Faedah Hadist Haramnya Isbal
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَيْسَرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ عَمْرَو بْنَ الشَّرِيدِ يُحَدِّثُ
عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَ رَجُلًا
مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ
ارْفَعْ إِزَارَكَ قَالَ فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ
قَالَ وَلَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلَّا وَإِزَارُهُ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ
حَتَّى مَاتَ
Telah menceritakan kepada kami Rauh: Telah menceritakan kepada kami Zakariyyaa bin Ishaaq: Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Maisarah: Bahwasannya ia pernah mendengar ‘Amr bin Syariid menceritakan dari ayahnya: Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikuti seorang laki-laki dari Tsaqiif dengan berlari-lari kecil hingga beliau memegang pakaian yang dikenakan orang tersebut. Lalu beliau bersabda: “Angkatlah kain sarungmu !”. Perawi berkata: Maka laki-laki tersebut menyingkap kedua lututnya seraya berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kakiku bengkok dan saling beradu kedua lututku tersebut (yaitu: cacat – Abul-Jauzaa’)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap ciptaan Allah ‘azza wa jalla itu baik”. Perawi berkata: Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia” (Al-Musnad, 4/390).
Pengkajian Sanad:
Sanad hadits ini adalah
shahih, semua perawinya adalah tsiqah. Berikut keterangan ringkasnya:
1. Rauh, ia adalah Ibnu
‘Ubaadah bin Al-‘Alaa’ bin Hassaan bin ‘Amr bin Martsad Al-Qaisiy, Abu Muhammad
Al-Bashriy (w. 207 H).
Termasuk perawi yang
dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya.
Ia telah di-tsiqah-kan
oleh jumhur ulama. Al-Khathiib berkata: “Mempunyai banyak hadits, menulis
kitab-kitab sunan dan ahkaam (hukum-hukum), dan menghimpun tafsir. Dan ia
seorang yang tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata: “Laisa bil-qawiy (tidak kuat)”.
Yahya bin Ma’iin berkata: “Laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya)”. Di lain
kesempatan ia berkata: “Shaduuq (jujur), tsiqah”. Al-‘Ijliy berkata: “Orang
Bashrah yang tsiqah” (selengkapnya lihat Taariikh Baghdaad, 9/385-391). Ibnu
Sa’d berkata: “Tsiqah insya Allah” (Ath-Thabaqaat, 7/296). Adz-Dzahabiy berkata:
“Al-Haafidh, menulis banyak kitab, dan termasuk ulama (yang diakui)” (Al-Kaasyif,
1/398 no. 1593). Ibnu Hajar berkata: “Tsiqah, faadlil” (Taqriibut-Tahdziib, hal.
329 no. 1973). Al-Albaaniy berkata: “Tsiqah, termasuk rijaal Shahihain” (Mu’jamu
Asamiyir-Ruwaat, 2/30).
2. Zakariyya bin Ishaaq
Al-Makkiy.
Termasuk perawi yang
dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ahmad bin Hanbal berkata:
“Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata: “Tsiqah”. Abu Haatim berkata: “Orang
Makkah, tidak mengapa dengannya (laisa bihi ba’s)”. Abu Zur’ah berkata: “Tidak
mengapa dengannya” (Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/593 no. 2684). Ibnu Syaahiin berkata:
“Tsiqah” (Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 138 no. 391). Al-Juzjaaniy berkata:
“Tertuduh berpemahan qadariyyah” (Ahwaalur-Rijaal, hal. 136 no. 339).
Adz-Dzahabiy berkata: “Tsiqah” (Al-Kaasyif, 1/405 no. 1641). Ibnu Hajar berkata:
“Tsiqah, tertuduh berpemahaman qadariyyah” (Taqriibut-Tahdziib, hal. 338 no.
2031). Al-Albaaniy berkata: “Disepakati ke-tsiqah-annya” (Mu’jamu
Asamiyir-Ruwaat, 2/46).
3. Ibraahiim bin Maisarah Ath-Thaa’iy (131 H).
Termasuk perawi yang
dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ibnu ‘Uyainah berkata:
“Ibraahiim bin Maisarah adalah orang yang paling benar (perkataannya) dan
paling tsiqah”. Ahmad bin Hanbal berkata: “Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata:
“Tsiqah”. Abu Haatim berkata: “Shaalih” (lihat Al-Jarh wat-Ta’diil, 2/133-134
no. 423). Al-‘Ijliy berkata: “Tsiqah” (Ma’rifatuts-Tsiqaat, 1/208 no. 42). Ibnu
Syaahiin berkata: “Tsiqah” (Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 59 no. 41).
