Amalan di Hari Jum'at bagi Seorang Muslim
Hari Jum'at merupakan hari yang istimewa, Allah jadikan hari jumat sebagai hari raya dan Hanya Allah berikan bagi hamba-hamba-Nya yang muslim. Oleh sebab itulah kaum muslimin hendaknya mengetahui apa saja yang harus di lakukan ketika ia menemui hari Jumat. Simak berikut ini:
Daftar Isi:
2. Datang Dan Mendekat Kepada Imam.
3. Berjalan Kaki Menuju Masjid Tanpa Berkendaraan,
Kecuali Jika Ada Hajat.
4. Melaksanakan Shalat Tahiyyatul-Masjid Sebelum Duduk.
6. Menghadapkan Wajah Pada Imam Saat Menyampaikan
Khutbah.
7. Diam Dan Tidak Berbicara Untuk Mendengarkan Khutbah.
9. Tidak Membuat Orang Berdiri Kemudian Duduk Di
Tempatnya.
10. Barangsiapa Yang Mengantuk, Hendaklah Ia Bergeser
Dari Tempat Duduknya Semula.
11. Apakah Diperbolehkan Ihtibaa’ Saat Khutbah
Berlangsung?
1. Bersegera Menuju Masjid.
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان يوم الجمعة
كان على كل باب من أبواب المسجد ملائكة يكتبون الأول فالأول، فإذا جلس الإمام طووا
الصحف، وجاءوا يستمعون الذكر)).
Dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam: “Apabila hari Jum’at tiba, maka di setiap pintu masjid terdapat
malaikat yang mencatat siapa saja yang hadir lebih dahulu (untuk menghadiri
shalat Jum’at). Apabila imam telah duduk (di atas mimbar), mereka menutup
lembaran catatan kitab untuk turut mendengarkan adz-dzikr (khutbah)”.(1)
وعنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم
راح، فكأنما قرب بدنة، ومن راح في الساعة الثانية، فكأنما قرب بقرة، ومن راح في
الثالثة، فكأنما قرب كبشا أقرن، ومن راح في الساعة الرابعة، فكأنما قرب دجاجة، ومن
راح في الساعة الخامسة، فكأنما قرب بيضة، فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون
الذكر)).
Dan darinya (Abu Hurairah)
pula, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa
yang mandi pada hari Jum’at seperti mandinya ketika janabah, kemudian pergi
seawal mungkin (untuk melaksanakan shalat Jum’at), seakan-akan ia berkurban
dengan seekor onta. Barangsiapa yang pergi shalat Jum’at pada waktu yang kedua,
seakan-akan ia berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang pergi shalat
Jum’at pada waktu yang ketiga, seakan-akan ia berkurban dengan seekor kambing.
Barangsiapa yang pergi shalat Jum’at pada waktu yang keempat, seakan-akan ia
berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang pergi shalat Jum’at pada
waktu yang kelima, seakan-akan ia berkurban dengan sebutir telur. Apabila imam
telah hadir (untuk berkhutbah), para malaikat pun hadir untuk mendengarkan
khutbah”.(2)
2. Datang Dan Mendekat
Kepada Imam.
وعن سمرة بن جندب أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((احضروا الذكر، وادنوا من
الإمام، فإن الرجل لا يزال يتباعد حتى يؤخر في الجنة وإن دخلها)).
Dari Samurah bin Jundub
radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda: “Hadirilah khutbah dan mendekatlah kepada imam. Sesungguhnya ada
seorang laki-laki yang senantiasa menjauhkan diri darinya, hingga ia pun
diakhirkan menuju surga walaupun ia (ditakdirkan) memasukinya”.(3)
3. Berjalan Kaki Menuju
Masjid Tanpa Berkendaraan, Kecuali Jika Ada Hajat.
عن أوس بن أوس أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من اغتسل يوم الجمعة
وغسَّل، وغدا وابتكر، ومشى ثم لم يركب، ودنا من الإمام، وأنصت ولم يلغ: كان له بكل
خطوة عمل سنة صيامها وقيامها)).
