ini adalah makna asal.(2) Dalil mereka
dalam hal ini antara lain:
a. Hadits Mu’aadz bin
Jabal radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
يَزِيدَ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
عُقْبَةَ بْنَ مُسْلِمٍ، يَقُولُ: حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْحُبُلِيُّ، عَنْ الصُّنَابِحِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ، وَقَالَ: " يَا
مُعَاذُ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ:
أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ
أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar bin Maisarah: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yaziid Al-Muqri’: Telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih, ia berkata: Aku mendengar ‘Uqbah bin Muslim berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdirrahman Al-Hubuliy, dari Ash-Shunaabihiy, dari Mu’aadz bin Jabal: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda memegang tangannya dan bersabda: “Wahai Mu’aadz, demi Allah sungguh aku mencintaimu, demi Allah sungguh aku mencintaimu. Aku akan berwasiat kepadamu wahai Mu’aadz. Janganlah engkau tinggalkan doa di akhir setiap shalat (fii duburi kulli shalaah). Bacalah: Allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik (Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan ibadah kepada-Mu dengan baik)” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1522; shahih).
Kalimat fii duburi kulli shalaah dalam riwayat
lain dijelaskan masih merupakan bagian dari shalat itu sendiri:
أَخْبَرَنَا
يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
حَيْوَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْحُبُلِيِّ، عَنِ الصُّنَابِحِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: أَخَذَ
بِيَدِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " إِنِّي
لَأُحِبُّكَ يَا مُعَاذُ "، فَقُلْتُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " فَلَا
تَدَعْ أَنْ تَقُولَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ: رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus bin
‘Abdil-A’laa, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata:
Aku mendengar Haiwah menceritakan dari ‘Uqbah bin Muslim, dari Abu
‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy, dari Ash-Shunaabihiy, dari Mu’aadz bin Jabal, ia
berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memegang tanganku lalu
bersabda: “Sungguh aku mencintaimu wahai Mu’aadz”. Aku berkata: “Sungguh, aku
pun mencintaimu wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Janganlah engkau tinggalkan untuk berdoa di setiap shalat: ‘Rabbi
a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘abaadatik (Wahai Rabbku, tolonglah
aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan ibadah kepada-Mu dengan
baik)” (Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1303; shahih).
b. Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا
عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ، وَيَزِيدُ بْنُ سِنَانٍ، وَالدَّقِيقِيُّ، قَالُوا: ثَنَا
هَارُونُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، ثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، قَالَ: ثَنَا
يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ
صَلاةٍ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَعَذَابِ
الْقَبْرِ، وَمَنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمَنْ شَرِّ الْمَسِيحِ
الدَّجَّالِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas
Ad-Duuriy, Yaziid bin Sinaan, dan Ad-Daqiiqiy, mereka semua berkata: Telah
menceritakan kepada kami Haaruun bin Ismaa’iil: Telah menceritakan kepada kami
‘Aliy bin Al-Mubaarak, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Abi Katsiir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap shalat: “Allaahumma innii
a’uudzubika min ‘adzaabin-naar wa ‘adzaabil-qabri, wa min fitnatil-mahyaa
wal-mamaati, wa min syarril-masiihid-dajjaal (Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari ‘adzab neraka dan ‘adzab kubur. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati, serta kejahatan Al-Masiih
Ad-Dajjaal)” (Diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj no. 2078;
shahih).
Kalimat fii duburi kulli shalaah dalam riwayat
lain disebutkan setelah bacaan tasyahud, masih dalam shalat:
أَخْبَرَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ أَبِي مَعْشَرٍ أَبُو عَرُوبَةَ، بِحَرَّانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ وَهْبِ بْنِ أَبِي كَرِيمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ، عَنْ
أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ مُجَاهِدٍ أَبِي الْحَجَّاجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
قَالَ: مَا صَلَّى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا أَوِ
اثْنَتَيْنِ، إِلا سَمِعْتُهُ يَدْعُو: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الصَّدْرِ،
وَسُوءِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin
Abi Ma’syar Abu ‘Aruubah di negeri harraan, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Wahb bin Abi Kariimah, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Salamah, dari Abu ‘Abdirrahiim, dari Zaid bin Abi
Unaisah, dari Abu Ishaaq, dari Mujaahid Abul-Hajjaaj, dari Abu Hurairah, ia
berkata: “Tidaklah Nabiyullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat empat
raka’at atau dua raka’at kecuali aku mendengar beliau berdoa: “Allaahumma innii
a’uudzubika min ‘adzaabin-naar wa min ‘adzaabil-qabri, wa min fitnaish-shadr, wa
suuil-mahyaa wal-mamaati (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
adzab neraka, adzab kubur, fitnah hati, dan kejelekan kehidupan dan sesudah
mati)” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 1002; shahih).
وحَدَّثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ، وَابْنُ نُمَيْرٍ، وَأَبُو كُرَيْبٍ،
وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا، عَنْ وَكِيعٍ، قَالَ أَبُو كُرَيْبٍ: حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي عَائِشَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَنْ يَحْيَى بْنِ
أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ،
فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا
وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ "
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy
Al-Jahdlamiy, Ibnu Numair, Abu Kuraib, dan Zuhair bin Harb, semuanya dari
Wakii’ -. Abu Kuraib berkata: Telah menceritakan kepada kami Wakii’: Telah
menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Hassaan bin ‘Athiyyah, dari Muhammad
bin Abi ‘Aaisyah, dari Abu Hurairah. Dan dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam: “Apabila salah seorang di antara kalian telah bertasyahud,
maka berlindunglah kepada Allah atas empat hal. Bacalah: Allaahumma inni
a’uudzubika min ‘adzaabi jahannama wa min ‘adzaabil-qabri, wa min
fitnatil-mahyaa wal-mamaati, wa min syarri fitnatil-masiihid-dajjaal (Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam,adzab kubur, fitnah
kehidupan dan sesudah mati, serta kejelekan fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal)” (Diriwayatkan
oleh Muslim no. 588).
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin berkata menukil
perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahumallah:
دُبُرُ الشيء
منه كدُبُرِ الحيوان، فإن الحيوان له دُبُر، ودُبُره في نفس الجسم، فكذلك دُبُر
الصَّلاة يكون من الصَّلاة، وإذا كان الرَّسول صلّى الله عليه وسلّم أرشدنا بأن
ندعو بعد التشهُّدِ صار الدُّعاء المقيَّد بالدُّبُر محلَّه قبل السَّلام آخر
الصَّلاة. أما بعدَ الصَّلاة فهو الذِّكر.....
“Dubur dari sesuatu
merupakan bagian darinya, seperti dubur hewan. Sesungguhnya hewan mempunyai
dubur, dan dubur-nya ada pada tubuh hewan itu sendiri. Begitu pula dengan dubur
shalat, merupakan bagian dari shalat. Apabila Rasul shallallaahu ‘alaihi wa
sallam membimbing kita untuk berdoa setelah tasyahud, maka doa yang ditaqyid
dengan ‘dubur’, tempatnya adalah sebelum salam di akhir shalat. Adapun setelah
shalat, yang ada adalah dzikir....” (Asy-Syarhul-Mumti’, 3/62 – via Syamilah).
2. Seusai Shalat Setelah
Salam.
Para ulama yang berpegang
pada pendapat ini berdalil dengan banyak dalil, di antaranya:
a. Hadits Mu’aawiyyah bin
Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa.
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنِ الْمُسَيَّبِ
بْنِ رَافِعٍ، عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: كَتَبَ
الْمُغِيرَةُ: إِلَى مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ: أَنّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا
سَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ
لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ
مِنْكَ الْجَدُّ "
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin
Sa’iid: Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Manshuur, dari Musayyib bin
Raafi’, dari Warraad maula Al-Mughiirah bin Syu’bah: Al-Mughiirah pernah
menulis surat kepada Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan: Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap shalat apabila
selesai salam: Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku
walahul-hamdu wahuwa ‘alaa kulli syain-qadiir. Allaahumma laa maani’a limaa
a’thaita walaa mu’thiya limaa mana’ta, walaa yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 6330).
b. Hadits Sa’d bin Abi Waqqaash radliyallaahu
‘anhu.
