Hukum Ulang Tahun (Ultah) Menurut Islam
Bismillah wal hamdulillah was sholatu
wassalamu ‘ala Rosulillah, wa ba’du
Toyyib ikhwah sekalian, dengan Izin Allah
Tabaraka Wa Ta’ala sebenarnya di sini banyak sekali para asatidzah yang mumpuni
dan luar biasa analisa ilmiyahnya.
Hanya saja mungkin
dikarenakan di grup ini gaya debatnya agak “gimana” maka mereka memilih diam.
Bukan gak mampu jawab,
tapi karena tawadhu dan tidak ingin memanaskan situasi.
Oleh karena itu kami
–yang masih belajar ini – dengan Izin Allah Tabaraka Wa Ta’ala mencoba menjawab
semampu kami.
Sebelum ke poin hukum,
tentu kita harus tahu gambaran utuh dari suatu yang akan kita hukumi.
Maka di sini kami bagi
pembahasan dalam tiga bagian; 1. Sejarah Ulang Tahun 2. Ulang Tahun menurut
hukum Islam 3. Kesimpulan.
1. Sejarah Ulang Tahun
a. Peradaban Mesir kuno
Para ahli yang mentelaah
bahwa tanggal lahir yang paling awal disebutkan sekitar 3.000 SM sebagaimana
disebutkan dalam al kitab (taurat/psalm). Dan sejarah awal ini mengacu pada
hari ulang tahun Firaun.
Studi lebih lanjut menyiratkan
bahwa ini bukanlah kelahiran mereka ke dunia, tetapi “kelahiran” mereka sebagai
dewa.
Ketika Firaun Mesir
dimahkotai di Mesir kuno, mereka dianggap telah berubah menjadi dewa.
Ini adalah momen dalam
hidup mereka yang menjadi lebih penting daripada kelahiran fisik mereka.
Sehingga setiap tahun diperingati.
b. Peradaban Yunani
Di lacak juga bahwa
seremonial Ulang Tahun tak terlepas dari pengangungan kepada dewa dan dewi
pagan bangsa Yunani.
Orang Yunani
mempersembahkan banyak persembahan dan pengorbanan untuk dewa-dewa mereka.
Tidak terkecuali untuk Artemis, dewi bulan
Sebagai penghormatan
kepadanya, orang Yunani mempersembahkan kue berbentuk bulan yang dihiasi dengan
lilin yang menyala untuk menciptakan kembali cahaya bulan yang bersinar dan
keindahan yang dirasakan Artemis. Lilin juga melambangkan pengiriman sinyal
atau doa.
Meniup lilin dengan
harapan adalah cara lain untuk mengirimkan pesan itu kepada para dewa.
Awalnya juga sebagai
ritual perlindungan dari roh jahat
Diasumsikan bahwa orang
Yunani mengadopsi tradisi Mesir dalam merayakan "kelahiran" dewa.
Seperti banyak budaya
pagan lainnya, mereka mengira bahwa hari-hari perubahan besar, seperti
hari-hari "kelahiran" ini, menyambut roh-roh jahat.
Mereka menyalakan lilin
sebagai respons terhadap roh-roh ini seolah-olah mereka melambangkan cahaya
dalam kegelapan. Artinya, perayaan ulang tahun dimulai sebagai bentuk
perlindungan.
Selain lilin, teman dan
keluarga akan berkumpul di sekitar orang yang berulang tahun dan melindungi
mereka dari bahaya dengan sorakan, pikiran, dan harapan yang baik.
Mereka akan memberikan hadiah
untuk membawa lebih banyak keceriaan yang akan mengusir roh jahat.
Pembuat kebisingan juga
digunakan untuk menakut-nakuti kejahatan yang tidak diinginkan.
c. Peradan Romawi
Warga negara Romawi biasa
merayakan hari ulang tahun teman dan anggota keluarga mereka.
Namun, pemerintah
menciptakan hari libur untuk menghormati tokoh warga yang lebih terkenal.
Setiap orang Romawi yang
berusia 50 tahun akan menerima kue khusus yang dipanggang dengan tepung terigu,
minyak zaitun, keju parut, dan madu.
Tetapi yang penting untuk
diperhatikan adalah bahwa hanya pria yang akan mengalami perayaan ulang tahun
ini. Ulang tahun perempuan tidak dirayakan sampai sekitar abad ke-12.
setalah terciptanya
kalender, perayaan makin masif.
Peradaban awal tidak
memiliki cara untuk melacak waktu selain dengan menggunakan bulan, matahari,
atau peristiwa penting lainnya.
Hal ini membuat mereka
sulit untuk memperhatikan hari jadi kelahiran seseorang.
Seiring berjalannya
waktu, semua orang menyadari bahwa mereka semua mengalami efek penuaan, mereka
tidak memiliki sarana untuk menandai pencapaian khusus itu.
Baru setelah orang kuno
mulai memperhatikan siklus bulan, mereka juga mulai memperhatikan perubahan
musim.
Mereka juga memperhatikan
bahwa pola ini berulang-berulang.
Mereka mulai menandai
perubahan waktu ini.
