Syarat dan Adab Menyembelih dalam Syariat Islam
Syarat Penyembelihan:
1. Hewan yang disembelih harus dalam keadaan
hidup.
Hewan yang telah mati sebelum disembelih, maka
ia termasuk bangkai yang haram untuk dimakan. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ......
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai…” (QS.
Al-Baqarah: 173).
Catatan:
Haram hukumnya mengambil dan memakan daging
yang diambil dari bagian tubuh hewan yang masih hidup. Daging yang terambil
tersebut termasuk katagori bangkai, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam:
مَا قُطِعَ مِنَ
الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَمَا قُطِعَ مِنْهَا فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa saja yang dipotong dari bagian tubuh
hewan yang masih hidup, maka ia termasuk bangkai” (HR. Abu Dawud no. 2858 dan
Ibnu Majah no. 3216; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan
Abi Dawud 2/203).
2. Memotong kedua urat
leher dan tenggorokan, sehingga darahnya mengalir.
Syarat ini berlaku pada hewan yang dapat dikendalikan, sedangkan hewan buruan atau hewan yang kabur dan tidak dapat disembelih dengan cara biasa, maka boleh dimakan setelah membidiknya dengan senjata di bagian manapun dari badannya. Diperbolehkan pula untuk memakan hewan buruan yang diburu dengan menggunakan anjing yang terlatih untuk berburu.
عَنْ رَافِعِ
بْنِ خَدِيجٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَاقُو الْعَدُوِّ غَدًا
وَلَيْسَتْ مَعَنَا مُدًى قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْجِلْ أَوْ
أَرْنِي مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ فَكُلْ لَيْسَ السِّنَّ
وَالظُّفُرَ وَسَأُحَدِّثُكَ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى
الْحَبَشَةِ قَالَ وَأَصَبْنَا نَهْبَ إِبِلٍ وَغَنَمٍ فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ
فَرَمَاهُ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِهَذِهِ الْإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَإِذَا
غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Dari Raafi’ bin Khadiij ia berkata: “Ya
Rasulullah, besok kita akan menghadapi musuh, sedangkan kita tidak mempunyai
pisau untuk menyembelih (hewan yang akan kita makan)?”. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Segera cari apa saja yang bisa mengalirkan darah
untuk menyembelih, sebutlah nama Allah, kemudian makanlah; asalkan bukan gigi
dan kuku. Aku akan jelaskan padamu bahwasannya gigi itu pada hakekatnya tulang,
sedangkan kuku itu adalah alat penyembelihan masyarakat Habasyah (1). Kemudian Raafi’ bin
Khadiij berkata: “Kami banyak memperoleh harta rampasan perang berupa onta dan
kambing. Ada seekor onta yang lepas, kemudian dibidik oleh seseorang dengan
anak panah sehingga tertangkap. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya onta-onta ini mempunyai sifat liar seperti yang
dimiliki oleh binatang liar. Jika ada yang tidak dapat kamu kendalikan, maka
perlakukanlah (penyembelihan) sebagaimana tadi (yaitu membidiknya dengan anak
panah)” (HR. Al-Bukhari no. 2488, 2507, 5509 dan
Muslim no. 1968).