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيَّ، قَالَ:
كَانَ سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمُعَلِّمُ
الْغِلْمَانَ الْكِتَابَةَ، وَيَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ
الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ "، فَحَدَّثْتُ بِهِ مُصْعَبًا فَصَدَّقَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin
Ismaa’iil: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah: Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul-Malik bin ‘Umair: Aku mendengar ‘Amru bin Maimuun Al-Audiy,
ia berkata: “Sa’d biasa mengajari anak-anaknya dengan kalimat-kalimat itu
sebagaimana seorang pengajar mengajari anak-anak kecil menulis. Ia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berta’awwudz
dengannya pada akhir shalat: ‘Allaahumma innii a’uudzubika minal-jubni wa
a’uudzubika an uradda ilaa ardzalil-‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatid-dun-yaa
wa a’uudzubika min ‘adzaabil-qabri (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
sikap pengecut, aku berlindung kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia
(pikun), aku berpindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung
berlindung kepada-Mu dari adzab kubur)’. Lalu aku menceritakannya kepada
Mush’ab, lalu ia membenarkannya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2822).
Dalam riwayat Ibnu
Hibbaan rahimahullah dijelaskan maknanya:
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عُثْمَانَ الْعِجْلِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ
شَيْبَانَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ،
وَعَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الأَوْدِيِّ، قَالا: كَانَ سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ
هَؤُلاءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمَكْتَبُ الْغِلْمَانَ، يَقُولُ: إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ
بَعْدَ كُلِّ صَلاةٍ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ
الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin
Ishaaq bin Khuzaimah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
‘Utsmaan Al-‘Ijliy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin
Muusaa, dari Syaibaan, dari ‘Abdul-Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’d dan
‘Amru bin Maimuun Al-Audiy, mereka berdua berkata: Sa’d biasa mengajari
anak-anaknya dengan kalimat-kalimat itu sebagaimana seorang juru tulis
mengajari anak-anak kecil menulis. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berta’awwudz dengannya setelah shalat:
‘Allaahumma innii a’uudzubika minal-bukhli wa a’uudzubika minal-jubni wa
a’uudzubika min an uradda ilaa ardzalil-‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatid-dun-yaa
wa a’uudzubika min ‘adzaabil-qabri (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, aku berlindung
kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari
fitnah dunia, dan aku berlindung berlindung kepada-Mu dari adzab kubur)” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Hibbaan no. 2024).
c. Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنِي
إِسْحَاقُ، أَخْبَرَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا وَرْقَاءُ، عَنْ سُمَيٍّ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ أَهْلُ
الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ، قَالَ: " كَيْفَ ذَاكَ؟
" قَالُوا: صَلَّوْا كَمَا صَلَّيْنَا، وَجَاهَدُوا كَمَا جَاهَدْنَا،
وَأَنْفَقُوا مِنْ فُضُولِ أَمْوَالِهِمْ وَلَيْسَتْ لَنَا أَمْوَالٌ، قَالَ:
" أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،
وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ، وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ
بِهِ، إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ، تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ
عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا
"
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq: Telah
mengkhabarkan kepada kami Yaziid: Telah mengkhabarkan kepada kami Warqaa’, dari
Sumaiy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah: Mereka berkata: “Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang
abadi”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Maksudnya?”.
Mereka menjawab: “Mereka (orang-orang kaya) shalat sebagaimana kami shalat,
berjihad sebagaimana kami berjihad, dan mereka bersedekah dari kelebihan harta
mereka namun kami tidak mempunyai harta untuk dishadaqahkan (seperti mereka)”. Beliau menjawab: “Maukah
aku khabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul
(kebaikan) orang-orang sebelum kalian, dan mendahului (kebaikan) orang-orang
sesudah kalian. Tidak ada seorang pun yang datang dengan kebaikan semisal
kebaikan yang kalian lakukan, kecuali mereka berbuat berbuat semisal kalian?.
Hendaklah kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir pada akhir setiap shalat
sebanyak sepuluh kali” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6329).
Telah menjadi kesepakatan
bahwa dzikir ini dibaca setiap selesai shalat setelah salam, bukan dalam shalat
sebelum salam.
