Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum ‘Aqiqah: Sunnah atau Wajib?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

1. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum ’aqiqah itu sunnah.

Dalil paling kuat yang mereka bawakan adalah hadits ’Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda:

من أحب أن ينسك عن ولده فلينسك عنه عن الغلام شاتان مكافأتان وعن الجارية شاة

“Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka hendaklah ia menyembelih untuk laki-laki dua kambing yang sama/setara dan untuk perempuan satu kambing”.[1]

Asy-Syaukani berkata:

وذهب الجمهور من العترة وغيرهم إلى انها .........احتج الجمهور‏ ـ بقوله صلى اللّه عليه وآله وسلم: "‏من أحب أن ينسك عن ولده فليفعل"

“Jumhur ulama berpendapat bahwasannya ’atirah dan yang lainnya (termasuk ’aqiqah – Abul-Jauzaa’) hukumnya adalah sunnah....... Jumhur berhujjah dengan sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wa aalihi wasallam: “Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka hendaklah ia lakukan”.[2]

2. Sebagian ulama mengatakan bahwa ’aqiqah hukumnya wajib bagi mereka yang mempunyai kelapangan.

Mereka berdalil beberapa hadits, diantaranya:

كل غلام رهينة بعقيقته

“Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya”.[3]

مع الغلام عقيقة

“Untuk satu orang anak adalah satu ’aqiqah”.[4]

Ibnu ’Abdil-Barr berkata:

وقال الشافعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور والطبري العقيقة سنة يجب العمل بها ولا ينبغي تركها لمن قدر عليها

“Telah berkata Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Ath-Thabariy bahwa ’aqiqah itu merupakan sunnah yang wajib dilakukan dan tidak sepantasnya untuk ditinggalkan bagi mereka yang memiliki kesanggupan”.[5]

Dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm dan Dhahiriyyah pada umumnya.

Yang rajih menurut kami dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa ’aqiqah itu hukumnya wajib bagi mereka yang memiliki kesanggupan. Perkataan beliau shallallaahu ’alaihi wasallam: “Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya” adalah penyerupaan ’aqiqah dengan jaminan dalam pinjaman di tangan orang yang berpiutang.[6] Penyerupaan sesuatu dengan sesuatu lain yang dihukumi wajib menunjukkan bahwa sesuatu itu hukumnya juga wajib. Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini merupakan hadits yang paling kuat yang diriwayatkan dalam permasalahan ’aqiqah.

Adapun maksud hadits yang dibawakan oleh jumhur, maka itu tidak menunjukkan sunnahnya (bukan wajib) pelaksanaan ’aqiqah. Perkataan “Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya” adalah perkataan yang timbul untuk menjelaskan tentang perkara yang disebutkan di awal hadits, yaitu dibencinya istilah ’aqiqah (yaitu perkataan beliau: “Allah ‘azza wa jalla tidak suka dengan istilah Al-‘Uquuq/‘aqiiqah” ).

Kemudian, sabda beliau من أحب (“Barangsiapa yang ingin”) ini seperti firman Allah ta’ala:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ’ingin’ beristiqamah/menempuh jalan yang lurus” (QS. At-Takwiir: 28).

Juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam:

إذا أراد أحدكم أن يأتي الجمعة فليغتسل

“Apabila salah seorang diantara kalian ingin mengerjakan shalat Jum’at, hendaklah ia mandi”.[7]

Tentu saja kita tidak akan memahami bahwa perintah untuk istiqamah/menempuh lurus dan shalat Jum’at itu hukumnya sekedar sunnah (bukan wajib).

Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo



[1] Telah lewat takhrij-nya.

[2] Nailul-Authaar 5/132.

[3] Telah lewat takhrij-nya.

[4] Telah lewat takhrij-nya.

[5] Al-Istidzkar oleh Ibnu ‘Abdil-Barr, 5/315.

[6] Ibnul-Atsir berkata:

ومعنى قوله رهينة بعقَيِقته أن العقَيِقَة لازِمةٌ له لابُدَّ منها، فشبّهه في لُزومها له وعَدم انْفِكاكه منها بالرَّهن في يَدِ المُرْتَهن

“Makna sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam: “tergadai dengan ’aqiqahnya”; adalah bahwasannya ‘aqiqah merupakan satu keharusan yang hendaknya dilakukan. Keharusan tersebut seperti keharusan menebus barang yang tergadai dari orang yang berpiutang” (An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits – materi kata رهن ; Maktabah Al-Misykah).

[7] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 877 dan Muslim no. 844.

Posting Komentar untuk "Hukum ‘Aqiqah: Sunnah atau Wajib?"