Benarkah Ali bin Abi Thaalib Shalat Sambil Mabuk?
Saya mengharapkan para
Pembaca semua, sebelum membaca artikel ini, membaca artikel situs Hakekat: http://hakekat.com/content/view/83/1/ (link diambil saat masih aktif). Karenanya, tulisan ini sama sekali bukan bertujuan untuk mendiskreditkan
shahabat besar ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Hanya saja, tulisan
ini sekedar men-ta’kid apa yang telah tertulis di situs Hakekat.
Al-Imam Abu Daawud
rahimahullah berkata:
حدثنا مسدد ثنا
يحيى عن سفيان ثنا عطاء بن السائب عن أبي عبد الرحمن السلمي عن علي بن أبي طالب
عليه السلام: أن رجلا من الأنصار دعاه وعبد الرحمن بن عوف فسقاهما قبل أن تحرم
الخمر فأمهم علي في المغرب فقرأ قل يا أيها الكافرون فخلط فيها فنزلت لا تقربوا
الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون
Telah menceritakan kepada kami Musaddad: Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Sufyaan: Telah menceritakan kepada kami
‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi
Thaalib: Bahwasannya ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar memanggilnya
(‘Aliy) dan ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, lalu memberi mereka minum khamr sebelum
diharamkannya. Lalu ‘Aliy mengimami mereka shalat Maghrib dan membaca Qul yaa
ayyuhal-kaafiruun, lalu ia pun salah dalam membacanya. Maka, turunlah ayat:
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan… (QS. An-Nisaa’: 43)” (As-Sunan
no. 3671).
Musaddad, ia adalah Ibnu Musarhad bin Musarbal
bin Mustaurid Al-Asadiy, Abul-Hasan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi
haafidh (w. 228 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 935 no. 6642).
Yahyaa, ia adalah Ibnu Sa’iid bin Faruukh
Al-Qaththaan At-Tamiimiy; seorang yang tsiqah, mutqin, haafidh, imam, lagi
qudwah (teladan) (120-198 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya (idem,
hal. 1055-1056 no. 7607).
Sufyaan, ia adalah Ibnu
Sa’iid bin Masruuq Ats-Tsauriy; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi faqih
(97-161 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya (idem, hal. 394
no. 2458).
‘Athaa’ bin As-Saaib bin
Maalik Ats-Tsaqafiy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun bercampur hapalannya
(ikhtilath) di akhir hayatnya (w. 136 H), sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar
dalam At-Taqriib (hal. 678 no. 4625). Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya.
Namun yang benar ia seorang yang tsiqah. Para ulama melemahkannya dengan sebab
ikhtilath-nya. Akan tetapi di sini, Sufyan Ats-Tsauriy mendengar riwayat dari
‘Athaa’ sebelum bercampur hapalannya. Oleh karenanya, riwayat ‘Athaa’ di sini
adalah shahih (Tahdziibut-Tahdziib, 7/203-207 no. 386 dan Al-Mukhtalithiin oleh
Al-‘Alaaiy hal. 82-84 no. 33).
Abu ‘Abdirrahmaan
As-Sulamiy, namanya adalah ‘Abdullah bin Habiib bin Rubayyi’ah Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah lagi tsabat (w. 72/92/105 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan
Muslim dalam Shahih-nya (Taqriibut-Tahdziib, hal. 499 no. 3289).
‘Aliy bin Abi Thaalib
radliyallaahu ‘anhu, salah seorang shabahat besar.
Hadits ini shahih.
Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/416.
Hadits ini juga
diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3026, ‘Abd bin Humaid no. 82, Al-Bazzaar
dalam Al-Bahruz-Zakhaar no. 598, Ibnu Jariir dalam At-Tafsiir 5/95, dan
Al-Haakim 2/307.
Jika Syi’ah mengklaim
‘Aliy adalah ma’shum, bagaimana mereka memandang perbuatannya meminum khamr?
Mungkin mereka akan menanggapi bahwa ‘Aliy minum khamr sebelum turun larangan
dari Allah ta’ala.
Jika mereka merespon hal
tersebut, sebenarnya itu bertentangan dengan ‘aqidah mereka sendiri. Walau
bagaimanapun, khamr merupakan dzat/minuman yang tercela. Jika memang ‘Aliy
ma’shum sejak ia dilahirkan, tentu ia tidak akan meminum khamr sebagaimana Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak minum khamr. Selain itu, bagaimana bisa
‘Aliy bin Abi Thaalib mengimami shalat dalam keadaan mabuk sehingga ia keliru
membaca surat pendek Al-Kaafiruun? Jelas ini bertentangan dengan doktrin
kema’shuman yang direkayasa para pembesar Syi’ah.
Adapun Ahlus-Sunnah
memandang, ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah manusia biasa sebagaimana para shahabat
besar yang lainnya. Di samping berbagai keutamaan yang dimilikinya, ia pun juga
bisa melakukan kekeliruan sebagaimana shahabat lain melakukan kekeliruan. Dan
mereka dimaafkan atas kekeliruannya itu, karena mereka (para shahabat) adalah
kaum yang bersegera dalam taubat setelah melakukan kekeliruan.
Wallaahu ta’ala a’lam.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Benarkah Ali bin Abi Thaalib Shalat Sambil Mabuk?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.