Inilah kalender pertama
yang diterapkan, yang menandai perubahan waktu dan hari-hari khusus lainnya.
Dari jenis sistem
pelacakan ini muncul kemampuan untuk merayakan ulang tahun dan peristiwa
penting lainnya serta hari jadi setiap tahun.
d. Peradaban Yahudi
dalam kitab Ibrani,
satu-satunya isi yang menyebutkan perayaan untuk memperingati hari kelahiran
seseorang adalah mengenai ulang tahun Firaun Mesir yang terekam dalam Kejadian
40:20.
Rabbi Moshe Feinstein
adalah salah satu rabbi yang menganggap ada nilai positif dari perayaan ulang
tahun ini.
The Lubavitcher Rebbe
mendorong banyak orang untuk merayakan ulang tahun mereka, dengan berkumpul
bersama kerabat, membuat resolusi positif, dan melalui berbagai kegiatan
keagamaan.
Menurut Rabbi Yissocher
Frand, ulang tahun kelahiran seseorang merupakan hari khusus karena doa
seseorang tersebut pada hari itu dapat terkabulkan.
2. Ulang Tahun menurut
hukum Islam
Ada dua kemungkinan
ketika seseorang merayakan Ulang Tahun;
a. Sekedar ikut-ikutan
tradisi/adat kebanyakan orang.
Setelah kita mengetahui
bahwa sejarah Ulang Tahun dan segala seremonialnya sangat erat dengan perayaan
dan tradisi kaum kuffar, maka bisa diambil kesimpulan bahwa perayaan ini adalah
satu bentuk tasyabbuh yang haram dan diingkari tegas oleh Baginda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Lihatlah! Tatkala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, kemudian beliau
mendapatkan para penduduk Madinah merayakan dua hari raya Jahiliyah, maka
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan:
قَدْ أَبْدَلَكُمُ
اَللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ اَلْأَضْحَى, وَيَوْمَ اَلْفِطْر
Sesungguhnya Allah telah
mengganti hari raya kalian dengan dua hari raya yang lebih baik, yaitu
‘Idul-Fitri dan ‘Idul-Adh-ha.
Begitu juga ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat orang-orang Yahudi berpuasa
pada hari ‘Asyura, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata di hadapan
para sahabatnya:
خالفوا اليهود
صوموا يوما قبله أو يوما بعده
"Berbedalah dengan Yahudi,
berpuasalah kalian sehari sebelumnya, atau sesudahnya."
Padahal ini perkara puasa
sunnah, namun Beliau tegas memerintahkan untuk menyelisihi kuffar.
Di beberapa riwayat lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan untuk berbeda penampilan
dengan orang2 musyrik dengan memanjangkan jenggot dan merapikan kumis.
Perhatikan juga, ketika
para sahabat membuat pentapan kalender sebagai pijakan mu’amalah keseharian
kaum muslimin, maka serta merta para sahabat tersebut meninggalkan kalender
Masehi, persia dan selainnya.
kemudian sepakat
menetapkan kalender Hijriyah sebagai dasar perhitungan, yaitu dimulai dari
hijrahnya Nabi, dari Mekkah ke Madinah.
Penetapan ini dibuat,
dengan maksud agar tidak tasyabbuh dengan orang-orang kuffar. Mengapa para
sahabat sampai berbuat demikian?
Jawabannya, karena para
sahabat memahami, bahwa tasyabbuh hanya akan mendorong sikap penghormatan dan
kecintaan kepada orang-orang kuffar.
Dan barangsiapa yang
mencintai mereka, pasti akan binasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
….. وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
…..
Dan barangsiapa di
anatara kamu mengambil mereka menjadi wali (pemimpin, idola, teman), maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka (Qs Al-Maidah: 51)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta
sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit
sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat)
berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
walau hal ini sudah jadi sunnatullah yang
pasti terjadi di umat ini, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan
orang kafir jadi boleh.
Bahkan secara umum kita
dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Di hadits yang lain
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا
مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan
kami siapa saja yang menyerupai selain kami”
Kenapa sampai kita
dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah?
Ibnu Taimiyah
rahimahullah dalam majmu’ul fatawa berkata : “Keserupaan dalam perkara
lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena
itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir”
Di halaman lain dalam
Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita
dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari
itu?!”
b. dianggap sebagai
ibadah
ini yang lebih parah
lagi, karena otomatis masuk ke bidah madzmumah. Walaupun dikemas dengan
berbagai doa dsb.
3. Kesimpulan
Perayaan Ulang Tahun
adalah diharamkan.
Jika diniatkan hanya
sebagai adat maka dia masuk ke dalam adat/tradisi yang dilarang karena kental
dengan tasyabbuh perayaan kuffar dan kemusyrikan.
Jika diniatkan ibadah,
mak jelas perbuatan adalah bid’ah terlarang.
Demikian, semoga Allah
Azza Wa Jalla Menjadikan tulisan bisa diambil faidahnya.
Artikel di atas disadur
dari salah satu Group WA yang admin Ikuti.
Tidak disebutkan Nama
Penulisnya
Posting Komentar untuk "Hukum Ulang Tahun (Ultah) Menurut Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.