Dari Aus bin Aus,
bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barangsiapa
yang mandi dan keramas pada hari Jum’at, bersegera pergi (menuju masjid) dengan
berjalan kaki tanpa berkendaraan, mendekat kepada imam, diam dan tidak
berkata-kata sia-sia: maka baginya pada setiap langkahnya itu pahala amal
setahun, (yaitu) puasa dan shalatnya”.(4)
وعن عباية بن رفاعة قال: أدركني أبو عبس وأنَ ذاهب إلى الجمعة فقال: سمعتُ
النبي صلى الله عليه وسلم يقول: ((من اغبرَّت قدماه في سبيل الله حرَّم الله على
النار)).
Dari ‘Ubaayah bin
Rifaa’ah, ia berkata: “Abu ‘Absin pernah mendapatiku ketika aku hendak pergi
menuju shalat Jum’at. Maka ia berkata: “Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa yang kakinya berdebu di jalan Allah, niscaya Allah
akan haramkan baginya api neraka”.(5)
4. Melaksanakan Shalat
Tahiyyatul-Masjid Sebelum Duduk.
فعن جابر قال: دخل رجل يوم الجمعة - والنبي صلى الله عله وسلم يخطب - فقال:
((أصليتَ؟)). قال: لا، قال: ((فصلِّ ركعتين)) وفي لفظ ((قم فاركع ركعتينوتجوز فيهما))
Dari Jaabir ia berkata:
“Seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum’at – dan Nabi shallalaahu
‘alaihi wa sallam saat itu sedang berkhutbah - . Maka beliau bertanya: ‘Apakah
engkau sudah shalat (tahiyyatul-masjid)?’. Ia menjawab: ‘Belum’. Beliau pun
bersabda: ‘Shalatlah dua raka’at’.(6) Dalam lafadh yang lain: ‘Berdiri, dan
shalatlah dua raka’at’.
Hadits di atas terdapat
petunjuk bahwa jika ada seseorang yang telah duduk namun belum melaksanakan
shalat, maka disunnahkan ia berdiri untuk mengerjakannya, meskipun imam sedang
berkhutbah. Hendaknya ia meringankan (mempercepat) shalatnya tersebut.
Diperbolehkan baginya untuk menambah jumlah raka’at shalat sunnah sesuai
kesanggupannya jika imam belum berkhutbah menurut jumhur ‘ulama(7) berdasarkan hadits
Salmaan:
ثُمَّ يُصلِّ ما كتب له ثم يُنصت إذا تكلَّم الإمام إلا غفر له ما بينه وبين
الجمعة الأخرى
“Kemudian ia melakukan
shalat sesuai apa yang telah ditetapkan baginya (= yaitu sesuai dengan
kesanggupannya - Abu Al-Jauzaa’), lalu diam saat imam berkhutbah, niscaya ia
akan diampuni dosanya antara Jum’at tersebut sampai Jum’at yang lainnya”.(8)
Faedah: Tidak ada shalat
sunnah qabliyyah Jum’at.
Apabila adzan telah
selesai dikumandangkan, tidak diperbolehkan sama sekali bagi seorang pun
berdiri melakukan shalat(9). Ini adalah pendapat yang paling shahih (benar) di
kalangan ulama, diantaranya adalah Hanafiyyah, Maalik, Asy-Syafi’iy dan
kebanyakan shahabat-shahabatnya – dimana hal ini diseleisihi oleh An-Nawawi dan
yang lainnya - , dan inilah yang masyhur dalam madzhab Ahmad. Pendapat inilah
yang ditunjukkan oleh As-Sunnah, bahwasannya ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam keluar dari rumahnya dan saat telah sampai di atas mimbar, maka Bilal
langsung mengumandangkan adzan shalat Jum’at. Jija adzan telah selesai, maka
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memulai khutbah tanpa mengerjakan shalat
terlebih dahulu. Demikianlah yang telah berlaku. Oleh sebab itu, kapan waktu
mereka mengerjakan shalat sunnah? Barangsiapa yang beranggapan bahwa ketika
Bilal selesai mengumandangkan adzan, mereka (para shahabat) semuanya berdiri
melakukan shalat dua raka’at, maka ia adalah orang yang paling jahil terhadap
sunnah.