Adz-Dzahabiy berkata dengan menukil perkataan Al-Humaidiy: “Sufyaan (bin
‘Uyainah) pernah berkata kepadaku: ‘Matamu tidak akan pernah melihat orang
semisal dengannya” (Al-Kaasyif, 1/226 no. 212). Ibnu Hajar berkata: “Tsabt
haafidh” (Taqriibut-Tahdziib, hal. 117 no. 262). Al-Albaaniy berkata: “Tsiqah
tsabt haafidh” (Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 1/78).
4. ‘Amru bin Asy-Syariid,
ia adalah Ibnu Suwaid Ats-Tsaqafiy Abul-Waliid Ath-Thaa’iy.
Termasuk perawi yang
dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Al-‘Ijliy berkata:
“Tabi’iy tsiqah” (Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/177 no. 1387). Ibnu Hibbaan
memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat (5/180). Ibnu Hajar berkata: “Tsiqah” (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 738 no. 5084).
5. Asy-Syariid bin Suwaid
Ats-Tsaqafiy, salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Lihat biografinya dalam Usdul-Ghaabah 2/629
no. 2430, Tahdziibul-Kamaal 12/458-459 no. 2732, dan Al-Ishaabah 3/204 no.
3887.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thahaawiy dalam
Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 1708 dari jalan Rauh – selanjutnya dengan riwayat
di atas.
Diriwayatkan juga oleh Al-Humaidiy no. 829 -
dan dari jalannya Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 7/377-378 no. 7240 – dari
jalan Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Ibraahiim bin Maisarah, dari ‘Amru bin
Asy-Syariid atau Ya’quub bin ‘Aashim. Al-Humaidiy mengatakan bahwa Sufyaan
telah ragu-ragu dalam periwayatan ini.
Al-Haitsamiy membawakannya dalam
Majma’uz-Zawaaid 5/124 dan berkata: “Para perawi Ahmad adalah para perawi
Ash-Shahiih”.
Fiqh Hadits:
1. Kasih sayang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam terhadap umatnya dan beliau khawatir mereka terkena ‘adzab.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي
النَّارِ
Dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Apa-apa yang berada
di bawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah di neraka" (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy, Ahmad, ‘Abdurrazzaaq, dan yang lainnya).
2. Pengingkaran Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam semata-mata karena melihat orang tersebut
melakukan isbal, tanpa membedakan apakah orang tersebut melakukannya dengan
sombong atau tidak sombong. Sombong adalah adalah amal hati yang tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Allah ta’ala.
3. Shahabat Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut melakukan isbal bukan karena sombong,
namun karena cacat pada kakinya. Akan tetapi beliau tetap memerintahkan
mengangkat kain yang dipakainya.
4. Isbal termasuk masalah
yang harus diingkari sebagai pelaksanaan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
عَنْ َ أَبِي سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Dari Abu Sa’iid: Aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang
melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka
rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan
hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”.
5. Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersegera dalam merubah kemunkaran.
6. As-Salafush-shaalih
bersegera dalam memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu ditunjukkan oleh
persaksian perawi: “Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu
melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya...”. Yaitu, sejak
ditegur oleh beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam. Mereka takut akan ancaman
yang difirman Allah ta’ala:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ
أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa adzab yang pedih” (QS. An-Nuur: 63).
7. Tsabat (tetap) dalam
sunnah hingga meninggal dunia. Hal itu ditunjukkan oleh persaksian perawi:
“Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya
hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia”.
8. Berhias tidak boleh
menyalahi perintah Allah ta’ala.
9. Setiap ciptaan Allah
ta’ala itu indah.
Tidak ada ruang untuk
mengatakan dalam hadits ini bahwa isbal diperbolehkan asalkan tidak sombong.
Inilah ringkasan faedah
yang sempat terekam di memori dan catatan dari penjelasan Ustadzuna Yaziid
Jawas – semoga Allah senantiasa menjaga beliau – pada hari Ahad, 25 April 2010
pukul 10.00 – adzan Dhuhur di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Bogor – dengan
beberapa keterangan tambahan dari Penulis.
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Faedah Hadist Haramnya Isbal"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.