عَنْ عَدِيِّ
بْنِ حَاتِمٍ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ فَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ فَإِنْ أَمْسَكَ عَلَيْكَ
فَأَدْرَكْتَهُ حَيًّا فَاذْبَحْهُ وَإِنْ أَدْرَكْتَهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ
يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ وَإِنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْبًا غَيْرَهُ وَقَدْ
قَتَلَ فَلَا تَأْكُلْ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي أَيُّهُمَا قَتَلَهُ وَإِنْ رَمَيْتَ
سَهْمَكَ فَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ فَإِنْ غَابَ عَنْكَ يَوْمًا فَلَمْ تَجِدْ
فِيهِ إِلَّا أَثَرَ سَهْمِكَ فَكُلْ إِنْ شِئْتَ وَإِنْ وَجَدْتَهُ غَرِيقًا فِي
الْمَاءِ فَلَا تَأْكُلْ
Dari ‘Adi bin Haatim ia berkata: Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadaku: “Apabila kamu melepas
anjing pemburu, maka sebutlah nama Allah. Apabila ia menangkap hewan hewan
buruan untukmu, jika hewan buruan itu kamu temukan masih dalam keadaan hidup,
maka sembelihlah. Dan jika hewan itu kamu temukan telah dibunuh oleh anjingmu tanpa dimakannya,
maka makanlah. Apabila ada anjing lain yang menyertai anjingmu lalu hewan
buruan tersebut kamu temukan dalam keadaan terbunuh, maka kamu jangan
memakannya karena kamu tidak tahu apakah anjingmu atau ataukah anjing lain
tersebut yang membunuhnya. Apabila kamu membidikkan panah, maka sebutlah nama
Allah. Jika hewan yang telah kamu panah tersebut baru kamu temukan setelah satu
hari sedangkan di tubuhnnya tidak ada luka lain kecuali luka akibat anak
panahmu, maka makanlah. Apabila kamu menemukan tenggelam di dalam air, maka
jangan kamu makan” (HR. Al-Bukhari no. 5484 dan Muslim no. 1929).
3. Menggunakan alat
penyembelihan yang dapat melukai selain tulang dan kuku.
Dalilnya adalah hadits
Raafi’ bin Khadiij radliyallaahu ’anhu sebagaimana telah disebutkan di atas.
4. Penyembelih adalah
seorang muslim atau Ahli Kitab, boleh laki-laki atau perempuan.
Kebolehan sembelihan dari
Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah berdasarkan firman Allah ta’ala:
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ
لَكُمْ
“Pada hari ini dihalalkan
bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab
itu halal bagimu..” (QS. Al-Maaidah: 5).
Ibnu ’Abbas radliyallaahu
‘anhumaa ketika mengomentari ayat di atas berkata: “Makanan mereka, yaitu
sembelihan mereka” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari 3/459 secara mu’allaq).
Tidak diperbolehkan
penyembelihan dilakukan oleh penyembah berhala, Majusi, dan yang semisalnya.
Hal ini telah menjadi satu kesepakatan, karena mereka semua tidak menyebut nama
Allah ketika menyembelih (yaitu menyebut nama berhala atau tuhan-tuhan selain
Allah yang mereka sembah). Allah ta’ala
berfirman:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ
وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى
النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala....” (QS. Al-Maaidah: 3).
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa wanita
diperbolehkan untuk menyembelih adalah hadits Ka’ab bin ’Ujrah radliyallaahu
’anhu:
أن امرأة ذبحت
شاة بحجر فسئل النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك فأمر بأكلها
“Bahwasannya seorang
wanita menyembelih seekor kambing dengan menggunakan batu. Maka Nabi
shallallaahu ’alaihi wasallam ditanya mengenai hal itu, dan kemudian beliau
memerintahkan untuk memakannya” (HR. Al-Bukhari no. 5504).
Catatan:
Kebolehan penyembelihan
yang dilakukan oleh Ahli Kitab adalah jika diketahui bahwa mereka tidak
menyebut nama selain Allah ketika menyembelih. Namun jika telah diketahui bahwa
mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih (misalnya menebut nama
’Isa ’alaihis-salaam atau yang semisalnya), maka haram hukumnya sembelihan
mereka tersebut berdasarkan firman Allah ta’ala:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah...” (QS.
Al-Maaidah: 3).
5. Penyembelih adalah seorang yang berakal,
sama saja apakah ia telah baligh atau belum baligh selama ia telah mencapai
tamyiz.
Maka tidak sah sembelihan
orang gila (majnun), anak-anak yang belum berakal, atau orang yang mabuk. Ini
adalah madzhab jumhur ulama seperti Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabillah, dan
Syafi’iyyah. Adapun Ibnu Hazm mensyaratkan baligh.