Dan yang menguatkan hal
ini adalah hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata:
صليتُ مع رسول الله صلى الله عليه وسلم سجغتين قبل الظهر، وسجدتين بعد الظهر،
وسجدتين بعد المغرب، وسجدتين بعد العشاء، وسجدتين بعد الجمعة.
“Aku pernah shalat
bersama Rasulullah shalllallaahu ‘alaihi wa sallam dua raka’at sebelum Dhuhur,
dua raka’at setelah Dhuhur, dua raka’at setelah Maghrib, dua raka’at setelah
‘Isya’, dan dua raka’at setelah Jum’at”.(10)
Ini adalah nash sharih
(jelas/terang) bahwasannya shalat Jum’at di sisi shahabat adalah shalat yang
berdiri sendiri, terpisah dengan shalat Dhuhur. Ketika tidak disebutkan adanya
shalat sunnah kecuali setelahnya, dapat diketahui tidak ada shalat sunnah yang
dilaksanakan sebelum shalat Jum’at. Wallaahu a’lam.
5. Tidak Melakukan Tahalluq
(Membuat Halaqah-Halaqah) Atau Pertemuan Pengajian Sebelum Shalat Jum’at.
Didasarkan pada hadits
‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الشراء والبيع في المسجد، وأن تُنشد
فيه الضالة، وأن ينشد فيه الشِّعر، ونهى عن التحلق مثل الصلاة يوم الجمعة.
“Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli di dalam masjid, mengumumkan
barang yang hilang, melantunkan syair, dan beliau juga melarang mengadakan
halaqah-halaqah sebelum shalat Jum’at”.(11)
Tahalluq di sini
mempunyai dua makna, yaitu secara lughawiy (bahasa) dan syar’iy (syari’at).
Makna secara lughawiy dari tahalluq adalah: sekumpulan orang yang duduk
melingkar seperti lingkaran pintu. Sedangkan tahalluq adalah bentuk aktif dari
kata halaqah yang artinya sengaja melakukan hal itu.
Sedangkan istilah syar’iy:
berkumpul untuk satu pelajaran (pengajian) walaupun ia tidak duduk secara
melingkar. Dan kedua arti ini masuk dalam larangan hadits.(12)
6. Menghadapkan Wajah Pada
Imam Saat Menyampaikan Khutbah.
Disunnahkan bagi makmum
untuk menghadapkan wajahnya kepada imam saat menyampaikan khutbah. Tidak ada
riwayat shahih marfu’ yang menjadi dasar, namun telah tsabit dari Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhuma:
أنه كان لا يقعد الإمام حتى يستقبله
“Bahwasannya ketika imam
tidak sedang duduk, maka ia (Ibnu ‘Umar) menghadapkan wajah kepadanya.(13)
وعن أنس إنه جاء يوم الجمعة فاستند إلى الحائط، واستقبل الإمام.
Dari Anas bahwasannya
ketika ia datang (ke masjid) pada hari Jum’at, maka ia bersandar ke sebuah
tiang menghadap kepada imam”.
At-Tirmidzi berkata
(2/283):
والعمل على هذا عند أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وغيرهم،
يستحبون استقبال الإمام إذا خطب.
“Para ulama dari kalangan
shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya mengamalkan
hadits ini, yaitu menyukai untuk menghadap imam ketika ia sedang berkhutbah” (selesai).
7. Diam Dan Tidak Berbicara
Untuk Mendengarkan Khutbah.