Ash-Shan’aniy rahimahullah berkata:
قوله دبر الصلاة
هنا وفي الأول يحتمل أنه قبل الخروج لأن دبر الحيوان منه وعليه بعض أئمة الحديث
ويحتمل أنه بعدها وهو أقرب
“Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
‘duburush-shalaah’ dalam hadits ini(3) dan yang sebelumnya(4) mungkin maksudnya
adalah sebelum selesai shalat, karena dubur hewan adalah termasuk darinya.
Pendapat inilah yang dipegang oleh sebagian imam hadits. Dan mungkin juga
maksudnya adalah setelah selesai shalat, dan itulah yang lebih dekat dengan
kebenaran” (Subulus-Salaam, 1/197).
Melihat dalil-dalil yang
dibawakan oleh kedua pendapat di atas, makna duburush-shalaah memang dapat
dibawa kepada makna sebelum salam atau setelah salam seusai shalat, dengan
perincian sebagai berikut:
a. Doa dalam nash yang disunnahkan dibaca pada
duburush-shalaah (akhir shalat), maka maknanya adalah sebelum salam. Ini sesuai dengan makna
makna asal sebagaimana disebutkan di atas.
Ini selaras dengan sabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang anjuran berdoa setelah bacaan
tahiyyat:
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ الْأَعْمَشِ، حَدَّثَنِي شَقِيقٌ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا: السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ
عِبَادِهِ، السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ، فَإِنَّ
اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ، وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ
وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ،
فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمْ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ فِي السَّمَاءِ أَوْ بَيْنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ
إِلَيْهِ فَيَدْعُو "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Al-A’masy: Telah
menceritakan kepadaku Syaqiiq, dari ‘Abdullah, ia berkata: Dulu, kami apabila
bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat (berjama’ah), kami
berkata: ‘Assalaamu ‘alallaah min ‘ibaadihi, assalaamu ‘alaa Fulaan wa Fulaan
(Semoga kesejahteraan terlimpah kepada Allah dari para hamba-Nya. Dan semoga
kesejahteraan terlimpah kepada Fulan dan Fulan)’’. Maka Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian mengucapkan ‘assalaamu ‘alallaah’,
karena Allah adalah As-Salaam. Akan tetapi ucapkanlah: At-tahiyyaatu lillaahi
wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa
rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa
‘ibaadillaahish-shaalihiin. Apabila engkau mengucapkannya, maka salammu itu mengenai
semua hamba yang ada di langit atau antara langit dan bumi. (Kemudian lanjutkan
dengan membaca) Asyhadu an-laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadan
‘abduhu wa rasuuluh. Kemudian hendaknya ia memilih doa yang paling senangi,
lalu berdoa dengannya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 835).(5)
Hadits ini menjadi syahid
bahwa membaca doa-doa itu dilakukan setelah bacaan at-tahiyyaat sebelum salam.
b. Dikecualikan dari
point a; jika ada keterangan nash yang menyebutkan dengan lafadh
duburush-shalaah dan dijelaskan bahwa ia dibaca seusai shalat setelah salam;
maka doa itu dibaca seusai shalat. Contohnya seperti hadits Sa’d bin Abi
Waqqaash radliyallaahu ‘anhu di atas (yang dibawakan oleh pendapat kedua). Contoh lain:
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِي عَائِشَةَ، عَنْ مَوْلًى
لِأُمِّ سَلَمَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ الْفَجْرِ: " اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’: Telah
menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Muusaa bin Abi ‘Aaisyah, dari maulaa
Ummu Salamah, dari Ummu Salamah: Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam biasa membaca doa pada akhir shalat Shubuh (dubur al-fajr): “Allaahumma
innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa ‘amalan mutaqabbalan, wa rizqan thayyiban” (Diriwayatkan
oleh Ahmad, 6/294; sanadnya lemah karena jahalah maula Ummu Salamah – akan
tetapi ia dikuatkan oleh riwayat di bawah).