6. Menyebut nama Allah.
Jika seseorang sengaja
meninggalkannya – padahal ia mampu untuk mengucapkannya (untuk menyebut nama
Allah) – maka sembelihannya tidak boleh dimakan. Ini merupakan madzhab jumhur
ulama. Namun apabila ia lupa ketika menyembelihnya, maka tidak mengapa
(sembelihannya tetap boleh untuk dimakan). Mereka
berdalil dengan firman Allah ta’ala:
وَلا تَأْكُلُوا
مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan” (QS. Al-An’am:
121).
Adapun menurut
Asy-Syafi’i – yang diriwayatkan dari Ahmad – menyebut nama Allah hanyalah
sunnah saja. Beliau berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh ’Aisyah
radliyallaahu ’anhaa:
إِنَّ قَوْمًا
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي
أَذَكَرُوا اسْمَ اللهِ أَمْ لَا ؟. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: سَمُّوا اللهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ
“Ada sekelompok orang yang bertanya: ’Ya
Rasulullah, ada orang yang memberi kami daging yang kami tidak tahu apakah
penyembelihannya dengan menyebut nama Allah atau tidak?’. Maka Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab: “Sebutlah nama Allah, dan makanlah” (HR.
Al-Bukhari no. 2057).
Selain itu pendapat ini juga berdalil dengan
kebolehan yang diberikan oleh Allah untuk memakan sembelihan Ahli Kitab,
padahal kita tahu bahwa mereka tidak menyebutkannya atau setidaknya ada
keraguan (tidak bisa memastikan) mereka menyebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Adanya keraguan dalam hal syarat, maka hal itu menunjukkan keraguan pada
hal yang disyarati. Dan di sini menunjukkan bahwa menyebut nama Allah itu
bukanlah termasuk syarat (wajib) dalam penyembelihan.
Terdapat pembahasan yang
agak panjang mengenai hal ini. Namun, sebagai seorang muslim yang baik, tidak
selayaknya bagi kita untuk meninggalkan penyebutan nama Allah dalam
penyembelihan ketika kita mampu untuk mengucapkannya. Ini satu perwujudan sikap
kehati-hatian dalam syari’at Islam.
Adab-Adab dalam
Menyembelih
1. Berbuat baik (ihsan)
dalam menyembelih.
Dilakukan dengan beberapa
perkara, yaitu:
a) Menajamkan pisau/alat penyembelihan.
عَنْ شَدَّادِ
بْنِ أَوْسٍ قَالَ ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari Syaddaad bin Aus ia berkata: Dua hal yang
aku hafal dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, beliau berkata: “Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh
(dalam qishash) maka berbuat baiklah dalam cara membunuh. Apabila kalian
menyembelih, maka berbuat baiklah dalam cara menyembelih. Maka hendaklah salah
seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya” (HR.
Muslim no. 1955, Ibnu Majah no. 3170,
’Abdurrazzaq no. 8630-8634, dan Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa no. 899).
b) Menjauhkan dari
pandangan hewan sembelihan ketika menajamkan pisau.
عن ابن عباس رضي
الله عنهما قال: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم على رجل واضع رجله على صفحة شاة
وهو يحد شفرته وهي تلحظ إليه ببصرها فقال: أفلا قبل أتريد أن تميتها موتًا
Dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma ia
berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seorang laki-laki
yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah
pisaunya, sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Maka beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam berkata: ‘Apakah sebelum ini kamu hendak mematikan dengan
beberapa kematian?” (HR. Al-Baihaqi
9/280 no. 19141, Al-Hakim 3/233, ‘Abdurrazzaq no. 8608; shahih).
c) Menggiring kambing
menuju tempat penyembelihan dengan baik.
عن محمد بن
سيرين أن عمر رضي الله عنه رأى رجلاً يجر شاة ليذبحها فضربه بالدرة وقال سقها لا
أم لك إلى الموت سوقاً جميلاً
Dari Muhammad bin Siiriin: Bahwasannya ‘Umar
radliyallaahu ‘anhu melihat seorang laki-laki menarik seekor kambing untuk
disembelih, lalu ia memukulnya dengan tongkat. Maka ‘Umar berkata dengan
mencelanya: “Giring hewan ini kepada kematian yang baik” (HR. Al-Baihaqi 9/281).