Telah berlalu hadits
Salmaan bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يغتسل الرجل يوم الجمعة.....ثم يُنصت إذا تكلَّم الإمام إلا غفر له ما بينه
وبين الجمعة الأخرى
“Tidaklah seseorang mandi
pada hari Jum’at……. lalu diam saat imam berkhutbah, niscaya ia akan diampuni
dosanya antara Jum’at tersebut sampai Jum’at yang lainnya”.(14)
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا قلت لصاحبك يوم
الجمعة: أنصت - والإمام يخطب، فقد لغوت)).
Dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda: “Apabila engkau berkata pada hari Jum’at: ‘Diamlah’ –
sedangkan waktu itu imam sedang berkhutbah, sungguh engkau telah berbuat
sia-sia”.(15)
Dan pada hadits ‘Amr bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’:
...ومن
لغا وتخطَّى رقاب الناس، كانت له ظهرًا.
“Dan barangsiapa yang
berbuat sia-sia dan melangkahi pundak-pundak manusia, maka wajib baginya shalat
Dhuhur”.(16)
yaitu: berkurang
pahalanya, dan tidak terwujud baginya pahala Jum’at secara sempurna.
Jumhur ulama berpendapat
tentang haramnya pembicaraan makmum sebagian terhadap sebagian yang lainnya.
Faedah:
Pertama: Apabila sebagian
makmum berbincang-bincang satu dengan yang lainnya, maka diperbolehkan
menyuruhnya diam dengan isyarat. Dari Anas ia berkata:
بينما رسول الله صلى الله عليه وسلم يومًا قائمًا يخطب على المنبر، قام رجل
فقال: متى قيام الساعة يا نبي الله ؟ فسكت عنه، وإشار الناس إليه: أن اجلس، فأبى...
“Pada satu hari
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah di atas mimbar.
Lalu berdirilah seorang laki-laki dan bertanya: “Kapankah datangnya hari kiamat
wahai Nabi Allah?”. Beliau diam atas pertanyaan tersebut. Maka orang-orang
memberikan isyarat kepadanya agar ia duduk, namun ia enggan…”.(17)
Aku katakan: Dapat
ditambahkan atas hal ini adalah menjawab salam pada orang yang memberi salam.
Tidak diperbolehkan menjawabnya kecuali dengan isyarat.
Kedua: Perkataan kepada
imam (khathiib) diperbolehkan saat berlangusngnya khutbah untuk satu hajat (keperluan).
Sama saja apakah ia memulai pembicaraan atau menjawab/merespon terhadap apa
yang dikatakan oleh imam (khathiib). Hal itu didasarkan oleh hadits Anas
radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:
أتى أعرابي من أهل البدو إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو يخطب يوم
الجمعة فقال: يا رسول الله، هلكت الماشية....
“Seorang Arab Baduwi
datang kepada Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat beliau sedang
berkhutbah di hari Jum’at. Ia berkata: ‘Wahai Rasulullah, telah binasa/mati
hewan-hewan ternak…”.(18)
Dalam kisah Salik
Al-Ghaththafaaniy ketika ia masuk masjid kemudian duduk – sedangkan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat itu sedang berkhutbah – beliau bertanya:
‘Apakah engkau sudah shalat dua raka’at?’. Ia menjawab: ‘Belum’. Beliau
bersabda: ‘Berdirilah, kemudian shalatlah dua raka’at”.(19)
8. Tidak Diperbolehkan
Melangkahi Pundak-Pundak Orang-Orang (Yang Telah Duduk) Dan Memisahkan Antara
Dua Orang.
عن عبد الله بن بسر قال: جاء رجل يتخطّى رقاب الناس، فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: ((اجلس، فقد آذيت وآنيت)).
Dari ‘Abdullah bin Busr
radliyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Datang seorang laki-laki yang melangkahi
pundak-pundak manusia. (Saat melihat itu) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‘Duduklah, sungguh engkau telah menyakiti dan memisahkan
(orang-orang yang telah duduk)”.(20)
Telah berlalu hadits
‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhuma:
...ومن
لغا وتخطَّى رقاب الناس، كانت له ظهرًا.