Dalam riwayat lain disebutkan makna
duburul-fajr adalah setelah selesai shalat Fajr/Shubuh:
أَخْبَرَنِي
الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُفَيْرٍ الأَنْصَارِيُّ بِبَغْدَادَ أَبُو
عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَامِرٍ الأَصْبَهَانِيُّ،
حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ النُّعْمَانِ، يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ السَّلامِ، عَنْ
سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بَعْدَ صَلاةِ
الْفَجْرِ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا، وَعِلْمًا
نَافِعًا، وَعَمَلا مُتَقَبَّلا "
Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Husain bin
Muhammad bin ‘Ufair Al-Anshaariy di Baghdaad, Abu ‘Abdillah: Telah menceritakan
kepada kami Ibraahiim bin ‘Aamir Al-Ashbahaaniy: Telah menceritakan kepada kami
ayahku, dari An-Nu’maan, yaitu Ibnu ‘Abdis-Salaam, dari Sufyaan, dari Manshuur,
dari Asy-Sya’biy, dari Ummu Salamah, ia berkata: Aku mendengar Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca setelah shalat Shubuh: “Allaahumma innii
as-aluka rizqan thayyiba, wa ‘ilman naafi’a, wa ‘amalan mutaqabbala” (Diriwayatkan
oleh Abu Bakr Al-Ismaa’iiliy dalam Mu’jam-nya 2/624; shahih).
Dan yang lainnya.
c. Bacaan dzikir dalam nash yang disunnahkan
dibaca pada duburush-shalaah (akhir shalat), maka maknanya adalah setelah
salam. Seperti misal membaca istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan
yang semisalnya. Ini sesuai dengan firman Allah ta’ala:
فَإِذَا
قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Maka apabila kamu telah
menyelesaikan shalat-(mu), maka berdzikirlah kepada Allah” (QS. An-Nisaa’: 103).
Berdoa Setelah Shalat Bid’ah?
Ada sebagian ikhwan yang memutlakkan bahwa doa
setelah shalat adalah bid’ah. Ini keliru. Pertama, di atas telah disebutkan
contoh doa yang diucapkan setelah salam berdasarkan hadits-hadits yang shahih.
Kedua, para ulama dan imam telah membuat satu bab tersendiri dalam kitab mereka
dengan judul doa setelah shalat. Misalnya: Al-Imaam Al-Bukhaariy dalam
Shahiih-nya yang membuat bab berjudul (الدعاء بعد الصلاة) = ‘Doa setelah shalat’. Begitu juga Ibnu
Hibbaan dalam Al-Mawaarid. Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa membuat bab berjudul:
al-qaulu fii adbaarish-shalawaat (ucapan/perkataan di akhir shalat), yang
kemudian menyebutkan beberapa dzikir dan doa. Dan yang lainnya.
Pengasuh situs islamweb berkata:
فالدعاء بعد
الصلاة ثابت مشروع في الجملة. وعلى هذا جمهور العلماء، ولا يقال فيه إنه بدعة كما
زعمه البعض
“Doa setelah shalat
tsaabit lagi disyari’atkan secara global/umum (dalam Islam). Inilah yang
dipegang oleh jumhur ulama. Dan tidak dikatakan padanya bahwasannya hal itu
bid’ah sebagaimana disangka sebagian orang....” (sumber:
http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=583).
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada
manfaatnya.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Yang benar – wallaahu a’lam – hadits
tersebut lemah. Silakan baca penjelasannya di: Pembahasan Hadits
Duburush-Shalawaatil-Maktuubah.
(2) Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah berkata:
دبر الصلاة
أخرها قبل السلام، هذا هو الأصل، مثل دبر الحيوان أخره، مؤخره، فدبر الصلاة ما كان
قبل السلام، أخرها قبل السلام، يستحب فيه الدعاء، بعد قراءة التحيات ، والصلاة على
النبي - صلى الله عليه وسلم -، والتعوذ بالله من عذاب جهنم ، ومن عذاب القبر ، ومن
فتنة المحيا والممات ، ومن فتنة المسيح الدجال ، يستحب أن يدعو بعد هذا قبل أن
يسلم في الفرض والنفل، ..........لأن الدبر، دبر الشيء أخره، ودبر الصلاة أخرها
قبل السلام، كما في الحديث أنه قال لمعاذ: (لا تدعن دبر كل صلاة أن تقول: اللهم
أعني على ذكرك، وشكرك ، وحسن عبادتك). هذا قبل السلام. وأما الحديث الآخر، كان النبي
- صلى الله عليه وسلم - يقول في دبر الصلاة بعد السلام: لا إله إلا الله.. فهذا
المراد به بعد السلام، يأتي بالأذكار الشرعية ، ويستغفر الله، أستغفر الله، أستغفر
الله، يعني بعد السلام، اللهم أنت السلام ، ومنك السلام ، تباركت يا ذا الجلال
والإكرام، ثم يقول: لا إله إلا الله، كما كان النبي يفعل - عليه الصلاة والسلام -
بعد السلام
“Duburush-shalaah maknanya adalah di akhir
shalat sebelum salam. Ini adalah makna asalnya seperti dubur hewan adalah di bagian
akhir/belakangnya. Maka duburush-shalaah terletak pada sebelum salam – di
bagian akhir shalat sebelum salam. Disunnahkan padanya membaca doa setelah
bacaan tasyahud dan shalawat kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
Berta’awwudz kepada Allah dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah dalam
kehidupan dan setelah mati, dan dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal. Dan disukai
untuk berdoa setelahnya sebelum salam dalam shalat wajib ataupun sunnah........
