Hukum Memberikan Bantuan Untuk Menghalangi Penegakkan Hukum Allah
Apakah seseorang
diperbolehkan untuk memberikan bantuan untuk menghalangi penegakkan hukum Allah?
Jawab:
Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَشْفَعْ
شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ مُقِيتًا
“Dan barangsiapa yang
memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa)
daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’: 85)
Diriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata: “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda:
من حالت شفاعته
دون حد من حدود الله فقد ضاد الله في أمره ومن مات وعليه دين فليس ثم دينار ولا
درهم ولكنها الحسنات والسيئات ومن خاصم في باطل وهو يعلم لم يزل في سخط الله حتى
ينزع ومن قال في مؤمن ما ليس فيه حبس في ردغة الخبال حتى يأتي بالمخرج مما قال
“Barangsiapa yang
bantuannya menghalangi penegakan hukum Allah, sungguh ia telah melawan perintah
Allah. Barangsiapa yang mati dengan meninggalkan hutang, maka di akhirat tidak
ada dinar dan dirham, akan tetapi yang ada hanyalah hitungan pahala dan dosa.
Barangsiapa yang berdebat dalam membela kebathilan sementara ia mengetahuinya,
maka ia berada dalam kemurkaan Allah hingga ia meninggalkannya. Barangsiapa
yang berkata tentang seorang mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, maka ia
akan dibenamkan dalam ‘radghatul-khabal’ (= lumpur yang berasal dari perasaan
keringat penduduk neraka) hingga keluar dari apa yang ia katakan itu” (HR. Abu Dawud no. 3597, Al-Baihaqi 6/82, Al-Hakim
2/27, dan Ahmad 2/70; shahih).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda kepada Usamah bin Zaid radliyallaahu ‘anhuma ketika membantu seorang
wanita Al-Makhzumiyyah:
أتشفع في حد من
حدود الله؟
“Apakah engkau akan memberikan bantuan untuk menghalangi penegakan hukum Allah?” (HR. Al-Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688)
Kandungan Bab:
1. Haram hukumnya
memberikan bantuan untuk menghalangi penegakan hukum Allah, karena itu adalah
hak Allah, maka tidak boleh dipandang remeh.
2. Barangsiapa yang
bantuannya menghalangi penegakan hukum Allah, berarti ia telah melawan perintah
Allah dan kekuasaan-Nya.
3. Hadits-hadits dalam
bab ini berlaku apabila kasusnya sudah diangkat kepada imam (penguasa/sulthan).
Adapun sebelum itu, dibolehkan memberikan bantuan, wallahu a’lam.
Al-Baghawi berkata dalam
Syarhus-Sunnah (10/329):
وهذا بعد أن بلغ
ذلك الإمام، فأما قبل بلوغ الإمام، فإن الشفاعة فيها جائزة حفظا للستر عليه، فإن
الستر على المذنبين مندوب إليه
“(Hadits) ini berlaku
apabila kasusnya sudah sampai kepada imam. Adapun jika kasusnya belum sampai
kepada imam, maka bantuan tersebut diperbolehkan untuk menjaga kehormatan dan
menutupi aibnya. Sebab menutupi (aib) orang-orang yang berbuat dosa adalah
dianjurkan” (selesai).(1)
Dalilnya adalah sabda
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam:
تعافوا الحدود
فيما بينكم فما بلغني من حد فقد وجب
“Saling memaafkanlah
diantara kalian dalam perkara hudud. Namun jika kasusnya telah sampai kepadaku,
maka wajib untuk diproses.” (HR. Abu Dawud no. 4376 dan Al-Hakim 4/383; shahih
lighairihi)
4. Diperbolehkan
memberikan bantuan dalam hukuman ta’zir (bukan hukum hadd), berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam:
أقيلوا ذوي
الهيئات عثراتهم إلا الحدود
“Maafkanlah kesalahan orang-orang yang terpuji
akhlaqnya, kecuali dalam masalah hudud.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad
no. 465, Abu Dawud no. 4375, Ahmad 6/181, Al-Baihaqi 8/334, Abu Nu’aim dalam
Al-Hilyah 9/43, dan lain-lain; shahih)
Al-Baghawi dalam
Syarhus-Sunnah (10/330) berkata:
فيه دليل على
جواز ترك التعزير، وإنه غير واجب. ولو كان واجبا كالحد، لاستوى فيه ذو الهيئة
وغيره
“Dalam hadits tersebut terdapat dalil
diperbolehkannya untuk meninggalkan hukum ta’zir, karena hukum ta’zir itu tidak
wajib. Apabila hukum ta’zir itu wajib sebagaimana hukum hadd, maka akan sama
dalam hukum ta’zir itu antara yang terpuji akhlaqnya dan yang lainnya.” (selesai)
Al-Hafidh Ibnu Hajar
Al-’Asqalani dalam Fathul-Bari (12/88) berkata:
ويستفاد منه
جواز الشفاعة فيما يقتضي التعزير وقد نقل بن عبد البر وغيره في الاتفاق ويدخل فيه
سائر الأحاديث الواردة في ندب الستر على المسلم وهي محمولة على ما لم يبلغ الامام
“Dapat diambil faedah
darinya bolehnya memberikan bantuan dalam hukum ta’zir. Ibnu ’Abdil-Barr dan
selainnya telah menukil kesepakatan dalam masalah ini. Termasuk di dalamnya
semua hadits yang berisi anjuran menutupi kehormatan seorang muslim. Namum
semua itu berlaku apabila kasusnya belum sampai ke hadapan imam.” (selesai)
5. Sebagian ulama
berpendapat bahwa bantuan hukum boleh diberikan kepada orang yang diketahui
tidak suka mengganggu orang lain. Kesalahan yang dilakukannya itu dianggap
sebagai sebuah kekeliruan.
Syaikh Salim Al-Hilaly
berkata: “Hal itu didukung oleh makna tersirat yang diambil dari kata
dzawil-haiaat (orang yang terpuji akhlaqnya). Imam Al-Baihaqi (dalam Sunan-nya
8/334) meriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i bahwa beliau berkata:
وذوو الهيئات
الذين يقولون عثراتهم الذين ليسوا يعرفون بالشر فيزل أحدهم الزلة
“Hanya orang-orang yang
dikenal baik akhlaqnya sajalah yang dimaafkan dari kesalahannya. Yaitu
orang-orang yang tidak dikenal sebagai orang jahat. Seseorang tentunya
kadangkala tergelincir dalam satu kesalahan.” (selesai)
(Mausu’ah
Al-Manahiyyisy-Syar’iyyah (3/703) karya Syaikh Salim Al-Hilaly (edisi Indonesia:
Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan sedikit perubahan
dan tambahan)
Footnote:
(1) Ini adalah madzhab
Al-Auza’i. Berkata Imam Ahmad bin Hanbal: “Diberikan bantuan dalam masalah hadd
selama perkaranya belum sampai kepada sulthan”. (Syarhus-Sunnah lil-Baghawi
10/329).
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Hukum Memberikan Bantuan Untuk Menghalangi Penegakkan Hukum Allah"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.