“Dan barangsiapa yang
berbuat sia-sia dan melangkahi pundak-pundak manusia, maka wajib baginya shalat
Dhuhur”.(21)
Dikecualikan dari ancaman
ini adalah jika ia mendapati tempat yang kosong di antara dua orang karena
kelalaian ini datang dari mereka, bukan dari orang yang melangkah. Maka
hukumnya tidak haram. Begitu juga jika ia berpaling keluar karena satu hajat,
kemudian ia ingin kembali menuju tempatnya semula.
Pada hadits Salmaan
secara marfu’:
.....ثم راح فلم يفرِّق بين اثنين، صلى ما كُتب له، ثم إذا خرج الإمام أنصت، غفر له
ما بينه وبين الجمعة الأخرى
“Kemudian ia pergi (ke
masjid) tanpa memisahkan dua orang (yang telah duduk), melakukan shalat apa
yang telah ditetapkan baginya, kemudian jika imam telah keluar ia diam; niscaya
akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lainnya”.(22)
Termasuk memisahkan
antara dua orang adalah duduk di antara keduanya, menyuruh pergi salah satu
diantara keduanya serta duduk di tempatnya . Dan bisa juga dimutlakkan pada
melangkahi mereka berdua saja. Dalam hal melangkahi terkadang ada tambahannya,
yaitu mengangkat kedua kakinya di atas kepala-kepala mereka dan pundak-pundak
mereka.
9. Tidak Membuat Orang
Berdiri Kemudian Duduk Di Tempatnya.
عن جابر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((لا يقيمن أحدكم أخاه يوم الجمعة
ثم يخالف إلى مقعده فيقعد فيه، ولكن يقول: أفسحوا)).
Dari Jaabir, dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Janganlah salah seorang di
antara kalian membuat berdiri saudaranya pada hari Jum’at, kemudian ia
menggantikannya duduk di tempat duduknya. Namun hendaknya ia mengatakan:
‘Bergeserlah…”.(23)
Perkataan beliau:
“bergeserlah” dilakukan selama imam belum berbicara (dalam khutbahnya). Namun
jika sudah berbicara, maka ia memberikan isyarat kepadanya.
10. Barangsiapa Yang
Mengantuk, Hendaklah Ia Bergeser Dari Tempat Duduknya Semula.
عن ابن عمر قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ((إذا نعس أحدكم (في
مجلسه يوم الجمعة) فليتحول من مجلسه ذلك (إلى غيره))).
Dari Ibnu ‘Umar ia
berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk (di tempat duduknya
pada hari Jum’at), hendaklah ia bergeser dari tempt duduknya itu (ke tempat
yang lain)”.(24)
Hikmah yang terkandung
pada perintah bergeser/pindah dari tempatnya semula adalah bahwa dengan bergerak
akan menghilangkan rasa kantuk. Atau mungkin hikmahnya adalah berpindah dari
tempat yang membuatnya lalai dengan kantuknya tersebut. Hal itu apabila ia
tidak merasa berat untuk melakukannya.(25)
11. Apakah Diperbolehkan
Ihtibaa’ Saat Khutbah Berlangsung?
Ada sebuah riwayat dari
Mu’adz bin Anas, dari ayahnya:
أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الحبوة يوم الجمعة والإمام يخطب.
“Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang kami duduk ihtibaa’ pada hari Jum’at
saat imam sedang berkhutbah”.(26)
Status hadits tersebut di
perselisihkan, namun yang rajih adalah dla’if. Oleh karena itu, kebanyakan
ulama memberikan rukhshah untuk melakukan duduk ihtibaa’ (saat khutbah
berlangsung).