Karena dubur dari sesuatu itu adalah akhir dari sesuatu itu. Dan dubur dari
shalat adalah bagian akhirnya sebelum salam, sebagaimana terdapat dalam hadits
bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’aadz:
‘Janganlah engkau tinggalkan di akhir setiap shalat engkau membaca Allaahumma
a’inniii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik’. Ini dilakukan sebelum
salam. Adapun hadits yang lain dimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan pada duburush-shalaah (akhir shalat) setelah salam: Laa ilaaha
illallaah.... Maka yang dimaksudkan dengannya adalah setelah salam. Ia
mengucapkan dzikir-dzikir syar’iy, beristighfar kepada Allah (dengan
mengucapkan): astaghfirullah. Yaitu setelah salam. Allaahumma antas-salaam wa
minkas-salaam, tabaarakta yaa dzal-jalaali wal-ikraam, kemudian mengucapkan:
Laa ilaaha illallaah – sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam – setelah salam” (sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/21121).
(3) Yaitu hadits tentang bacaan doa:
اللهم إني أعوذ
بك من البخل وأعوذ بك من الجبن وأعوذ بك من أن أراد إلى أرذل العمر وأعوذ بك من
فتنة الدنيا وأعوذ بك من عذاب القبر
(4) Yaitu hadits tentang bacaan dzikir:
لا إله إلا الله
وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير اللهم لا مانع لما أعطيت
ولا معطي لما منعت" ووقع عند عبد بن حميد بعده "ولا راد لما قضيت ولا
ينفع ذا الجد منك الجد
(5) Doa yang dibaca adalah doa-doa ma’tsur
yang terdapat dalam nash.
وَقَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ هَانِئٍ الْأَثْرَمُ: قُلْتُ لِأَحْمَدَ بْنِ
حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ: " بِمَاذَا أَدْعُو بَعْدَ التَّشَهُّدِ؟ قَالَ:
بِمَا جَاءَ فِي الْخَبَرِ، قُلْتُ لَهُ: أَوَ لَيْسَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثُمَّ لْيَتَخَيَّرْ مِنَ الدُّعَاءِ مَا شَاءَ؟
قَالَ: يَتَخَيَّرُ مِمَّا جَاءَ فِي الْخَبَرِ، فَعَاوَدْتُهُ، فَقَالَ: مَا فِي
الْخَبَرِ "
Telah berkata Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Haani’ Al-Atsram: Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal rahimahullah: “Dengan apa aku berdoa setelah tasyahud?”. Ia berkata: “Dengan doa yang terdapat dalam khabar/hadits”. Aku bertanya kepadanya: “Bukankah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘kemudian hendaknya ia memilih doa yang dikehendakinya’?”. Ia berkata: “Ia memilih doa-doa yang terdapat dalam khabar”. Aku (Al-Atsaram) mengulangi pertanyaanku tadi dan ia (Ahmad) menjawab: “Apa yang terdapat dalam khabar” (Dzammul-Kalaam wa Ahlihi oleh ‘Abdullah Al-Anshaariy, 4/16-17).
Posting Komentar untuk "Berdoanya Sesudah atau Sebelum Salam? (Makna Duburush-Shalaah)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.