Riwayat di atas adalah
lemah karena adanya inqitha’ (keterputusan) antara Ibnu Sirin dengan ‘Umar.
Akan tetapi makna hadits ini adalah shahih.
d) Membaringkan hewan
yang akan disembelih.
عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ
أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ
فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ
ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ
فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ
مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Dari ‘Aisyah: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy bertanduk yang
kaki-kakinya hitam, perutnya hitam, dan sekitar matanya hitam. Kemudian
dibawakan kepada beliau kambing dengan ciri-ciri tersebut. Beliau berkata
kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan: “Asahlah
pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan
kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan: “Ya
Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”.
Kemudian beliau menyembelihnya (HR. Muslim no. 1967 dan Abu Dawud no. 2792).
An-Nawawi berkata:
وَفِيهِ:
اِسْتِحْبَاب إِضْجَاع الْغَنَم فِي الذَّبْح , وَأَنَّهَا لَا تُذْبَح قَائِمَة
وَلَا بَارِكَة بَلْ مُضْجَعَة ; لِأَنَّهُ أَرْفَق بِهَا , وَبِهَذَا جَاءَتْ
الْأَحَادِيث , وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَيْهِ , وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاء
وَعَمَل الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَنَّ إِضْجَاعهَا يَكُون عَلَى جَانِبهَا
الْأَيْسَر ; لِأَنَّهُ أَسْهَل عَلَى الذَّابِح فِي أَخْذ السِّكِّين بِالْيَمِينِ
, وَإِمْسَاك رَأْسهَا بِالْيَسَارِ
“Hadits ini menunjukkan sunnahnya membaringkan
kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan kambing
berdiri atau berlutut, tetapi dalam keadaan berbaring karena lebih mudah bagi
kambing tersebut. Dan hadits-hadits yang ada menuntunkan demikian, juga kesepakatan kaum
muslimin. Ulama sepakat dan juga amalan kaum muslimin bahwa hewan yang akan
disembelih dibaringkan di sisi kirinya karena cara ini lebih mudah bagi orang
yang akan menyembelih dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan
kepala hewan dengan tangan kiri” (Syarh Shahih Muslim 13/130).
e) Tempat atau bagian yang akan disembelih.
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: الذَّكَاةُ فِي حَلْقِ اللُّبَّةِ
Dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma ia
berkata: “Penyembelihan itu dilakukan di sekitar kerongkongan” (HR.
‘Abdurrazzaq no. 8615; shahih).
Ibnu Qudamah telah
berkata dalam Al-Mughni ketika menjelaskan tentang tempat/bagian penyembelihan
sebagai berikut:
وأما المحل
فالحلق واللبلة وهي الوهدة التي بين أصل العنق والصدر ولا يجوز الذبح في غير هذا
المحل بالإجماع
“Adapun tempat/bagian penyembelihan adalah di
tenggorokan dan leher, yaitu wahdah (cekungan/lekuk) yang terletak antara
pangkal tenggorokan dan dada. Tidak diperbolehkan untuk menyembelih di
tempat/bagian selain ini menurut ijma’ (selesai).
2. Menghadapkan hewan
sembelihan ke arah kiblat.
عن نافع أن بن
عمر كان يكره أن يأكل ذبيحة ذبحه لغير القبلة
Dari Naafi’: Bahwasanya Ibnu ’Umar membenci
daging sembelihan yang ketika disembelih dihadapkan selain dari arah kiblat” (HR.
‘Abdurrazzaq no. 8585; shahih).
3. Meletakkan telapak
kaki di atas sisi hewan sembelihan.
عَنْ أَنَسٍ
قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ
وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
Dari Anas ia berkata: Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah
tumbuh tanduknya. Anas berkata: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut
dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal
leher kambing itu. Beliau membaca
basmalah dan takbir” (HR. Al-Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Syarat dan Adab Menyembelih dalam Syariat Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.