Al-Ihtibaa’ adalah:
Seseorang yang menjadikannya kedua kaki (lutut) sebagai sandaran, menutupi
kedua lututnya dengan bajunya, atau mengikat kedua tangannya di atas kedua
lututnya dengan sengaja. Ibnul-Atsir berkata: “Beliau melarang duduk ihtibaa’,
karena ihtibaa’ dapat menyebabkan kantuk sehingga tidak dapat mendengarkan
khutbah. Bahkan kadangkalau ia menyebabkan wudlunya hilang/batal”.
kami katakan: Jika
demikian, maka meninggalkan duduk ihtibaa’ lebih diutamakan dengan syarat
hadits tersebut shahih. Wallaahu a’lam.
12. Apabila Ia Mengingat –
Saat Khutbah Berlangsung – Shalat Fardlu Yang Ia Telah Tinggalkan Atau Ia
Tertidur: Barangsiapa Yang Tertidur, Maka Ia Harus Segera Berdiri Dan
Mengqadlanya.
Hal itu didasarkan oleh
hadits Anas, bahwasannya Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
من نسي صلاة (أو نام عنها) فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك.
“Barangsiapa lupa untuk
shalat (atau ia tertidur di dalamnya), hendaklah ia segera shalat begitu
mengingatnya. Apabila ia telah mengingatnya, maka tidak ada kaffarat baginya
kecuali yang demikian itu”.(27)
(Shahih Fiqhis-Sunnah oleh Abu Malik Kamal
As-Sayyid, 1/577-579, 588-591; Maktabah At-Taufiqiyyah)
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
Footnote:
(1) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
3211 dan Muslim no. 850.
(2) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
881 dan Muslim no. 850.
(3) Hasan; diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
1108 dan Ahmad (5/10).
(4) Shahih; diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no.
496, An-Nasa’iy (3/95), Abu Dawud no. 345, dan Ibnu Majah no. 1087.
(5) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
907.
(6) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
930 dan Muslim no. 875.
(7) Syarh Muslim oleh An-Nawawiy (3/385).
(8) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
883.
(9) Kecuali jika ia datang ke masjid setelah
adzan selesai dikumandangkan, maka diperbolehkan baginya melaksanakan shalat
tahiyyatul-masjid, kemudian ia duduk. Atau jika ia lupa mengerjakannya.
(10) Shahih; diriwayatkan
oleh Al-Bukhari no. 1172.
(11) Shahih; diriwayatkan
oleh Abu Dawud no. 1079 dan yang lainnya.
(12) Lihat: Al-Lum’ah fii
Hukmil-Ijtimaa’ li-Darsi Qablal-Jum’ah oleh Muhammad Musa Nashr.
(13) Hasan; diriwayatkan
oleh ‘Abdurrazzaq no. 5391, dan dari jalan Ibnul-Mundzir (4/74), serta dan Al-Baihaqi
(3/199).
(14) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
883.
(15) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
934 dan Muslim no. 851.
(16) Hasan; diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
347 dan Ibnu Khuzaimah no. 1810.
(17) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
6167, Ibnul-Mundzir no. 1807, dan Ibnu Khuzaimah no. 1796.
(18) Shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
1029.
(19) Shahih; telah lalu takhrij hadits ini.
(20) Hasan; diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
1118, An-Nasa’iy (3/103), dan Ahmad (4/188).
(21) Hasan; diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
347 dan Ibnu Khuzaimah no. 1810.
(22) Shahih; telah
berlalu takhrij-nya.
(23) Shahih; diriwayatkan oleh Muslim no. 2177
dan Ahmad (3/295). Dan yang semisal dengannya terdapat dalam Shahihain dari hadits Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhuma.
(24) Hasan dengan keseluruhan jalannya;
diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1119, At-Tirmidzi no. 526, Ahmad (2/22), dan
yang lainnya.
(25) Nailul-Authaar (3/298).
(26) Dla’if; diriwayatkan oleh Abu Dawud no.
1110, At-Tirmidzi no. 514, dan Ahmad (3/439).
(27) Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.
597 dan Muslim no. 684.
Posting Komentar untuk "Amalan di Hari Jum'at bagi Seorang Muslim"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.